Kamus Sufi

Huruf A
Abdurrauf As, Syekh; merupakan washitah ke 29 (periode IX) 1652 – 1690 M. Nama lengkap Abdurrauf Singkel adalah ‘Abd ar-Ra’uf bin ‘Ali al-Jawiyy al-Fansuryy as-Sinkiliyy. Beliau orang Melayu dari Fansur, Sinkil di wilayah pantai barat laut Aceh. Ayahnya seorang arab bernama Syekh Ali. Abdurrauf meninggal tahun 1693 dan dima-kamkan di samping makam Tengku Anjong dekat Kuala Sungai Aceh. Di Aceh dikenal sebagai Teungku di Kuala. Beliau belajar agama selama 19 tahun di tanah arab. Salah satu Gurunya yang paling berpengaruh pada pemikiran Syekh Abdurrauf adalah Ahmad al-Qusyaisyi (Medinah). Syekh Abdurrauf kembali ke Aceh tahun 1661, setahun setelah al-Qusyaisyi meninggal. Karya-karyanya mencakup bidang fikih, hadis, tasawuf, tafsir.
Al -‘Adl : 1. Yang Maha Adil; Dialah yang adil, dan Dialah yang selalu bertindak adil, lawannya kezali-man dan penindasan. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Afuww : 1. Yang Maha Pemaaf; Dia yang mengha-puskan dosa-dosa dan mengabaikan tindakan-tin-dakan durhaka. Maknanya dekat dengan Al Ghafur; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Ahl : 1. Kerabat. 2. Ini adalah keturunan Nabi Muhammad SAW. Seluruh ciptaan adalah keturu-nannya melalui cahayanya (Nur Muhammad) yang berasal dari Cahaya Allah. 3. Istilah secara khusus menunjukan mereka yang dekat dengannya, keluar-ga spiritualnya yang turun menurun melalui mata rantai silsilah spiritual.
Ahlu Bait (ahl al bayt) (Nabi Muhammad SAW) : 1.(Syath) Orang yang mengetahui secara persis segala hal tentang apa yang ada di dalam dadanya Nabi Muhammad SAW, utamanya hubungannya dengan keberadaan DiriNya Tuhan Yang Al Ghaib, yang juga selalu diingat-ingat dihayati dan dirasa-kan dalam hatinurani, roh dan rasanya Nabi Muhammad SAW dalam melakukan apa saja, dima-na saja dan sedang apa saja.
Ahli dzikir : 1.(Syath) Hamba yang dibentuk oleh Allah berdasarkan ilmu yang diterima dari Gurunya, dibentuk mempunyai hati nurani, ruh dan rasa yang selalu maqam dalam dzikir. Bertempat tinggal dalam rasa hati yang senantiasa mengingat-ngingat dan menghayati Ada dan Wujud Diri-Nya Dzat Al-Ghaib yang dirasakan sangat dekat sekali. 2. (Syath) Hamba-hamba yang disucikan, wakil Diri-Nya Ilahi karena Dia tidak pernah ngejawantah di bumi ini; secara baik mengenal DiriNya Dzat yang Al GhaibNya Ilahi. Yang hati nurani, roh dan rasanya selalu maqom pada DiriNya. Karena itu yang ter-nikmat diingat-ingat dan dihayati, juga DiriNya Satu-satunya Dzat Al Ghaib Yang Wajib WujudNya. Tempat bertanya perihal DiriNya Yang Al Ghaib ini. Sebagaimana tugas dan fungsinya Rosul Ilahi. (yang dalam QS. Takwir 24 difirman-kan olehNya). Bagi hamba yang dikehendaki men-dekat kepadaNya dan ada niatan hati untuk bertanya tentang keberadaan Diri-Nya.
Ahlul-qurub : 1. (Syath) Ahli prihatin; yang bersung-guh-sungguh selalu berjihadunnafsi supaya darah yang mengalir dalam tubuhnya sebagaimana darah yang mengalir dalam tubuh Nabi Muhammad SAW, yang aliran darah dalam tubuhnya selalu mendorong semangat hidupnya dan wataknya, supaya berhasil dalam mengikuti jejak para Malaikatul Muqorrobin.
Akhlak : 1. Budi pekerti; watak; tabiat; 2. Disiplin yang juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan
Alam Hakekat : 1. Alam kebenaran Illahi; 2. (Syath) Rasa hati yang menyadari bahwa sebenarnya yang bisa, yang kuat, yang memiliki segala ini, yang bergerak, yang berdaya dan berkekuatan, adalah DiriNya Dzat Yang Al-Ghaib.
Alam Jabarut : (lih. Jabarut)
Alam Lahut : (lih. lahut)
Alam Malakut : (lih. malakut)
Alam Nasut : (lih. nasut)
Alam Shaghir : 1. Alam kecil. Alam Shaghir mengan-dung seluruh alam dalam bentuk laten. Alam ini adalah manusia itu sendiri; 2. (Syath) Alam tempat tajjalinya kalimat Tauhid, La Ilaha Illa Allah.
Alam Kabir : 1. Jagad besar; 2. Alam semesta raya
Alam Syahadah : 1. Alam pengalaman yang bisa diin- drai. Yang kasat mata.
Alhamdulillahirabbil ‘alamina,: 1. (Syath) Segala puji bagi Rabb semesta alam. Dengan sadar memujinya maka habislah watak ngakunya hamba, kemudian suburlah gairah mencintai DiriNya Rabb Yang me-nunjuk pada keberadaan DiriNya Dzat Al Ghaib Yang Mutlak WujudNya, Yang dirasakan dekat sekali dalam rasa hati. Karena itu menjadilah hamba yang senang hati selalu mengingat-ingat dan meng-hayati Ada dan Wujud DiriNya Rabb Sang Pendi-dik, sang Pelindung, Sang Pemelihara, Sang Penga-yom yang Menguasai seluruh alam. Alam kabir maupun alam shagir yanga da dalam dada hamba yang bertakarrub kepadaNya. 2. (Syath) segala puji hanyalah bagiNya semata, Tuhan semesta alam. Satu-satuNya yang ditaati. Sebab Dia-lah Dzat satu-satuNya yang Memiliki segala ini, yang Mendidik, Yang Memelihara Dan Mengayomi, dan Yang Mengalirkan rasa cinta hamba kepada DiriNya.
Namun bagi dada yang adalah jagatnya manusia; semisal yang ada dalam jagat raya CiptaanNya, diruwetkan oleh segala cipta angan-angannya. Lalu menggelapkan keberadaan DiriNya Yang Al Ghaib dan dekat sekali. Karena gengsi bertanya kepada AL-Hadi yang ahli dalam hal ini. Maka Wayaqdzifuuna bil ghaibi min makaanin ba’iidin, yakni hanya menduga-duga saja pada keberadaan (Ada dan WujudNya Dzat Yang) Al Ghaib dari tempat yang jauh (Q.S. Saba’. 53).
Maka yang muncul adalah hanya wataknya yang berani ngembari Diri-Nya. Ngembari AdaNya dan ngembari WujudNya. Dengan ngakunya pada ke-beradaan ada dan wujudnya dirinya. Lalu watak akunya itulah yang merajalela. Dengan komando nafsu untuk menghabisi nikmatnya hati mengingati DiriNya. Hingga puja dan pinuji yang mestinya adalah hanya layak bagi DiriNya, diserobotnya de-mi kepuasan dunia.
Padahal dengan mengucap alhamdulillahirabbil ’alamin, bagi yang dalam dadanya ada isinya dzikir yang menghayati Keberadaan DiriNya Yang Al Ghaib, dekat sekali; akan segera menghidupkan kesadarannya sebagai hamba yang bodoh, dungu, tuli, apes, hina, tidak bisa apa-apa, tidak kuat apa-apa dan tidak punya apa-apa. Kalaulah tidak karena denganNya, fadhalNya dan RahmatNya, tidak hanya apes, hina, nista, dan bahkan tidak berharga. Sahdan jalan syaitan-lah yang akan diikuti, lalu watak ngembari DiriNya menyatu dengan watak aku yang tak pernah disadari sama sekali.
Al -‘Alîm : 1. Yang Maha Mengetahui. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al-‘Aliyy : 1. Yang Maha Tinggi; Dia yang di atas kedudukan-Nya tidak ada lagi kedudukan yang lain, dan semua kedudukan ada di bawah-Nya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Allah : 1. Tuhan Yang Maha Kuasa; 2. Nama yang pa-ling agung di antara sembilan puluh sembilan nama Allah Swt., karena nama ini menunjukkan esensi yang mempersatukan segala sifat Ilahiah, sehingga tidak ada lagi sifat yang tertinggal. Juga merupakan nama yang paling khusus karena tidak ada yang dapat menggunakannya untuk siapapun kecuali Dia, baik secara harafiah maupun kiasan. Allah adalah Nama Yang Serba Meliputi (al-ism al-jâmi’) yang mengandung setiap Nama Illahi. Nama ini berarti Allah sebagaimana Dia dalam diri-Nya sendiri. 3. (Syath) Asma-Nya Zat Yang Al-Ghaib dan Wajib Wujud-Nya; (lih. Al-Ghaib).
Aqly : 1. Akal; 2. Pandangan yang lahir dari penafsiran yang didasarkan akal.
Arif : 1. Orang yang mengetahui dan mengenal Allah. Dia adalah manusia utuh dan sempurna. Sang arif telah dianugrahi Pengetahuan Illahi (ma’rifah); 2. Orang yang sadar dan bijaksana. Tuhan telah membuat sang arif menyaksikan dirinya sendiri (mafsahu), sehingga keadaan-keadan spiritual pun termanifestasikan dalam dirinya.
Arif bi Allah : 1. Orang yang sangat mengenal Allah. Orang yang telah memenuhi tujuan penciptaannya. Dia telah menyucikan dirinya dan siap menerima pengetahuan mistik tertinggi berupa Pengetahuan tentang Allah.
Arifin : 1. Orang “mengenal Allah”; 2. Orang yang mengetahui dan mengenal Allah, menyaksikan dan mengenal Allah ke manapun mereka menatap. Mereka adalah orang yang kebingungan karena telah menemukan Allah.
Asmâ’ al-husnâ : Nama-nama Allah Yang Paling Indah. Allah memberitahukan dalam Al Qur’an bahwa Dia mempunyai Nama-nama Yang Paling Indah. Inilah Nama-nama Kesempurnaan (kamâl)-Nya yang mencakup Keagungan (jalâl) dan Keindahan (jamâl)
Asy-Syaththoor : (Syath) Hamba yang ditarik fadhal dan rahmat-Nya telah dapat mengeluarkan dari dalam hatinya semua hal tentang dunia, hingga yang tetap dalam hatinya hanyalah Diri-Nya Tuhan Zat Yang Al-Ghaib dan Wajib Wujud-Nya, Allah Asma’Nya.
Attakiyah : 1. Menyembunyikan kebenaran dalam jangka waktu tertentu hingga kebenaran tersebut siap untuk diungkapkan. 2. (Syath) Menyimpan pa-ham kebenaran terhadap keberadaan ilmu yang seharusnya selalu diingat-ingat, dihayati, dan dirasakan oleh hatinuarani, roh dan rasa terhadap Keberadaan DiriNya Dzat Yang Al Ghaib dan Wajib WujudNya, Allah AsmaNya, amat sangat dekat sekali hingga sebenarnya amat sangat nikmat dan indah diingat-ingat dan dihayati dalam rasa hati.
Attaqwa Hahuna : (Syath) Hamba yang menyungkur dalam sujudnya selalu bertasbih dan memuji Kebe-saran Tuhannya serta sama sekali tidak menyom-bongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, beristigfar dan bersalawat mejelang qiyamul-laili yang dikerjakannya dengan niatnya, dengan rasa takut dan harapnya dalam berdo’a disertai ikhlasnya dalam menafkahkan pemberian-Nya.
Auliya’ : 1. Para wali Allah; 2. Jamak dari kata wali. Suatu derajat spirititual tertinggi setelah rasul dan nabi. Auliya’ adalah para kekasih Allah Swt. Dalam Al Qur’an disebutkan, “ingatlah, sesungguhnya para kekasih Allah itu tidak pernah takut dan tidak pernah susah.” Para wali memiliki maqam bertingkat-tingkat sesuai dengan kehendak Allah.
Ayat : 1. Tanda, pengajaran dan urusan yang meng-herankan; 2. Alamat, tanda, sesuatu yang ajaib, mukjizat, teladan dan ayat Al-Qur’an; 3. Tanda-tanda dan kejadian yang terdapat dalam alam ini yang membuktikan bahwa Tuhan itu Ada, Esa, Ku-asa dan Bijaksana; 4. Berkenaan dengan kekuasaan Allah, mempunyai arti: a. Ayat-ayat yang tertuang dalam Al-Qur’an atau teks lafal-lafal Kalamullah, b. Ayat-ayat kawniyat (lih. Ayat Kawniyat).
Ayat Bayyinat : 1. Ayat-ayat terbuka; 2. Ayat yang isinya adalah perintah yang jelas dan setiap orang dapat membaca dan memahaminya.
Ayat Kawniyat : tanda-tanda kekuasaan Allah yang ter-wujud dalam hamparan alam semesta dengan segala isinya.
Ayat Mutasyabihat : 1.Ayat-ayat yang sarat makna, sehingga dapat ditafsirkan menurut cara yang ber-beda.
Ayat Qawliyah : 1. Tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditulis dalam kitabullah lewat para Rasul-Nya.
Al Awwal, Al Akhir : 1. Yang Maha Permulaan, Yang Mahaakhir; apapun yang pertama adalah pertama sehubungan dengan sesuatu dan apa yang terakhir adalah terakhir sehubungan dengan sesuatu, dan kedua hal tersebut berlawanan; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al ‘Azhim : 1. Yang Maha Agung; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al -‘Aziz : 1. Yang Maha Perkasa, dia yang sedemikian penting sehingga sedikit yang sepertinya, namum dia juga adalah yang sangat dibutuhkan dan terbukti sulit diakses. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).

Huruf B

Al Badi’ : 1. Yang Maha Pencipta; adalah sedemikian sehingga tidak dikenal adanya sesuatu yang menyerupainya; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Ba’its : 1. Yang Membangkitkan yang mati; Dia yang menghidupkan makhluk-makhluk pada hari kiamat; yang membangkitkan mereka yang ada di dalam kubur (QS. 100 : 27) dan yang mengungkapkan apa yang ada di hati manusia (QS.100:10). 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Bala Sirullah : 1. (Syath) Sahabat setia lahir batin yang dengan sabar dan tawakkal berusaha untuk dapat mencapai tingkat dan martabat rasa (lih.martabat rasa).
Al Baqi : 1. Yang Maha Kekal; adalah wujud yang keberadaannya itu sendiri niscaya; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Barr : 1. Yang Mahadermawan; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Bari’ : 1. Yang Mengadakan dari Tiada. Yang Maha Mengatur dengan Keselarasan Sempurna. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Bashir : 1. Yang Maha Melihat; Dia yang menyak-sikan dan melihat sedemikian rupa sehingga tidak ada yang tersembunyi atau jauh dari-Nya, sekalipun yang ada di dalam bumi. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Basith : 1. Yang Maha Melapangkan. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).(lih. Al Qabidh).
Al Bâthin : (lih. Azh Zhahir)
Beberan : 1. (Syath) Memperoleh limpahan safa’at/-pertolongan dari Guru yang hak dan sah.
Berkah : 1. (Syath) Bai’ah; 2. (Syath) Salah satu tata cara yang harus dilewati untuk memperoleh ilmu Syaththariah yang diisikan kedalam rasa hati; 3. (Syath) Memperoleh keberkahan ilmu tentang Zat Allah dari Guru yang hak dan sah; untuk memenuhi firman Allah dalam QS: 48. Al-Fath; 10.
Beriman yang Ma’rifatun : 1. (Syath) Orang yang hati nuraninya telah mengenal dan mengetahui Ada dan Wujud Diri-Nya Dzat Yang Al-Gahib (lih. Al-Ghaib).
Bismillahirrahmanirrahim : 1. (Syath) Dengan menye-but Nama Allah Dzat Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Pada ayat pertama ini Bismi-nya gandeng menjadi satu. Sebab dengan menyebut Nama-Nya berarti (seharusnya) rasa hati telah mengenali Ada dan Wujud Diri-Nya Dzat Yang empuNya nama Allah yang meskipun Al Ghaib, nyata sangat dekat sekali dalam rasa hati. Artinya sama dengan telah mengetahui rahasia yang ada pada titiknya ba’.
Maha pemurah karena Dialah Dzat Yang melim-pahkan segala kebutuhan hidup dari kehidupan hamba-hambaNya. Bahkan kepada hamba yang ka-firpun Allah meliputinya. Sebab hamba yang kafir-pun kalaulah tidak dengan ijinNya, bernafaspun tidak apalagi hingga berdaya dan bertenaga. Hanya saja lalu diaku dan diperalat oleh hawa nafsu dan syahwatnya. Namun sama sekali tidak disadarinya, karena itu betapa hebat ancaman azab yang diterima oleh mereka.
Yang Maha Penyayang karena Dialah Dzat yang senantiasa menyayangi hamba-hamba pilihanNya. Supaya selalu berada pada keimanan dan ketaqwaan yang benar-benar sejalan dengan kehendakNya. Dan cara menyayanginya justru diuji dengan ber-bagai cobaan yang bermacam-macam. Dan karena disayangi, hamba yang demikian sadar sesadar-sesadarnya bahwa diwujudkannya berjiwa raga dalam kehidupan dunia memang sebagai tempat ujian dari DiriNya. Karena itu justru akan malah menyuburkan niat dan tekadnya dalam berlaku sabar dan tawakkal membuktikan jihadun-nafsinya demi mendekat kepadaNya sehingga sampai dengan selamat dan bahagia bertemu lagi dengan DiriNya.
2. (Syath) Pembukaan yang membuka terhadap Ada dan Wujud Diri-Nya Dzat Al GhaibNya yang dekat sekali dalam hati yang mencahaya. Hingga apabila Bismillahirrahmanirrahim diucapkan dengan kata, Rasa hati langsung menghayati Diri-Nya Dzat Yang Al Ghaib Wu-judNya. Lalu mencahaya dengan Diri-Nya.
Dan kenalnya hati yang padanya ada pancaran cahaya-Nya yang menyejukkan ini. Pada kebenaran Al-Hadi yang dipercaya Ilahi sebagai wakilnya menjadi rasa jiwa yang selalu hidup dengan DiriNya. Menadikan jiwa dengan Arrahman dan Arrahim-Nya. Dapat menikmati rasa ngumawula kepadanya. Karena itu betapakah yang ada dalam dada. Apakah tidak pernah diperhatikan. Lalu apakah tidak kamu tolong sendiri untuk menyela-matkan.
Bitahsiinil Akhlaq : 1. Bagusnya budi pekerti, 2. (Syath) Bagusnya akhlak yang terbentuk dari seseorang yang ilmunya manfaat, yakni seseorang yang dengan ilmunya itu selalu mengetahui terhadap aibnya diri. Selalu mengetahui terhadap aibnya mencintai kepada dunia, serta mengetahui terhadap bencananya amal baik yaitu watak takabur, sum’ah, ujub dan ria.
Buah Dzikir : (Syath) Beberapa buah, berkah atas membekasnya dzikir antara lain : 1. Sepinya batin dari berbagai kecondongan apa saja selain-Nya hingga sampai pada membuktikan selamatnya mati; 2. Tidak ada rasa kumandel kepada apa saja dan siapa saja, selain hanya kepada Dzat Allah Swt; 3.Pada soal makanan dan yang semacamnya makan- an, sepertinya menjadi banyak sekali serta mencu-kupi walaupun sebenarnya (seandainya dihitung) sedikit; 4. Diamnya lisan atas keadaan dunia dan semua yang menjadikan senang dan nikmatnya dunia; tidak memuji dan tidak mencela; 5. Terbu-kanya hijab yang mendinding hati sehingga akan dapat mengetahui berbagai macam indahnya ajaib-Nya dan juga terhadap beberapa rahasianya alam rasa.
Budi pekerti yang bagus : (Lih. Bitahsiinil Akhlaq)

Huruf C

Ciri-ciri orang awam : (lih. orang awam) (Syath)
1. Berimannya berhenti pada dataran pengakuan adanya Tuhan (tidak berniat untuk mengenal dan mengetahui Ada dan Wujud Diri-Nya Ilahi Dzat Yang Al-Ghaib). Pengakuannya itu lalu dipuaskan oleh rasa cukupnya mengetahui nama-namaNya (Asmaul HusnaNya) dengan makna-maknanya, sifat-sifatNya, CiptaanNya; yang dianggap hal demikian telah dirasa cukup untuk memperkuat pengakuannya itu.
2. Ketaqwaannya hanya pada batas dapat memilah mana yang wajib dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan.
3. Dalam melaksanakan amal ibadahnya mempunyai kecendecungan kuat untuk pamrih. Menjadi anak kecil yang kedua kalinya. Anak kecil jika diajak bertamu, dia sama sekali tidak akan butuh kepada sang pemilik rumah. Yang dibutuhkan adalah berbagai mainan atau kue yang disenangi yang diberikan kepadanya. Yang mereka butuhkan adalah nikmat pemberian-Nya (seperti berbagai ganjarang dan surga) akan tetapi sama sekali tidak butuh kenal dan tahu Sang Pemilik bahkan Sang Penciptanya.
4. Ciri watak akunya nafsu bagi orang awam adalah kentalnya mereka pada menganggap cukup penda-patnya sendiri, percaya pada benarnya sendiri, mengandalkan pada ungkapan-ungkapan katanya sendiri.

Huruf D

Daabbah : (Syath) 1. Sejenis binatang melata; 2. Simbul kekasih Allah yang pada pandangan mata manusia dunia dianggap hina, tidak berguna, pantasnya disingkirkan dan dihabisi karena terlanjur didakwa menyampaikan sesuatu yang mengada-ngada dan dusta; 3, Wakil Allah dimuka bumi yang secara hak dan sah telah ditarik menemui-Nya, tahu persis kehendak-Nya serta memahami dengan benar terha-dap Sang Muwakkal yang atas perintah dan ijin dari Allah dipersiapkan oleh Guru sebelumnya yang silsilahnya tidak pernah terputus dari Nabi Muhammad SAW hingga kini.
Dasar Muraqabah : (Syath) Sama sekali tidak ngaku pada bisanya, kuatnya, segala yang dikiranya menjadi miliknya. Bahkan tidak ngaku terhadap ada dan wujud jiwa raganya, untuk dapat menyadari sepenuhnya terhadap sejatinya wujud, yakni Isi-Nya Huw, sehingga hanya kepada-Nya saja yang dirasa Ada dan dirasa Wujud.
Dasar Qana’ah : (Syath) 1. Orang yang dengan sungguh-sungguh berusaha mengurangi, menghi-langkan dari dalam dirinya watak dan kehendak bangsa hewan (lih. nafsu amarah dan lawwamah); karena kuatnya tekad dalam membuktikan niatnya mendekatkan diri kepada Allah, sehingga sampai dengan selamat bertemu dengan-Nya.
Dasar Ridha : (Syath) 1. Keluar dari rasa menyintai diri-nya sendiri, dan masuklah rasa cintanya itu kepada Satu-Satu-Nya Dzat Yan Mutlak Wujud-Nya. Untuk itu harus cinta ber-itba’ (manut) kepada semua Dawuhnya Guru.
Dasar Sabar : (Syath) 1. Hanya dapat tercapai bila orang bersedia menangguhkan kesenangan, keinginan, kepentingan-kepentingan, selera-selera sekarang un-tuk kesenangan yang jauh lebih besar dan kekal saat ketika mati bertemu dengan Tuhan di akherat; 2. Selalu dengan sadar dan rela memaksa jiwa raganya sendiri (wujud nafsunya) hingga selalu mau melak-sanakan perintahnya Dawuh Guru; dan selalu patuh dan tunduk dijadikan kendaraan bagi cita-citanya hati nurani, roh dan rasa mendekat kepada Tuhan-nya sehingga sampai dengan selamat.
Dasar Taubat : (Syath) 1. Hamba yang selalu menuduh kepada dirinya sendiri bahwa dirinyalah orang yang paling banyak sendiri dosa-dosanya, paling banyak sendiri salah dan kurannya, apes, hina, nista, tidak bisa apa-apa dan tidak punya apa-apa, merasa jelek sendiri meskipun dibanding dengan kere di bawah jembatan; 2. Sadar sebagai hamba yang fakir dan rasa hatinya selalu berharap dekat dengan Yang Tidak Punya Apes, Langgeng, Sempurna dan Maha Kuasa.
Dasar Tawajuh Illallah bil Kulliati : (Syath) Menge-luarkan dari segala pengajak selain kepada ajakan Al-Haq-Nya (Guru Wasithah).
Dasar Tawakkal ‘Alallah : (Syath) 1. “kumandel ma-ring Allah”; yaitu kuat-nya rasa hati yang merasa-kan betapa dekatnya Dia Zat Al-Ghaib Yang Wajib Wujud-Nya, karena itu sangat mudah dan nikmat diingat-ingat dan dihayati, maka segala gerik dan perbuatan selalu nggandul kepada Diri-Nya. 2. Murid yang rasa dalam hatinya pasrah dan sumeleh (nggletak) kepada-Nya.
Dasar Uzlah : (Syath) 1. Menyendiri di tengah-tengah kalangan; orang yang berusaha keras dan sumber dayanya dimanfaatkan untuk kemajuan kehidupan masyarakat; namum tekadnya menyendiri. Tekad-nya sama sekali tidak untuk bersenang-senang, pamer dan jor-joran, berbangga-bangga dengan harta, kehormatan dan gengsinya harga diri, apalagi mengumbar hawa nafsu dan syahwatnya.
Dasar Zuhud : (Syath) 1. Tapa in sak tengahing praja; orang terhadap lingkungannya, bangsa dan nega-ranya mempunyia kepedulian besar untuk memaju-kan, tetapi hatinya tapa,yang diingat-ingat dan dihayati adalah dirinya Tuhan yang sangat dicintai untuk dikumantili, sehingga jika dimampukan Allah untuk memajukan masyarakatnya, bangsa dan nega-ra dengan mewujudkan bangunan yang berguna dan bermanfaat, maka yang disyukuri adalah Diri Tuhannya yang telah menjadikan hatinya mau membangun sehingga terhindar dari bencana amal baik yakni takabur, ria, sum’ah dan ujub.
Dawuh Guru : (Syath) 1. Segala petunjuk, perintah dan larangan Guru Washitah yang diucapkan baik secara lisan maupun tulisan dan dalam bentuk tingkah laku (gerak-gerik).
Adh Dharr’, ‘An-Nafi’ : 1. Yang Maha Penghukum; Yang Maha Memberi Manfaat. Dia yang menda-tangkan kebaikan dan keburukan, manfaat dan mudharat, kesemuanya ini dirujukan kepada Allah Ta’ala, apakah Dia bertindak melalui malaikat, amnusia atau benda-benda mati, 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Dunia : 1. Dunia jasmani, adalah kehidupan ini. Inilah yang memalingkan manusia dari mengingat Allah, Zat Yang Mahabenar. Dengan hijab inilah dia me-nyembunyikan DiriNya dari CiptaanNya. 2. (Syath) Hakekat dunia adalah wujudnya nafsu manusia yang tidak lain adalah wujudnya jiwa raga yang menjadi sumber segala sumbernya dosa dan kemak-siatan. Porosnya nafsu yang merupakan markas besarnya wujudnya jiwa raga adalah watak akunya itu.
Dzikir (dikir, zikir) : 1. Mengingat-ingat; 2.(Syath) Me-ngingat-ingat dan menghayati isi-Nya Hu; 3.(Syath) Ingatnya hatinurani, roh dan rasa kepada Dzat yang sangat dekat sekali keberadaan-Nya yang meski Al Ghaib, wajib wujud-Nya; 4. (Syath) Operasionali- sasi dari Ilmu Nubuwah.
Dzikri Ismu Ghaib : (Syath) Dzikir ketujuh dari tujuh macam dzikir (Dzikir dalam Syththariah), yaitu Huwa (Huw, dengan mulut tertutup secukupnya). Dengan mata terpejam dan mulut dikatubkan. Yang di arah tepat ditengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman rasa yang telah diisi dengan dzikir (ingat hati nurani pad Al Ghaib, IsiNya Huw). Dzikri Huw ini asalnya dari Ha’ wawu di dhammah. Yaitu dhamir huwa. Dhamir maknanya “sesuatu yang tersimpan di dalam hati tentang Ada dan Wujud DiriNya Zat Al Ghaib Yang Allah Asma’-Nya”. Ini adalah makna kandungan firman Allah dalam Surat Al Ikhlas ayat 1.
Dzikir Itsbat : (Syath) Kalimah Illallah yang dipukulkan (oleh dagu) ke dalam hati sanubari (kira-kira dua jari di bawah susu yang kiri. Maksudnya supaya nafsu lawwamah yang markas besarnya berada di dalam hati sanubari ini dapat sirna. Supaya tidak berfungsi dan tidak mengganggu perjalanan hati nurani, roh dan rasa dalam mendekat kepadaNya.
Dzikir Sirri : 1. Dzikir yang ada di kedalaman rasa, sebuah entitas spiritual yang amat tersembunyi; 2. (Syath) Dzikir yang mencapai martabat rasa (lih. martabat rasa)
Dzikir Tanazul : (Syath) Dzikir keenam dari tujuh macam dzikir (Dzikir dalam Syththariah), yaitu Huw – Allah (tujuh kali). Huw diambil dari baitul makmur (otak) dan kalimah Allah dimasukkan ke dalam dada. Sebab akhirat itu pintu masuknya ada di dalam dada.
Dzikir Taroki : (Syath) Dzikir kelima dari tujuh macam dzikir (Dzikir dalam Syththariah), yaitu Allah – Huwa (Huw) sebanyak 7 kali. Ucapan Allah diam-bil dalam dada dan Huw dimasukkan ke dalam baitul makmur (markasnya berpikir). Maksudnya supaya markas besarnya berpikir ini selalu dicaha-yai oleh cahaya Illahi, sehingga potensi pikir akan benar-benar dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah dunia untuk membuktikan hablum minannas-nya. Potensi pikirnya semata-mata demi Subhaanaka. Demi untuk mensucikan Zat Yang Maha Suci. Karena itu hasil kerja kerasnya, semata-mata dijadikan sebagai pancatan yang kokoh guna menyucikan diri supaya dapat sampai selamat dan bahagia bertemu lagi dengan Dzat Yang Maha Suci.
Dzul Jalal wal Ikram : 1. Yang Maha Memiliki Kebe-saran serta Kemuliaan; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).

Huruf F

Al- Faatehah : 1. (Syath) Salah satu surat dalam Al Qur’an bernama Al-Faatehah. Surat ini diturunkan di Mekah dan merupakan surat yang pertama-tama diturunkan lengkap 7 ayat. Disebut Al Faatehah karena dengan surat ini dibuka dan dimulai Al Qur’an yang merupakan bacaan sangat mulia, pada kitab yang terpelihara di Lauh MahfudzNya, dan tidak akan dapat menyentuh kecuali hamba-hamba yang disucikan olehNya. 2. (Syath) Al Faatehah yang Ummul Kitab, menghimpun seluruh isi dan kandungan Al Qur’an. Karena itu apabila mengeta-hui intinya, merupakan ruuhul-ruuh, merupakan wadah “mata hati” ketika menyaksikan Ada dan Wujud DiriNya Dzat Al Ghaib Yang Wajib WujudNya.
Fadhal : 1. (Syath) Fadhl; 2. (Syath) Kemurahan, anu-gerah dan karunia; 3. (Syath) Karunia dan anugerah Allah dari rahmat-Nya yang tidak terhingga.
Fakir (Al-Faqier) : 1. Miskin, tidak mempunyai apa-apa; 2. (Syath) Orang yang hatinya menyadari hanya sebagai hamba yang tidak bisa apa-apa, kalau tidak dengan Tuhan. Kesadarannya selalu berupaya agar dirinya tetap bersandar/ deple-deple kepada Yang Maha Bisa, berusaha tidak mengakui apa saja yang ada dalam dirinya; 3. (Syath) Orang yang hatinya menyadari dirinya tidak bisa mendekat kepada Tuhan kalau tidak mendapat rahmat dan fadhal-Nya; 4. (Syath) Orang yang hatinya menyadari bahwa yang direalisasikan hanya dengan sak derma nglakoni saja; 5. (Syath) Orang yang hatinya me-nyadari bahwa dirinya seorang hamba yang sangat butuh/memerlukan pertolongan dan belas kasih Tuhan; dirinya hanyalah seorang murid, 6. (Syath) Orang yang hatinya menyadari bahwa dirinya bagaikan musafir ditengah lautan, makin banyak minum air laut makin haus, makin banyak ilmu yang telah diterima makin merasa bodoh dirinya; 7. (Syath) Orang yang hatinya menyadari bagai seba-tang padi, makin bertambah ilmunya, makin banyak nelangsanya maring Allah, makin negla (tampak dengan jelas) segala kekurangan dan kebodohannya.
Fana : 1. Rusak (hilang, mati); tidak kekal; 2. Matinya nafsu, kemauan diri, kesadaran diri, yang melahir-kan kebangkitan spiritual menuju kehidupan abadi; 3. Kedekatan kepada Cahaya Maha Cahaya yang didalamnya api cinta abadi menyala, sebelum ia berubah membakar diri, sebelum ia menyemangat-kan sang Pencipta dalam pelukan kesatuan; 4. Akhir dari perjalanan menuju Allah. 5. Peleburan diri da-lam Allah
Fana Dzat : 1. (Syath) Membuktikan mati selamat; 2. (Syath) Hamba yang ditarik membuktikan Dawuh Guru, yakni rasanya yang dirasakan Hanya Ada dan wujud-Nya Tuhan, karena memperoleh beberan, sawab, berkah dan pengestunya Washithah
Fana ‘Fillah : 1. (Syath) Meniadakan aku karena hanya merasakan Adanya Sang Maha Tahu. 2. (Syath) Murid yang berada dalam derajat manggon (selalu bertempat tinggal dalam Dawuh Guru). 3. (Syath) Hamba yang sadar seyakin-yakinnya bahwa yang Bisa – Tuhan, Yang Kuat – Tuhan, Yang pemilik segala yang biasa diaku – Tuhan, sadar seyakinnya bahwa yang obah osik – Tuhan. Demikian pula dengan yang Ada dan Yang Wujud. Dalam rasa hatinya yang nampak hanya Tuhan.
Fardhu ‘ain : 1. (Syath) Kewajiban yang tidak bisa di-hindari bagi orang yang mengaku beragama Islam.
Fasik : 1. (Syath) Orang-orang yang melanggar perjan-jian dengan Allah, (tentang kesaksiannya terhadap Diri-Nya di dunia ini Al Ghaib, supaya dapat me- nyaksikan kembali) sesudah perjanjian teguh; 2. (Syath) Orang yang memutuskan apa yang diperin-tahkan Allah untuk menghubungkannya; yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya (rasul-Nya dan penerusnya yang hak dan sah).
Fatihil Ghuyub : (Syath) Tugas kerasulan Nabi Muhammad SAW untuk membuka beberapa hal yang nyamar (ginaib). Hal tersebut adalah :
a. Ginaib hatinurani : agar dapat terbuka dengan ilmu yang seyakinnya mengenal dan mengetahui Ada dan Wujud DiriNya Dzat Yang Al Ghaib, Wajib WujudNya, Allah asmaNya, hingga dengan mudah dapat diingat-ingat dan dihayati.
b. Membuka ginaib ruh : supaya hamba ini menya- dari bahwa ruh yang menjadikan hamba ini ber-daya, bertenaga adalah ruh Illahi; adalah hakNya Allah dan milikNya.
c. Membuka ginaibnya siir; sehingga rasa yang oleh manusia biasanya habis untuk merasakan apa saja yang berkaitan dengan pancaindranya dan jiwa-raganya, keinginan nafsu dan syahwatnya serta watak akunya dapat dilatih dan dididik untuk merasakan betapa nikmatnya dan betapa indahnya mengingat-ingat dan menghayati (mendzikiri) DiriNya Dzat Al Ghaib Yang Allah AsmaNya.
Al Fattâh : Yang Maha Membuka (hati). Dia yang dengan kekuasaan-Nya, apapun yang tertutup men-jadi terbuka, dan dengan petunjuk-Nya apapun yang tidak jelas menjadi jelas.

Huruf G

Al Ghaffar : 1. Yang Maha Pengampun. Yang Maha Mengampuni dan Maha Menutupi. Dia yang mem-buat nyata apa yang indah dan menyembunyikan apa yang buruk. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al-Ghaf’r : 1. Yang Maha Pengampun dan Maha Menyembunyikan. Berkaitan dengan makna “Dia yang penuh dengan pengampunan” (Al Ghaffar), namum nama ini memperlihatkan keluasaan yang tidak disampaikan oleh “Dia yang penuh dengan pengampunan”. Dia Maha Mengampuni dalam pe-ngertian bahwa Dia pemberi ampun yang sempurna, atau Dia adalah kesempurnaan pengampunan, sede-mikian sehingga mencapai tingkat tertinggi peng-ampunan. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).(lih. Al Ghaffar).
Al-Ghaib (Al Ghayb) : 1. Misteri, kegaiban atau Misteri Segala Misteri; 2. Ungkapan hadis “Tak ada sesuatu pun menyerupaiNya” mengacu kepada Al Ghayb. Inilah ketidakterbandingan-Nya yang berada diluar jangkuan visi hamba; 3. Segala sesuatu yang Allah sembunyikan dari hamba-Nya karena kondisi hamba-Nya dan bukan karena Allah. Untuk menca-pai al-ghayb sang hamba dan pecinta diperintahkan, “Tinggalkan dirimu sendiri dan datanglah!”; 4. (Syath) Ada dan Wujud Diri-Nya Dzat satu-satu-Nya Yang Mutlak dan Wujud-Nya, dekat sekali dalam rasa hati, selalu menyertai dan senantiasa meliputi hamba-hamba-Nya. 5. (Syath) Isi-Nya Huw; 6. Isim yang mufrad dan ma’rifah. Menunjuk pada keberadaan Satu-SatuNya Dzat Yang Allah AsmaNya, mutlak wujudnya dan ma’rifah. Jelas amat sangat dekat sekali dan jelas-jelas amat sangat mudah dan indah untuk selalu diingat-ingat dan dihayati dalam rasa hati, apabila jihadunnafsinya menjadikan rela bertanya kepada ahlinya.
Ghairil maghdhubi ‘alaihim walaadhaalliin. : (Syath) Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Jalan yang dimurkai adalah jalan yang iblis sebagai pemimpinnya. Hingga watak dan pandangan-pan-dangannya dengan sendirinya juga mengikut kepa-danya. Yang selalu memandang indah, baik dan be-nar berdasarkan watak akunya.
Yang dimurkai adalah mereka yang memilih jalan bukan jalan kehendakNya. Karena enggan, acuh, sombong dan angkuh. Lalu watak aku yang diko-mandoi nafsu yang berbicara, maka watak abaa wastakbaranya menjadikannya tidak mengikut jejak para malaikaNya. Yang taatnya kepada diriNya bahkan rela diperintahkan sujud taqorrub. Yakni memperlakukan diri kal-mayyiti bagai mayit dihadapan wakil Ilahi yang ada di bumi hingga sekarang ini.
Jalan mereka yang sesat adalah mereka yang telah dikunci mati atas hatinya dan pendengarannya. Penglihatannya ditutup. Karena itu mereka ini sama sekali buta dan tuli terhadap keberadaan Al HaqNya sebagaimana firmanNya dalam QS 17 ayat 72 “ dan barangsiapa yang buta (mata hatinya) di dunia ini, niscaya di akherat ia akan lebih buta dan lebih tersesat jalan (nya)”. Yakni tidak kembali pulang kepada Tuhan.
Dan yang sesat karena taghut yang jadi pilihan kenikmatan dan kesenangan. Yakni mereka yang hati, rah dan rasanya dicelupkan kedalam nafsunya. Hingga nafsu yang hakekatnya adalah dunianya manusia menjadi raja yang menguasai jagad manusia yang ada dalam dadanya. Lalu mereka menjadi orang-orang yang lebih menyukai kehi-dupan dunia. Daripada kehidupan akhirat (yang hidup langgeng dengan Tuhannya), dan mengha- lang-halangi manusia dari jalan Allah serta meng-inginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itulah yang hidupnya ada dalam kesesatan yang jauh. (FirmanNya di Surat Ibrahim ayat 3).
AL Ghaniyy, Al Mughni : 1. Yang Maha Kaya; Yang Maha Mencukupi, 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al-Ghazali : lih. Iman Al-Ghazali
Gerjalibin : 1. (Syath) Singkatan, Gerakan Jama’ah Lil-Muqorrobin, 2. (Syath) Organisasi didalam menja-lankan dhawuh Guru, wadah lakon dan pitukonnya murid yang menuntut Ilmu Syaththariyah; 3. (Syath) Gerakan hati nurani, roh dan rasa yang di-latih dan dididik supaya selalu bergerak mendzikiri Ada dan Wujud-Nya Satu-Satu-Nya Dzat Yang Mutlak Wujud-Nya (Isi-Nya Huw) untuk didekat-kan oleh Allah SWT kepadaNya
Ghibah : 1. Menggunjing; 2. Mengumpat; 3. Memfitnah; 4. Mengatakan hal-hal tentang seseorang yang tidak hadir yang akan menyedihkannya atau menjijikan bila dia mendengarnya; dan pada umumnya diang-gap merugikan (reputasi orang) dengan maksud merusak (reputasinya) dan meremehkannya; jika benar disebut ghibah jika salah disebut buhtan (mengumpat, memfitnah).
Al Ghuyub : 1. (Syath) Sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata fisik, dibangsakan gaib tetapi bukan DiriNya Illahi. 2. (Syath) Makhluk Tuhan yang dibangsakan ghaib, tidak nampak oleh mata.
Guru Yang Hak dan Sah : 1. (Syath) Washitah Yang Hak dan Sah. 2. (Syath) Pengganti/wakil-wakil Nabi SAW sebagai putra-putranya yang suci dalam satu mata rantai silsilah yang secara gilir gumanti tidak pernah terputus sama sekali hingga kini dan sampai kiamat nanti (disebut hak); dan atas petun-juk dan perintah Allah Swt secara sah memperoleh ijin dari Guru yang sebelumnya guna melanjutkan tugas dan fungsinya dengan cara digulawentah dan dipersiapkan sebagai penerus/pengganti Junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Disebut juga Al Mahdi (Lih. Imam Mahdi, Al Qaim)

Huruf H

Al- Hadi : 1. Pemimpin, 2. Penunjuk jalan, 3. (Syath) Yang Maha Memberi Petunjuk. Dia yang memandu hamba-hamba terpilihNya untuk mengetahui dzat-Nya sehingga mereka dapat merujuknya sebagai saksi atas segala sesuatu, karena Dia memandu bagian terbesar hamba-Nya ke hal-hal yang telah diciptakanNya, sehingga mereka dapat merujuk hal-hal ciptaan sebagai saksi atas Dzat-Nya; dan juga memandu setiap ciptaan ke apa yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya; 4. Sa-lah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Hafizh : 1. Yang Maha Pelestari, Yang Maha Melin-dungi, Yang Maha Menjaga; adalah penjaga sem-purna (hafizh). 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Hairah : 1. Kebingungan atau keheranan; 2. Menunjukan sebuah momen yang sangat membingungkan ketika pikiran berhenti bekerja dan tidak mampu menemu-kan jawaban atas kebuntuan spiritual, yang hanya dapat dicapai atas rahmat Allah; 3 Puncak kebi-ngungan dimiliki oleh kaum arif dan para pecinta Tuhan; 4. Menurut Syekh Abdurrauf Singkel (washitah ke 29), hairah dan al-‘ajz (merasa dan mengetahui dirinya lemah) dua hal ini merupakan puncak tercapainya makrifat kepada Allah
Hajj (haji) : 1. Perjalanan ke Mekah dalam rangka me-nunaikan ibadah haji (rukun Islam ke 5); 2. (Syath) Perjalanan puncak menuju pengetahuan tentang Allah yang bersemayam di hati nurani, ruh dan rasa; 3. (Syath) Panggilan Allah untuk membuktikan ‘arifun billah. Sebab al Hajju ‘arafatu. Prakteknya harus wukuf di padang arafah. Berhenti sejenak dari segala urusan dunia, untuk kembali konsentrasi sepenuhnya pada Allah Sang Pencipta. Wukuf berarti berhenti. Menghentikan semua hal yang menjadikan hijabnya mata hati hingga tidak akan dapat menyaksikan DiriNya Illahi. Semua rukun haji merupakan simbol-simbol untuk mencapai keadaan tersebut.
Al Hakam : 1. Yang Memutuskan Hukum; hakim yang mengadili dan menuntut balas, yang kekuasaannya tidak ada yang dapat menggulingkannya dan keten-tuannya tidak ada yang dapat mengubahnya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Hak Allah : 1. (Syath) Kewajiban-kewajiban manusia yang diperin-tahkan-Nya; 2. (Syath) Meninggalkan larangan-larangan-Nya; 3. (Syath) Hak untuk dike-tahui wujud Dzat Al-Ghaib yang sangat dekat sekali dan ditempatkan pada tempatnya hingga dapat me-menuhi perintah-Nya sebagaimana QS. Al A’raf, 205.
Hak Rasullah SAW : 1. (Syath) Risalahnya tersebar /disampaikan hingga hari kiamat. 2. (Syath) Hak untuk membimbing umatnya hingga kiamat dan su-paya selalu tetap berada pada tempatnya, ditengah-tengah kaumnya; 3. (Syath) Berkenaan dengan ada-nya Imam (penerus Rasul) yang selalu ada secara gilir gumanti dalam sebuah rantai silsilah sejak Nabi Muhammad SAW hingga kini sampai kiamat nanti.
Hak Malaikatan : (Syath) Alam ajaib yang ditunjukan Allah kepada seseorang yang dikehendaki-Nya, yang dibukakan sehingga tahu bicaranya segala makhluk Tuhan termasuk segala macam tumbuh-tumbuhan, segala macam binatang. Pandai dan wasis berbicara dengan segala bahasa manusia dan bahasa hewan serta tumbuh-tumbuhan.
Hak Mardus Sarpin : (Syath) Alam ajaib yang ditun-jukan Allah kepada seseorang yang dikehendaki-Nya; akan mengetahui segala macam penyakit beserta obatnya.
Hak Perdewaan : (Syath) Alam ajaib yang ditunjukan Allah kepada seseorang yang dikehendaki-Nya; akan membuka pengetahuan tentang aji jaya kawi-jayan, sakti mandra guna, bisa terbang, menghilang, digdaya tidak mempan segala macam senjata, dapat pergi kemanapun dalam sekejap mata; gunung dirukul hancur, laut diciduk asat.
Hak Wisnu : (Syath) Alam ajaib yang ditunjukan Allah kepada seseorang yang dikehendaki-Nya, yang akan membuka hijab sehingga ia akan tahu dan mengerti apapun yang akan terjadi. Contoh mengetahui isi hati orang, kehendak tengu di atas langit lapis tujuh.
Hakekat : 1. akar kata haq dapat berarti milik atau kepu-nyaan; benar atau kebenaran; 2. Kebenaran Illahi. 3. (Syath) Terbukanya kesadaran hamba atas kesung-guhannya dalam menjalani lakon dan pitukon atas perintah Gurunya yang hak dan sah bahwa hake-katnya Yang Bisa Yang Kuat, Yang Memiliki Segala Maujud, Yang Berbuat (tandang), Yang Ber-gerak (obah osik), bahkan yang Ada dan Wujud hanyalah DiriNya Dzat Yang Al Ghaib Yang Allah AsmaNya. 4. (Syath) Hati nurani, roh dan rasa yang telah berfungsi untuk selalu mengingat-ingat dan menghayati DiriNya Dzat Al Ghaib dan Mutlak WujudNya.
Al Hakim : 1. Yang Maha Bijaksana; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Hal : 1. Keadaan mistis; 2. Keadaan spiritual yang me-nguasai hati. Hal masuk masuk kedalam hati sebagai anugerah dan karunia dari Rahmat Allah yang tidak terbatas pada hambaNya. Hal tidak dapat dicapai melalui usaha, keinginan atau undangan. Ia datang dengan tidak diduga-duga dan pergi tanpa diduga; 3. Kejadian tersembunyi yang, dari alam lebih tinggi, kadang-kadang turun ke hati murid, datang dan pergi sampai ketertarikan Illahi memba-wanya dari tahapan paling rendah menuju ketahap-an paling tinggi. (lih. tujuh macam pendakian).
Al Halim :1.Yang Maha Penyantun; Dia yang mengamati kedurhakaan orang-orang yang durhaka dan mem-perhatikan yang menentang perintah, namum Dia tidak terdorong untuk murka dan amarah tidak me-nguasai-Nya; ketergesaan dan kesembronoan tidak ada pada Diri-Nya yang mengakibatkan Dia segera memberikan balasan, meskipun Dia sepenuhnya mampu melakukan hal tersebut. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al. Hamid : 1. Yang Maha Terpuji; Dia yang terpuji. Allah Swt. adalah Yang Terpuji, karena Dia memuji diri-Nya sejak azali dan karena hamba-hamba-Nya memuji-Nya untuk selamnya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Haqq : 1. Yang Maha Benar; Dia merupakan lawan kepalsuan; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Hasad : 1. Dengki; 2. Suatu keadaan psikis ketika sese-orang menginginkan hilangnya suatu karunia, kemampuan atau kebaikan, secara nyata atau kha-yal, yang dimiliki oleh orang lain.
Al Hasib : 1. Yang Maha Membuat Perhitungan; Dia yang mencukupi karena Dia adalah yang dibutuh-kan apa yang dimiliki-Nya. Allah Swt. adalah yang mengukur setiap sesuatu dan Dia yang mencuku-pinya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Hati ‘adam : 1. (Syath) Hati yang membuktikan kebenar-an kalimat tauhid; membuktikan apa saja, akon-akon dunia dan wujud jiwa raga, zat, sifat dan af’al-nya hamba, semua telah mati, semua telah tiada (‘adam)
Hati yang bening : (Lih. Tashfiatul qalbi)
Hati Nurani : 1. (Syath) Hati jantung, letaknya tepat ditengah-tengah dada, tandanya detak jantung. 2. (Syath) Wujud lembut yang dibangsakan gaib, tetapi bukan Al-Ghaib, bukan Diri-Nya Tuhan Zat Yang Al-Ghaib; yang dijadikan Allah dari cahaya. Supaya wataknya seperti para Malaikat-Nya, harus diisi dengan ilmu yang menjadikannya terbuka supaya dapat tembus langsung pada keberadaan Diri-Nya, Zat Yang Al-Ghaib yang sangat dekat sekali dengan rasa hati. Hati nurani ini kewajiban-nya adalah melaksanakan tarekat (lih. tarekat). Af’al-nya selalu mengajak kepada kebajikan, sifat-nya ya’rifullaha, zatnya muqabilatun ilallah. Hati ini ‘adam (lih: hati yang ‘adam)
Hati Sanubari : 1. (Syath) Hati yang wataknya menuruti keinginan-keinginan jasmani-lahiriah.
Al Hayy : 1. Yang Mahahidup; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Hidayah : 1. Petunjuk; 2. Berkaitan dengan petunjuk dan bimbingan dari Allah.
Hijab : 1. Tutup; tirai; kain selubung; cadar; 2. (Syath) Sesuatu yang menghalangi hati seorang hamba terhadap Tuhan-Nya Dzat Al Ghaib Yang Wajib Wujud-Nya.
Al-Hikmah : 1. Hikmah; 2. Berkaitan erat dengan keadilan, bermakna “berbuat tepat sesuai dengan waktunya”. Hikmah adalah keseimbangan sempur-na antara ilmu dan amal.
Huwa : 1. Dia; 2. Dia yang tersembunyi di dalam hati, naluri atau suara hati; 3. Ia adalah diri tinggi wujud ghaib. Huwa menunjukan esensi itu sendiri yang senantiasa berada dalam kegaiban dan tetap tidak terbandingkan pada dirinya sendiri; 4. (Syath) Dia yang AsmaNya Allah, Yang Wajib WujudNya Dzat Yang Al Ghaib.

Huruf I

Ibadah (ibadat) : 1. Perbuatan yang menyatakan bakti kepada Tuhan. 2. Seluruh aktivitas seseorang yang terdapat dzikir yang mempertalikan seseorang dengan Tuhannya
Iblis : 1. (Syath) Nama diri setan, makhluk bangsa jin; 2. (Syath) Makhluk yang sangat berani melakukan ablasa terhadap Tuhannya; yang watak akunya melecehkan keberadaan wakil-Nya di bumi ini abaa was takbara, menjadi pembantah yang nyata pada kehendak Tuhannya.
Ibnu ‘Arabi : Nama lengkap beliau adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn ‘Arabiyy, Abu Bakr al-Hatimiyy at-Ta’iyy al-Anadalusiyy (1165 – 1240). Muhyiddin (penghidup agama) adalah gelar beliau, gelar lainnya adalah asy-Syaikh al-Akbar (guru yang agung). Dilahirkan di Mursia, Spanyol bagian Tenggara, kemudian hijrah ke Seville. Ibnu ‘Arabi biasanya dihubungkan dengan doktrin wahdatul wujud, karena dianggap pendirinya, walaupun dalam berbagai karangannya beliau tidak pernah menggunakan istilah tersebut. Karya mistiknya ba-nyak sekali baik dalam bentuk kitab maupun risa- lah. Diantaranya al-Futuhat al-Makkiyyah, Fusus al-Hikam, Mafatih al-Gaib, Bulgah al-Gawas.
IhdinashshiraathalMustaqim. : 1. Ihdina – mengan-dung makna bagi yang dibuka rasa sadarnya sebagai hamba yang apes, hina, tidak bisa apa-apa, tidak tahu apa-apa, tidak punya apa-apa. Sahdan bisanya hanya menambah salah dan dosa. Maka kesa-darannya lalu berkata : Seandainya tidak diberi hidayah yang nyata olehNya, tidak hanya apes, hina dina dan sama sekali sia-sia serta rugi dalam menjalani hidup ini, bahkan matinya pun akan sesat selama-lamanya. Tidak bisa pulang kembali ber-temu dengan DiriNya Illahi. Padahal itulah yang amat sangat ditakuti. Shiratal-mustaqim itu dhahir-nya syareat dengan batin yang mapan di hakekat. (Lih. Hakekat). 2. (Syath) Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan satu-satuNya milikMu itu. (bukan jalan–jalan yang menceraiberaikan kami dari jalan-Mu, sebagaimana yang Engkau firmankan dalam Surat Al-An’am ayat 153 itu).
Dan oleh karena jalan itu adalah milikMu. Maka memang seharusnya bahwa kewajiban yang perta-ma-tama adalah mengenali DiriMu sebagai Dzat Yang Wajib WujudNya. Oleh karena itu kami sama sekali tidak enggan dan sama sekali tidak malu bertanya kepada yang ahli tentang ini, lalu meng-ikuti jejak para malaikatMu yang Engkau dekatkan itu. Untuk berbuat sujud, yakni kal-mayyiti diha-dapan wakilMu dimuka bumi. Yang kami sadari memang harus dengan kesungguhan memerangi nafsu. Sebagaimana dalam petunjukMu dalam Surat AL-Hijr 98: “fasabbih bihamdirabbika wakun minassajidina.”
JalanMu yang sangat lembut dan samar-samar. Sebagaimana DiriMu Yang juga sangat lembut sekali untuk dapat selalu dihayati. Mudah sekali terjadi dengan tiba-tiba lupa mengingati apa lagi hingga menghayati. Sedangkan syaitan dan wadya balanya yang lembut dan yang kasar. Begitu beraneka dan bermacam-macam. Sebanyak jenis dan macam makhlukMu dijagad manusia, jin dan syaitan. Maka dengan tanpa pembimbingnya Al-Hadi sang Penunjuk jalan yang Engkau percaya mewakiliMu sebagai tugas penerusan utusanMu. Yang menjelaskan perihal hidahMu. Banyak terjadi yang terdapat di tengah jalan. Akibat gejolak nafsu dan syaitan yang terus menerus memburu, lalu mudah sekali ditumbuhi watak ngendelake benere dewe, ngendelake panemune dewe, ngendelake wicarane dewe. Lalu sama sekali lupa dengan akibat yang akan diperolehnya. Yaitu “faqod ta’arrodha liahwaaisysyaithaani lahu”. Maka benar-benar telah menawarkan dirinya supaya disesatkan syaithan.
Ihsan : 1. Kebajikan, kesempurnaan, keutamaan atau keindahan spi-ritual. 2. a. Berbuat kebaikan yang sudah semestinya dilakukan yang menyangkut har-ta, kata-kata, tindakan dan segenap keadaan, b. Beribadah dengan penuh kehadiran dan kesadaran, seperti seseorang yang benar-benar melihat Tuhan-nya, c. Merenungkan dan memikirkan Allah dalam segala sesuatu dan setiap saat.
Ikhlas : 1. Tulus hati; dengan hati yang bersih; 2. Membersihkan perbuatan dari segala ketidak-murnian (termasuk apa yang timbul dari keinginan untuk menyenangkan diri sendiri dan makhluk lain); 3. Membebaskan perbuatan (lahir dan batin) dari selain Tuhan yang berperan dalam perbuatan itu; 4. (Syath) Orang yang beribadah kepada Allah sedemikian rupa sehingga tidak memperhatikan kalau dirinya itu sedang beribadah, tidak memper-hatikan dunia dan penghuninya dan tidak meng-inginkan balasan di dunia dan akhirat.
Illa Huwa : 1. (Syath) Rahasia yang terkandung dalam kalimat itsbat; 2. (Syath) Ada dan Wujud DiriNya Dzat Satu-satuNya Yang Al Ghaib (Isinya Huw) yang keberadaanNya abadi dalam rasa hati.(lih. Huwa, kalimat itsbat Illallah)
Illallah : 1. Hanya Allah; 2. (Syath) Kalimat itsbat (yang ditetapkan dalam rasa hati) yaitu Ada dan Wujud-Nya Illahi yang meski Al-Ghaib nyata sekali mudah diingat-ingat dan dihayati. Hakekat Yang Ada dan Wujud itu hanya satu, Diri-Nya Illahi. Dia tidak nampak oleh mata hati karena terdinding oleh wujudnya jiwa raga dan rasa memiliki (akon-akon) dunia ini.
Ilmu Syaththariah : (Syath) 1. Asal kata Syathara yang artinya membelah menjadi dua, yang dibelah adalah kalimah tauhid Laailaha Illallah. Laailaha adalah kalimah nafi (yang harus diperjuangkan menafikan semua hal selain Tuhan termasuk wujudnya jiwa raga) dan Illallah adalah kalimah isbat (ditetapkan di dalam hati nurani, roh dan rasa adalah DiriNya Illahi = IsiNya Huw) ; 2. Ilmu rasa yaitu ilmu yang berada di dalam rasa; 3. Ilmu yang menjaga, me-melihara dan melestarikan dzikir yang mencapai martabat rasa (dzikir sirri)(lih. martabat rasa); 4. Ilmu yang menunjukan “pintunya mati”, supaya bisa mati dengan selamat; 5. Ilmu yang memper-temukan inti manusia (rasa, sirr) dengan tempat asalnya yakni DiriNya Dzat Yang Al Ghaib; 6. Ilmu yang menunjukan tentang keberadaan diri Tuhan Yang Al-Ghaib, Allah Asma’-Nya supaya mata hati( hati nurani) dapat menangkap dengan yakin dan jelas atas keberadaan Diri-Nya Tuhan itu, hingga dengan mudah dapat selalu diingat-ingat dalam segala tingkah laku dan perbuatan, di mana saja, kapan saja serta dalam keadaan apa saja.
Iman al-Ghazali : nama lengkap beliau adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad al-Ghazaliyy at-Tusiyy(450 – 505 H). Lahir dan meninggal di Thus kawasan Khurasan. Beliau dikenal sebagai seorang filsuf dan ulama sufi yang mendapat gelar kehormatan Huzzah al-Islam. Berkeliling berbagai negeri untuk menuntut ilmu antara lain Naisabur, Baghdad, Hijaz, Syam dan Mesir. Karangannya yang terkenal Ihya Ulum ad-Din.
Iman Ali Zainal Abidin : Imam Sajjad (Ali bin ibn Husain yang dijuluki Zainal Abidin dan Sajjad) Wasithah ke 5 (61 H – 66 H) merupakan putra dari Imam Husain yang masih hidup. Ketiga saudara beliau (Ali Akbar 25 tahun, Ja’far 5 tahun dan ‘Ali Ashghar masih bayi) terbunuh sebagai shuhada dalam peristiwa Karbella. Pada waktu peristiwa Karbella, Imam Zainal Abidin sakit keras dan dikirim ke Damsyik.
Imam Husain bin Ali : Wasithah ke 4, Ahlu Bait sekaligus cucu Nabi Muhammad SAW ke 2 dari Fatimah Az-Zahro’(putri Nabi). Beliau lahir pada bulan Sya’ban tahun 4 H ( 8 Januari 626 M). dan meninggal di Gurun Karbella setelah berperang dengan pasukan Yazid pada 10 Muharam 61 H (10 Oktober 680 M). Iman Husain bersama saudaranya (yang juga Wasithah 3) Iman Hasan, sempat mendapat didikan dari Nabi SAW.
Imam Mahdi (Al-Mahdi) : (Syath) 1. Imam mereka yang dikehendaki Allah memperoleh hidayah dari-Nya; 2. Imam mereka yang memurnikan Islam sebagai agama yang lurus menatap wajahNyaDzat Yang Wajib WujudNya, Al Ghaib dan Allah Asma-Nya dan hanya itu saja satu-satunya yang ditetapkan Ada dan WujudNya dalam hatinurani roh dan rasanya, sehingga benar-benar menghayati maksud menTauhidkan Dzat Sifat dan Af’alNya. 3. Imam mereka yang dengan taat dan sungguh-sungguh mengikuti sunnahNya Nabi Muhammad SAW dan sunnahnya para wakil-Nya yang lurus (hingga sampai dengan selamat bertemu Allah). 4. Hamba yang dibentuk olehNya senantiasa berada di dalam hidayahNya, supaya hidayah yang diperoleh dari Tuhannya itu diberikan pula kepada hamba yang dikehendaki olehNya memperoleh hidayahNya; sehingga menjadi hamba yang mau dan rela terus menerus melakukan jihadunnafsi hingga nafsunya (yang tidak lain wujud jiwa raganya) menjadi kalah lalu rela dijadikan kendaraannya hatinurani, roh dan rasa mendekat kepada Tuhannya sehingga sampai dengan selamat dan bahagia bertemu lagi dengan-Nya. 5. Orang yang mendapat hidayah dan memim-pin orang yang mendapat hidayah pula dari Allah dan berperan mengembalikan Hak Allah dab Hak Nabi Muhammad SAW ke tempat yang semestinya. (lih. Hak Allah dan Hak Nabi Muhammad SAW);
Imam Muhammad Ja’far Shodiq : Washitah ke 7 (114 – 148 H). Imam Muhammad Ja’far Shodiq adalah imam ke tujuh dari dua belas imam pengganti keturunan Rasul. Beliau lahir pada tahun 83 H/720 M dan wafat tahun 148 H/785 M). Nama julukannya adalah Abu Abdillah dan gelarnya yang terkenal adalah As-Shadiq, Al-Fadhil dan Ath-Thahir. Beliau adalah putra Imam Muhammad Al Baqir (Imam ke enam) dan ibundanya adalah putri al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Imam Ja’far Shadiq dibesarkan oleh kakeknya Imam Zainal Abindin di Madinah selama 12 tahun dan selanjutnya di bawah perlindungan Ayahandanya selama 19 tahun.
Inti Manusia” : (Syath) Bertempat di dalam rasa yang begitu dalam (rasa bertempat di dalam roh dan roh bertempat di dalam qalbun nuraniyun), merupakan nyawa manusia itu sendiri. “Inti manusia” ini tempat asalnya dari Diri-Nya Dzat Al Ghaib Yang Wajib WujudNya. Antara “Inti Manusia” dengan DiriNya Dzat Yang Al Ghaib dan Allah AsmaNya sama sekali tidak ada jarak dan juga tidak ada batasnya. Bagaikan kertas dan putihnya. Bagaikan sifat dan mausuf. Dengan mengetahui jati dirinya merupakan benih fitrahnya sendiri, inti manusianya sendiri, yang tempat asalnya dari Tuhan Dzat Yang Maha Rahman, dengan sendirinya pasti tahu terhadap Diri Tuhannya sebagai tempat asal usulnya sendiri.
Iqra’ bismirabbikalladzi khalaq” : 1. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw; yang artinya (harafiah); “bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan”; 2. (Syath) Membaca keberadaanNya. Keberadaan Ada dan WujudNya Dzat Yang Maha Esa, Dzat Yang Al Ghaib, yang oleh Malaikat Jibril dibisikkan kedalam dadanya lewat terlinga kirinya. Kemudian secara turun menurun sebagaimana yang dilakukan al-Hadi hingga kini kepada yang dikehendaki.
Istighfar : 1. Memohon ampun; 2. Memohon ampunan Zat Yang Maha Suci untuk menutupi dosa dan kesa-lahannya dan menghapuskan konsekuensi-konseku-ensi dosa dan kesalahannya.
Ismu Dzat : (Syath) Dzikir keempat dari tujuh macam dzikir (Dzikir dalam Syththariah). Yaitu melafalkan Allah (sebanyak 7 kali). Arah yang dipukul dagu tepat di tengah-tengah dada. Mengarah pada ruh yang keberadaannya di dalam hati nurani. Menya-darkan dan memahi bahwa ruh yang menandai ada-nya hidup dan kehidupan dengan ke luar masuknya nafas dalam dada, lalu karena itu wujud jiwa raga mempunyai daya dan kekuatan, ini semua adalah Min Ruuhihi (Daya dan KekuatanNya Allah Swt).
Itsbat : (Lih. Illallah)
Itsbat Faqod : (Syath) Dzikir ketiga dari tujuh macam dzikir (Dzikir dalam Syththariah). Yaitu “Illallah” yang dilakukan sebanyak 7 kali. Dipukulkan ke dalam hati nurani dengan dagu. (Lih. Thawaf). Bermaksud mempetegas, bahwa hanya Diri-Nyalah (IsiNya Huw) Yang Wujud dan Yang Ada, sehingga hati yang menjadi markas besarnya nafsu law-wamah benar-benar diam, tidak mengganggu perja-lanan dan cita-cita hati nurani, ruh dan rasa dalam tujuan mendekat sehingga sampau ma’rifat kepada-Nya.
Itba’ : (Syath) Mengikuti, mencontoh dalam ucapan dan tingkah laku Rasul – Guru Yang Hak dan Sah sebagai wakil Rasul.
Iyyakana’ budu waiyyaakanasta’in.: 1.(Syath) Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Ada-lah ungkapan hamba yang pandai bersyukur, ridha dan ikhlas kepadaNya. Juga ungkapan hamba yang secara nyata rasa hatinya mengenali Ada dan Wujud DiriNya. Ungkapan hamba yang deple-deple dan pasrah bongkokan kepadaNya. 2. (Syath) Hanya kepada Eng-kaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Sebab kami menyadari bahwa kulluman ‘alaiha faanin Wayabqo wajhu Rabbika dzul Jalali wal ikraam (Q. S. Ar- Rahman 26-27).
Kami menyadari dengan seyakin-yakinnya dalam rasa ini. Dengan ajaran dariMu lewat Utusan yang Engkau tugasi itu bahwa Huwal awwalu Huwal-akhiru, Huwa adzdzahiru Huwa al-bathinu. Hanyalah DiriMu Satu-satuNya Dzat Yang Wajib WujudNya yang meskipun Al Ghaib dekat sekali dalam rasa hati sebab selain DiriMu. Termasuk wujud diriku dan apa saja yang menempel disini, sebenarnya memang tidak wujud dan tidak ada (Engkau adakan Wujudnya adalah sebagai ujian untuk dapat lulus ditiadakan, agar tidak menjadi hijab yang mematikan hati untuk menemuiMu lagi).
Karena itu betapa al-fakirnya hambaMu ini. Kalau sekiranya tidak hanya untuk menyembah kepada-Mu, maka hidup kami akan sia-sia dan sesat selama-lamanya. Maka aku akan selalu nggandul kepadaMu. Sebab betapa keadaan hidup yang aku jalani. Semua tergenggam ditanganMu, maka hanya kepada-Mu aku mohon pertolongan dan kasih sayang.

Huruf J

Al Jabbâr : 1. Yang Maha Memaksa, Yang menerapkan kehendak-Nya dengan cara pemaksaan pada segala sesuatu, dan kehendak wujud-wujud lain tidak dapat mengatasi-Nya. Segala sesuatu tidak ada yang lepas dari genggaman-Nya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Jabarut : 1. Alam Kemahaperkasaan, Alam Kerajaan, Alam Kemahakuasaan atau Hakikat Illahi; 3. (Syath) Alam hamba yang ditarik oleh fadhal dan rahmat Allah (karena memperoleh beberan, sawab, berkah dan pangestunya Wasithah; buah dari tu-memennya pada Dawuh Guru); ditarik membuk-tikan Dawuh Guru. Yakni rasanya yang dirasakan hanya Ada dan WujudNya Tuhan (fana dzat; membuktikan mati selamat); menjadi ahli surga “fii maq’adhi shidqin ‘inda malikin Muqtadirin”.
Jagad Kecil : 1. Dada manusia; 2. Representasi dari jagad besar (lih. alam kabir).
Jagad Besar : (lih. alam kabir)
Al Jalil : 1. Yang Penuh Keagungan; Dia yang memenuhi syarat kemuliaan, kebesaran dan ketinggian. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Jaman Al Mahdi: 1. (Syath) Jaman di mana hamba Allah dipermudah untuk menerima, menangkap dan mencerna, menghayati dan mengamalkan hidayah Allah SWT, sehingga menjadi hamba yang imannya ma’rifatun wa tashdiqun (lih. Iman Mahdi). 2. (Syath) Suatu jaman dimana Allah menetapkan hamba-hambaNya dalam keadaan rela memenuhi petunjuk dan perintah Al Mahdi yang tidak lain pelanjut tugas rasulNya. Sebab keberadaanya menu-rut firmanNya juga sebagai saksi. 3. (Syath) jaman dimana ummat sama sekali tidak berani berselisih dengan ayat-ayatNya Allah. Yang semua ayat-ayatNya Allah ini pada dasarnya mengarah pada satu titik kebenaran tentang Al HaqNya yang Mutlak dan Wajib WujudNya.. Keberadaan DiriNya Al Ghaib ini tidak mungkin dapat diketahui apabila tidak lewat rasulNya (QS Takwir 24, Al Imran 179 dsb).
Al Jami’ : 1. Yang Maha Mengumpulkan; Dia yang memadukan hal-hal yang sama, hal-hal yang berbe-da dan hal-hal yang bertentangan; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Jasad : 1. Tubuh manusia; 2. (Syath) Unsur kejadian manusia yang pertama dan keberadaan di dunia dibatasi umur; 3. (Syath) Wujud nafsu manusia yang dijadikan Allah, sengaja hendak diuji; oleh diberi hati (hati sanubari : lih. hati sanubari) yang harus terus menerus diperangi (jihaadul akbar) hingga mau patuh dan tunduk dijadikan kendara-annya hati nurani, ruh dan rasa untuk mendekat hingga sampai dengan selamat kepada-Nya
Jihadunnafsi : 1. (Syath) Memerangi hawa nafsunya sendiri hingga patuh dan tunduk dijadikan kendaraan oleh cita-cita hati nurani, roh dan rasa mendekat hingga sampai kepada Tuhan; 2. (Syath) Jihadulakbar.
Huruf K
Al Kabir : 1. Yang Maha Besar dan Maha Agung. Dia yang memiliki kebesaran (kibriya’), dimana kebe-saran sama dengan kesempurnaan dzat (kesem-purnaan eksistensi). 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Kalimah Itsbat : (Lih. Illallah)
Kalimah Nafi : (Lih. Laailaaha)
Kalimah Thoyyibah : (Syath) kalimah Laa ilaha illa allah. Yang diturunkan Ilahi menjadi kunci. Kunci yang membuka hati nurani, roh dan rasa mengenali Diri Tuhannya. Namun harus dengan mengenali Nabi Muhammad SAW yang diberi hak untuk membuka.
Kal-mayyiti : 1. (Syath) Mengikuti perintah dan dawuh Guru secara totalitas, pasrah, bagai orang yang mati ditangan orang yang memandikannya.
Kal mayyiti baina yadil ghasili : 1. (Syath) Member- lakukan diri patuh dan tunduk kepada yang berhak dan sah mensucikan yaitu Wasithah. 2. (Syath) Berbuat dan memberlakukan diri bagai watak Malaikat-Nya Allah dalam berlaku sujud di hadapan Wakil-Nya Allah di muka bumi. 3. (Syath) Patuh dan tunduk mengguru kepada wakil Tuhan di muka bumi pada Al Hadi, mengikuti jalan orang yang menunjukkan ilmunya kembali memenuhi Dzat Dia Yang Al Ghaib Ada dan WujudNya.
Al Karim : 1.Yang Mahamulia, Yang Maha Pemurah; dia yang memaafkan, memenuhi janji bila berjanji, berlebihan bila memberi; dia juga tidak memper-hatikan beberapa banyak yang diberikannya atau siapa yang diberinya. Allah Maha Pemurah Hati. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Katut Siliring Qudratullah : 1. (Syath) Mengikuti kehendak dan ketentuan Allah. 2. (Syath) Hamba Allah yang tandangnya (kerja yang dijalani-nya, ibadahnya, pengorbanan dan pengabdiannya kepada Allah) dilakukan dengan dinamis, aktif dan kreatif, tetapi sama sekali tidak berani ngaku, sebab seyakinnya mengetahui bahwa yang bisa Tuhan, Yang kuat Tuhan, Yang empunya segala, Tuhan, yang obah osik (yang bergerak) juga Tuhan.
Al Khafidh, Ar-Rafi’: 1. (Yang Maha Merendahkan, Yang Maha Meninggikan). Dia yang merendahkan orang-orang kafir dengan kutukan dan meninggikan orang Mukmin dengan keselamatan. Dia memuli-akan hamba-hamba suci-Nya dengan mendekatkan diri mereka dengan-Nya dan menghinakan musuh-musuhNya dengan menjauhkan mereka. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Kesadaran insan kamil : (Syath) Hamba yang dikehen-daki olehNya diberi hikmah adalah tumetesnya Nur dari Cahaya WajahNya, dimasukan kedalam akal si hamba. Kemudian (karena demikian terjadinya) maka hamba tadi lalu memiliki Kesadaran Insan Kamil. Si hamba sama sekali tidak merasa benar, tidak merasa suci dan tidak merasa sempurna, kesemua hal ini tidak ada dalam rasa jiwanya.Yang ada pada pengakuan dirinya, si hamba merasa orang paling hina sendiri sejagad, paling bodoh tidak bisa apa-apa, paling jelek sendiri meski dibandingkan dengan kere (orang miskin) di bawah kolong jembatan (lih. insan kamil, martabat insan kamil).
Al Khabir : 1. Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Sadar dan Maha Mengawasi; tidak informasi raha-sia yang tersembunyi dari-Nya, karena tidak ada yang terjadi di langit atau di buni, tidak ada atom yang bergerak, tidak ada jiwa yang resah atau tenang, tanpa diketahui oleh-Nya. Artinya sama dengan Yang Maha Tahu, namum bila pengetahuan (‘ilm) itu mengenai rahasia-rahasia ghaib, maka disebut ‘tahu’ (khibrah) dan yang memilikinya disebut “Dia Yang Mengetahui Segalanya”. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Khaliq : 1. Yang Maha Pencipta, Nama ini sinomim dengan Al Bari’ (Yang mengadakan dari Tiada), Al Mushawwir (Yang Maha Pembentuk). Allah Swt adalah pencipta (khaliq), karena Dia adalah perencanan (muqaddir), yang menghasilkan (bari’), karena Dia memulai eksistensi dan pembentuk (mushawwir). Dia menyusun bentuk-bentuk segala sesuatu yang diciptakan dengan sebaik-baiknya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Kibr : 1. Merasa memiliki kelebihan dan bersikap angkuh terhadap oran lain; 2. Menganggap diri sen-diri lebih unggul dari pada orang lain.
Kifarat : 1. Tebusan; 2. (Syath) maksudnya untuk mene-bus dosa dan kesalahannya sendiri terhadap kebera-daan hati dan rasanya sendiri yang seharusnya menurut asli kefitrahannya itu bercahaya bening dalam mengingatiNya, menghayati dan merasakan betapa Keberadaan-Nya Dzat Yang AlGhaib Yang Allah AsmanNya itu dalam rasanya.
Namun keyataan tidak demikian. Keberadaan hati dan rasanya bahkan sepertinya habis diperalat hawa nafsu dan sahwatnya, cipta angan-angan dan gagasannya, berbagai macam keinginan serta keadaan yang terjadi pada jiwa raganya. Ini yang harus di tebusi itu agar tidak berkepanjangan sampai dengan saat datangnya pati. Kifarat tidak ada batasannya. Menurut tingkat dan kemampuan masing-masing orang yang mempersiapkan hidup-nya untuk bercita-cita mendekat hingga sampai marifat kepadaNya.
Al-Kitab : 1. Kitab-kitab yang berisi Wahyu Allah (mis., Al-Qur’an, Zabur, Taurat, Injil); 2. (Syath) Kitab yang terpelihara di Lauh Mahfudz-Nya, yang tidak akan dapat menyentuhkan (isi kandungan mengenai kebenaran Mutlak-Nya) apa bila tidak disucikan (hatinya) oleh-Nya. Yang disucikan oleh Allah adalah mereka yang berimannya dengan Al-Ghaib (lih. Al-Ghaib) dengan rela dimintakan petunjuk kepada ahlinya. 3. (Syath) Jika dikaitkan dengan ibadah shalat; maka shalatnya ditegakkan sesuai syariat dan hakikat, shalat yang benar-benar memenuhi perintah Allah; “Dirikanlah shalat untuk mengingat-ingat Aku” (QS. Thaha; 14).
Kullu Syai’in Bila Huwa Baathilun : (syath) Ungkapan Imam Ali bin Abu Thalib Ra selaku guru Wasithah sesudah Nabi Muhammad SAW, bahwa segala sesuatu (perbuatan apa saja, gerak gerik lahir maupun bathin manusia) tanpa dengan Huwa batal. Huwa adalah dhamir. Sesuatu yang tersimpan di dalam hati. Tentang DiriNya Dzat Al Ghaib yang dekat sekali. Maka tanpa denganNya, semua dan apa saja semu dan pura-pura, batal dan sia-sia.
Huruf L
Ladunni : 1. “Pemberian Allah”; 2. Ladunni mengacu pada jenis pengetahuan yang diberikan kepada Nabi Khidir as. Pengetahuan ini berasal langsung dari Hadirat Allah. Pengetahuan ini tidak diperoleh melalui riset, perenungan atau akal. Ladunni adalah pengetahuan langsung para Wali Allah yang datang melalui rasa (dzawq) dan penyingkapan (kasyf) dan dianugerahkan kepada mereka oleh Allah.
Lahut : 1. (Syath) Alam ruh; 2. (Syath) Ruh yang ditarik oleh fadhal dan rahmat Allah (karena memperoleh beberan, sawab, berkah dan pangestunya Wasithah; buah dari tumemenya pada Dawuh Guru), ditarik membuktikan Fanak Fillah. Hamba yang demikian adalah hamba yang sadar seyakin-yakinnya bahwa Yang Bisa, Yang Kuat, Yang Pemilik Segala yang biasa diaku, Yang Obah Osik dan Ada serta Wujud hanyalah Tuhan. Dalam rasa hatinya yang nampak hanyalah Tuhan (Isinya Huw); merupakan murid yang berada dalam derajat manggon (lih. manggon).
Laailaaha : (Syath) Kalimah nafi. Tidak ada yang dituhankan sama sekali. Kosong, fanak dan nafi. Karena itu juga sama sekali tidak ada apapun yang diingat dan dihayati. Apalagi dijadikan tempat tujuan dan dicintai, termasuk wujud jiwa raganya sendiri.
Laailaaha illa Ana, fa’buduuni (QS Al Anbiya’ 25): 1. Tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku. 2. (Syath) Adalah kalimat tauhid yang menyatu dengan sistem kerohanian manusia dan yang dengan sendirinya dengan tiada yang ahli untuk menjelaskan, tidak mungkin akan dapat diketahui. Apalagi dapat dihayati dan diamalkan secara nyata. Terhadap apa-pun dan bagaimana cara menafikan segala hal yang menjadi hijab terhadap penglihatan mata hati agar dapat menyaksikan Diri Illahi, tanpa ilmu tidak mungkin sama sekali.
Lakon : 1. Perbuatan, kejadian; peristiwa; 2. Laku dalam kehidupan; 3. (Syath) Ibadah yang dapat dilaksa-nakan oleh jasad; 4. (Syath) Keberanian dalam ber-juang, berkorban dan berbakti, memenuhi kewajib-an syariat dan tekad membentuk akhlak yang mu-lia, guna memproses penafian (peniadaan) wujud jiwa raga.
Al Lathif : 1. Yang Maha Lembut dan Maha Halus; orang patut disebut bajik kalau dia mengetahui seluk beluk hal-hal yang bermanfaat, dan juga segi segi yang tersembunyi, bersama apa yang pelik tentangnya dan apa yang bajik. Selain itu, dalam menyampaikan kepada mereka yang patut meneri-manya, dia menempuh jalan kelembutan, bukannya jalan kekerasan. Karena makna sempurna dari “yang penuh kebajikan”, memadukan kelembutan tindakan dengan kehalusan persepsi. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Lil-Muqorrobin : 1. (Syath) Kerelaan hamba Allah yang berniat untuk mempersiapkan diri supaya didekat-kan oleh Allah SWT kepada Diri-Nya; 2. (Syath) Orang yang bersungguh-sungguh dalam berjihadun-nafsi dalam cita-cita dan tujuan mendekatkan diri kepada-Nya, dimasukkan hamba yang ketika mera-sakan mati yang hanya sekali, wajahnya berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.

Huruf M

Mahabbah : 1. Cinta; 2. Cinta yang luhur, suci dan tanpa syarat kepada Allah. Pencapaian cinta mengubah murid dari “orang yang menginginkan Allah” menjadi murad “orang yang diinginkan Allah
Mahdi : (lih Imam Mahdi)
Al Majîd : 1. Yang Maha Mulia; Dia yang mulia dzat-Nya, yang indah tindakan-Nya dan yang berlimpah ruah pemberian dan karunia-Nya; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Majnûn : 1. Kegilaan atau gila; 2. Nama majnun menga-cu pada sang pecinta yang seluruh obsesinya pada sang Kekasih dan kerinduannya untuk bersatu dengan-Nya menyebabkan dirinya tidak sadarkan diri (mabuk). Sang pecinta yang sudah mabuk oleh sang Kekasih merasa dirinya tidak berarti. Dimata dunia dia telah kehilangan kewarasannya, tetapi sesungguhnya dia bijaksana.
Makanan Roh : Dhikir Allah, Allah, Allah.
Malakut : 1. Alam samawi dan malakut; 2. Alam Kera-jaan; 3. (Syath) Alam yang ada dalam dada manusia yang dipersiapkan oleh Allah Swt sebagai “markas besarnya” Cahaya Illahi yang kekal dan abadi yang langsung tembus pada keberadaan Citra Diri-Nya Dzat Yang Al Ghaibu Yang Wajib Wujud-Nya dan Allah Asma-Nya, apabila hati nurani, roh dan rasanya berfungsi. 4. (Syath) Alam Malaikatul – Muqorrobin; murid yang senantiasa berusaha terus menerus mendidik, melatih dan mujahadah agar dirinya terus menerus tumemen (bersungguh-sung-guh) menjalani petunjuk dan perintahnya Wasithah. Bermacam ujian berupa cobaan, derita yang harus dialaminya (baik kemudahan maupun kesulitan) semua menjadi rabuk (pupuk) yang menyuburkan tumemennya. Hal demikian adalah murid yang ditarik fadhal dan rahmat Allah (karena memper-oleh beberan, sawab, berkah dan pangestunya Wa-sithah), ditarik pada derajat sabar (lih. dasar sabar).
Al Malik : 1. Maha Raja; yang pada esensi dan sifat-sifat-Nya tidak membutuhkan membutuhkan wujud apapun, sementara setiap wujud membutuhkan Dia. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Maaliki yaumiddin. : (Syath) Yang menguasai hari pembalasan. Dia-lah Maha Raja Diraja Yang Berdiri Sendiri dan Berkuasa. Di hari yang setiap manusia pasti akan menemui. Dan yang ketika masih di sini. Karena nafsu yang menghidupi lalu menguasai. Maunya pergi dan lari. Karena maunya semua orang takut mati.
Padahal bagi yang kenal DiriNya secara baik dan benar jalannya. Lalu menjadikan hidup di dunia ini untuk dikelola guna pancatan yang kokoh bagi cita-cita pulang kembali menemuiNya. Mati adalah pun-cak kebahagiaannya. Menjadi pintu gerbang berte-mu dengan DiriNya A-GhaibNya dengan wajah yang berseri-seri kerena merasakan nikmatnya mati. Karena Tuhannya melihat (dengan mata hati yang padang karena sirnanya semua hijab yang menu-tupi). Sebagai mana firman Nya diSurat Al-Qiyamat.
Dengan Maliki yaumiddin yang dihayati dalam rasa hati. Maka zaman keadilan sebagaimana cita-cita ummat akan terpenuhi. Sebab semua hamba yang Aku sebutkan dimuka akan dipandaikan diri untuk mengadili diri. Dengan jihadunnafsi yang selalu menghidupkan semangat mendekat, maka, rasa takutnya apabila Tuhan menjauh dari dirinya (yang menyebabkan rasa menjadi berat merasakan nikmatnya meng- ingat-ingat dan menghayati keberadaan DiriNya Yang dekat sekali) menjadi-kannya selalu bertaubatan nasuha.
Manggon : 1. Bertempat tinggal; ngomah; 2. (Syath) Istiqomahnya hati, mapan dalam Dawuh Guru
Al Mani’ : 1. Yang Maha Pelindung; Dia yang melawan sebab-sebab kehancuran dan kemerosotan dalam urusan-urusan keagamaan dan duniawi dengan menciptakan sebab-sebab yang diperuntukan bagi melindungi; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Manusia merdeka : 1. (Syath) Manusia yang rasa jiwanya merdeka sejati dan sempurna; 2. (Syath) Manusia yang bebas dalam mengaktualisasikan fi-trah jati dirinya. Bebas dari perbudakan nafsunya sendiri, sehingga tingkah laku dan perbuatannya benar-benar selalu berada di dalam siriling qudra-tullah. Perbuatannya bukan karena perintah nafsu-nya sendiri (lih. katut siriling qudratullah).
Maqâm : 1. Kedudukan; bermakna tingkatan jalan yang ditempuh oleh sang penempuh jalan sufi (murid), menjadi tempat berdiri baginya dan tidak merosot; 2. (Syath) Kedudukan spiritual. Maqâm diperoleh dan dicapai melalui upaya dan ketulusan murid. Perolehan ini sesungguhnya terjadi berkat Rahmat Allah (berkat beberan, sawab, berkah dan pangestu Guru Washitah). Suatu kedudukan adalah suatu kualitas jiwa yang “tetap” yang berbeda dengan sifat sementara dari keadaan spiritual (Hal) (lih. Hal). Jika sang murid naik ke maqam yang lebih tinggi, dia tidak meninggalkan maqam yang lebih rendah, melainkan melakukan perjalanan bersama-nya. Ketika tercapai kualitas-kualitas keadaan terpuji yang berkenaan dengan suatu kedudukan khusus, maka segenap kualitas itu semakin kukuh dan mantap serta tetap bersamanya dalam kenaikan-kenaikan yang tiada henti.(lih. Tujuh pendakian)
Ma’rifat (Ma’rifah) : 1. Mengenal dan mengetahui berbagai ilmu secara ringkas dan rinci; 2. Penge-tahuan Illahi. Pengetahuan hakiki yang datang me-lalui “penyingkapan”, “penyaksian”, dan “cita rasa” (dzauwq). Pengetahuan ini berasal dari Allah. 3. (Syath) Menyaksikan (melihat dengan jelas dan nyata) kepada Ada dan Wujud DiriNya Dzat yang dimuka bumi Al Ghaib. Kejadiannya hanya terjadi di alam pati. Ditarik Allah membuktikan fana dzat. Karena itu sama sekali tidak bernafasdan rasa seyakinnya merasakan Wujud DiriNya.
Ma’rifatun wa tashdiqun : (Syath) ma’rifatun; imannya karena telah memperoleh petunjuk Guru maka hatinya telah dapat mengenal dan mengetahui DiriNya Dzat Yang NamaNya Allah dan selalu berusaha untuk diingat-ingat dan dihayati, dimana saja, kapan saja dan sedang apa saja. Sedangkan tashdiqun maksudnya membenarkan bahwa yang telah secara hak dan sah menunjuki ilmu untuk mengetahui Ada dan Wujud DiriNya Dzat Yang Allah namaNya (Isinya Huw) adalah hamba yang secara hak dan sah ditugasi Illahi melanjutkan tugas risalahnya Junjungan Nabi Muhammad SAW adalah wakilnya/khalifahnya yang memperoleh warisan Ilmu Nubuwah (lih. Nubuwah).
Ma’ruf : 1. Orang yang arif kepada TuhanNya; 2. (Syath) Orang yang mengetahui dan mengenali Jati DiriNya Dzat Yang Al Ghaib yang asmaNya Allah.
Martabat Ahadiyat : (Syath) Martabat pertama dari martabat tujuh; 1.Esensi Tuhan Yang Mutlak tanpa nama dan sifat, sehingga tidak nampak dan tidak dikenal siapapun; 2.Pada martabat ini Yang Ada dan Wujud hanyalah Diri-Nya. Satu-satu-Nya Dzat Yang Tan Kinira kinaya ngapa. Dialah Dzat yang kemudian memberi nama pada Diri-Nya Allah;
Martabat Alam Ajsam : (Syath) Martabat keenam dari martabat tujuh; 1. Alam benda-benda yang kasar yang tersusun dan berbeda-beda yang satu dengan yang lainnya; 2. Martabat ketika bakal manusia diproses Allah SWT dalam kandungannya sang ibu. Setelah genap 120 hari berupa daging, Allah memasukkan ke dalam bakal manusia ini roh-Nya, kemudian ditetapkan sekali perihal nasibnya, umur, rezeki, nasib baik – buruk dan amal-amalnya.
Martabat Alam Arwah : (Syath) Martabat keempat dari martabat tujuh; 1. Dinamakan Nur Muhammad Saw yaitu ibarat dari keadaan sesuatu halus semata, Roh Tunggal yang merupakan asal roh segala makhluk; 2. Hakekatul insan telah berada di alam arwah. Alam Daya dan Kekuatan Tuhan (yang setelah dimasukkan ke dalam bakalan manusia yang asalnya dari mani, dari tanah liat-lumpur yang tidak berharga), ternyata di aku oleh watak akunya nafsu. Martabat alam arwah ini diberadakan Tuhan supaya arwah yang tidak lain adalah daya dan kekuatan Diri-Nya ini akan dapat dijadikan untuk mendorong semangat dan kesungguhan manusia di dalam berjihadunnafsi hingga nafsunya benar-benar kalah lalu rela patuh dan tunduk dijadikan kendaraannya hatinurani, roh dan rasa mendekat hingga selamat sampai kepada-Nya lagi.
Martabat Alam Mitsal : (Syath) Martabat kelima dari martabat tujuh; 1. Merupakan diferensiasi dari Nur Muhammad tersebut ke dalam roh perseorangan yang dapat ditamsilkan ‘laut’ selaku alam roh melahirkan dirinya dalam bentuk ‘ombak’ sebagai alam mitsal; 2. Merupakan struktural yang lembut tentang hati dan akal budi, yang akan menjadi penentu bagi kehidupan manusia. Pada martabat ini, Tuhan membuka tabir bahwa apapun yang ada pada jagad besar, semua itu ada pula dalam jagad kecil. Alam mitsal ini adalah sebagaimana yang dialami Nabi Muhammad SAW, yang oleh Allah dijalankan menemui Diri-Nya ketika Isra’ daan Mi’raj. Sebelum berangkat (dengan kendaraan Buraq), beliau oleh guru-Nya (Malaikat Jibril) disucikan. Dibelah dadanya. Disucikan dengan air zamzam (lambang ilmu yang bening dan suci hingga seyakinnya mengenali Diri-Nya Dzat Al Ghaib Yang Maha Suci). Buraq adalah simbul nafsul muthmainnah. Nafsu yang secara utuh telah dapat dikendalikan sesuai dengan tujuan mengendarai-nya. Pengendara yang senang hati dan disenangi Illahi kembali kepada-Nya, masuk menjadi hamba-Nya, bukan hamba nafsu, bukan hamba dunia, bukan hamba taghut.
Martabat Insan Kamil : (Syath) Martabat ketujuh dari martabat tujuh; 1. Alam paripurna, yang padanya terhimpun segenap martabat sebelumnya, sehingga martabat ini disebut Tajalli (penampakkan); 2. Manusia sebagai hamba Allah yang dibentuk oleh-Nya telah secara pasti mencakup alam ahadiyat, alam wahdat, alam arwah, alam mitsal dan alam ajsam. Hamba ini sengaja dijadikan wakil-Nya untuk membimbing manusia supaya selamat pulang kembali Kepada-Nya. Mereka ini adalah para Nabi-Nya, para Rasul-Nya, para penerus tugas kerasulan-nya Nabi Muhammad SAW, yaitu para wasithah yang silsilahnya tidak pernah terputus sama sekali hingga kini sampai hari kiamat.
Martabat Kamilun : (Syath) Salah satu dari empat martabat yang dipunyai Guru Washitah yaitu sem-purna dan menyempurna-kan (kamil mukammil)
Martabat Murbiyyun : (Syath) Salah satu dari empat martabat yang dipunyai Guru Washitah yaitu tidak jemu-jemu mengingatkan dan membimbing si mu-rid supaya mempunyai kesabaran (ketahanan men-tal, tahan ujian dalam memberlakukan jihadunnafsi terhadap dirinya sendiri).
Martabat Mursyidin : (Syath) Salah satu dari empat martabat yang dipunyai Guru Washitah, yaitu memperoleh pelimpahan wewenang dan izin untuk menunjukkan Ilmu tentang Al-Ghaib-Nya Zat Yang Allah Asma’-Nya serta jalan lurus-Nya supaya dapat selamat sampai kepada-Nya dari guru yang silsilahnya beranai tidak pernah putus sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib hongga Nabi Muhammad SAW dan memberi petunjuk atas berbagai tingkat temuan si murid agar tidak manjadi hambatan dan rintangan terhadap tujuan dan cita-cia yang hendak dicapai yakni ma’rifat billah.
Martabat Nashihun : (Syath) Salah satu dari empat martabat yang dipunyai Guru Washitah yaitu memberi nasehat yang tidak bertentangan dengan firman-firman Allah dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi.
Martabat Rasa : (Syath) 1. Relanya hati untuk melaksanakan lakon (lih. lakon) dan pitukon (lih. pitukon) untuk tujuan mendekat kepada-Nya (ber-juang, berkorban dan berbakti dalam memenuhi ta’atnya kepada Guru) dengan ikhlas yang seikhlas-ikhlasnya. Rasa hati yang tulus ikhlas karena Allah, dengan Allah, dijalan Allah, untuk Allah sehingga dia “tidak merasa” bahwa dirinya berkorban dan berbakti.
Martabat Wahdat : (Syath) Martabat kedua dari martabat tujuh; 1. Penampakan esensi Tuhan pada tingkat ini berupa hakikat Muhammad; 2. Martabatnya hakikat Nur Muhammad. Nukad gaib. Benih gaibnya manusia yang “menyatu dengan Diri-Nya”. Hakekat Muhammad adalah Cahaya Terpuji-Nya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya itu sendiri. Cahaya yang dengan Dzat-Nya sama sekali tidak pernah pisah, bagaikan sifat dan mausuf, bagaikan kertas dan putihnya.
Martabat Wahidiyat : (Syath) Martabat ketiga dari martabat tujuh; 1. Merupakan hakekat insan yakni Ilmu Tuhan mengenai Diri-Nya, sifat-Nya dan alam semesta ini secara terinci dan pembedaan yang satu dari yang lain, atas jalan perceraian; 2. Martabat hakekatul insan. Allah telah menjadikan adanya rasa yang menjadi dasar manusia. Tetapi pada martabat ini rasa yang akan menjadi dasar manusia ini masih murni, yaitu rasa yang hanya merasakan bahwa Yang Wujud dan Yang Ada hanya Diri-Nya Illahi yang jelas dan nyata. Selain Diri-Nya sama sekali belum ada.
Martabat Tujuh : 1. Konsep wujudiah yang dikem- bangkan oleh Muhammad bin Fadl Allah Al Burhanfuri dalam bukunya Al-Tuhfah Al.Mursalah; bahwa wujud Allah untuk dapat dikenal dengan melalui tujuh martabat yakni Ahadiyat, Wahdat, Wahidiat, Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam dan Insan Kamil. (lih. martabat Ahadiyat, Wahdat, Wahidiat, Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam dan Insan Kamil). Martabat pertama sampai ketiga bersifat kadim dan azali, “karena martabat yang tiga ini pada ketika itu tidak ada yang maujud, melainkan Dzat Allah SWT. 2. (Syath) Martabat ini mengandung dua muatan; Pertama, hendak mem-buktikan bahwa jagad manusia lahir batin dan jagad maya dengan segala isinya, merupakan bangunan Karya Illahi yang “munjer” pada Keberdaan Diri-Nya.Yakni bagaikan “samudra” tanpa batas dengan segala yang ada di dalamnya. Semua makhluk yang berada dalam samudra ini hidupnya, bernafasnya, berdaya dan bertenaganya, bergerak, makan dan minumnya, juga matinya tetap berada dalam “samudra”. Kedua, apabila tidak yakin mengenali Keberadaan Diri-Nya Yang Al-Ghaib (hanya men-duga-duga saja dari tempat yang jauh, harga diri nafsunya, gengsi bertanya kepada ahlinya, dalam QS. Saba’, 53, ditetapkan kufur oleh-Nya), lalu menjadi hamba yang fasik.
Mati : 1. Sudah hilang nyawanya, tidak hidup lagi; 2. (Syath) Puncak kehidupan manusia. Puncak kenik-matan dan kebahagiaan, tetapi juga puncak keseng-saraan selama-lamanya, apabila sesat dijalan, tidak dapat kembali bertemu dengan Diri-Nya Tuhan lagi; 3. (Syath) Hari kebangkitan. Bangkitnya kesadaran seseorang yang dengan jelas, gamblang dan secara yakin dirasakan terhadap salah atau benarnya mati.
Mati Idtirâri : (Syath) mati seperti yang lajim diketahui (hilang nyawanya)
Mati Ikhtiar : 1. (Syath) Matinya hawa nafsu; 2. (Syath) Mati fana, keluarnya sifat-sifat kemanusiaan serta meninggalkan segala keinginan, segala kehendak dan segala hawa nafsu; 3. (Syath) Mati sebelum mati 4. (Syath) Membunuh kehendak, kesenangan, pamrih supaya tidak mempunyai kehendak sendiri, kesenangan sendiri. Sebab jika nafsu mempunyai kehendak sendiri, bebas memilih kesenangan dan keinginan sendiri, akan menguasai, memerintah, menjajah hati nurani, roh dan rasa untuk mengikuti kemauannya yang menyimpang dari jalan Tuhan.
Mati yang benar : 1. (Syath) Mati dan jasadnya bosok (kembali keasalnya masing-masing dengan sempur- na); ruh sirna, hati ngadam (lih. hati adam). 2. (Syath) Dapat selamat merasakan betapa bahagi-anya bertemu dengan Diri-Nya Tuhan.
Al Matin : 1. Yang Maha Kokoh; Dzat Yang Maha Kuat Batin (lih. Al Qawiyy); 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Mawla : 1. Pembimbing; 2. Penunjuk; 3. Pemimpin; 4. Teman yang penuh kasih sayang. 5. Penerus Rasul; 6. Penuntun dibidang ilmu hakekat; yang memper-temukan hakekat manusia dengan hakekat Tuhan.
Memburu uceng kehilangan deleg (peribahasa jawa) : (Syath) Uceng adalah ibarat nikmat pemberiannya yang dikejar dan diburu dengan pengerahan segala potensi lahir batin manusia untuk dapat mengu-asainya. Deleg ibarat Sang Pemberi yang sama sekali tidak dikehendaki untuk diketahui, dikenali apalagi dijadikan tempat tujuan.
Memperalat Tuhan : (Syath) Wujud jiwa raga manusia ini sebenarnya tidak bisa apa-apa. Bernafaspun sebenarnya juga tidak. Apalagi kemudian mempu-nyai daya dan kekuatan lalu bisa mendengar, bisa melihat, bisa mencipta angan-angan, menggagas, bisa berfikir, bisa bekerja mengelola garapan dunia. Sebab fisik manusia ini dicipta Allah dari sesuatu yang hina dan tidak bisa apa-apa. Allah memulai ciptaan manusia ini dari tanah. Menjadikan ketu-runannnya dari sari pati air yang hina. Kemudian menjadi berharga dan ada nilainya tidak lain karena disempurnakan oleh Allah dengan meniupkan ruhNya kedalam jasad manusia.
Roh yang menandai adanya kehidupan berdunia berupa keluar dan masuknya nafas serta berdaya kekuatan, sebenarnya ini adalah ruhNya. Daya dan KekuatanNya, BisaNya, KuatNya dan Af’alNya. Namun ternyata semua diaku oleh manusia.
Wujud jiwa raga manusia ini sengaja dijadikan demikian oleh Allah sebagai ujian guna dapat dijadikan kendaraan pulang kembali kepadaNya dengan cara dan jalan yang harus patuh dan tunduk pada aturan main-Nya (yang karena Dia tidak ngejawantah maka membentuk wakil atau utusan), sama sekali tidak dipenuhi. Diingkari bahkan melebihi batas.
Menolong Allah : 1. (Syath) Melakukan jihadunnafsi untuk dapat hidup menurut kehendak-Nya, yang tidak akan terjadi tanpa kehadiran hidayah-Nya.
Menuhankan akal : (Syath) Memandang diri cukup, tidak memerlukan lagi petunjuk dari orang lain meskipun pembawa petunjuk itu atas kehendak Allah.
Al Muakhkhir : (lih Al Muqaddim)
Al Mubdi’, Al Mu’id : 1. Yang Maha Memulai; Yang Maha Memulihkan. Dia yang memberikan kebe-radaan (mujid) (bila penciptaan tidak didahului se-suatu seperti penciptaan, disebut permulaan; tetapi bila didahului sesuatu seperti penciptaan, maka disebut pemulihan atau perbaikan). Allah Swt. mulai menciptakan ummat manusia dan Dia juga yang akan memulihkan atau memperbaiki mereka yaitu mengumpulkan mereka pada hari kebangkitan. Segala sesuatu dimulai bagi Dia dan dipulihkan kepada Dia; dimulai dalam dia dan dalam Dia diperbaiki; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Muhaymin : 1. Yang Maha Memelihara, berkenaan dengan Allah Swt. artinya adalah yang mem-perhatian makhluk-makhlukNya, seperti mengurusi tindakan-tindakan mereka, rezeki mereka dan saat kematian mereka. Dia memperhatikan mereka de-ngan pengetahuan-Nya, Milik-Nya dan perlin-dungan-Nya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Muhibbah Ilallah : (Syath) Orang-orang yang mencintai Allah. Mereka yang disebut sebagai Asy-Syaththoor. Meski pada lahirnya tetap sebagaimana layaknya manusia hidup didunia, namumsemua hal tentang dunia telah keluar dari dalam hatinya. Orang-orang ini maqamnya tetap berada dalam sabda Nabi Muhammad SAW “ Muutu qabla anta muutu”. Senantiasa mendidik diri merasakan betapa nikmatnya mati sebelum mati. Rasa hatinya yang dirasakan lezat dan nikmat adalah mengingat-ingat dan menghayati DiriNya Dzat Yang Al Ghaib, Allah AsmaNya dan Wajib WujudNya.
Al Muhshi : 1. Yang mengetahui segala sesuatu. Dia yang mengetahui satu persatu hal secara mutlak adalah Dia yang dalam pengetahuan-Nya batas-batas tiap-tiap obyek maupun kuantitas dan dimen-sinya terungkap; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Muhyi, Al Mumit : 1. Yang Maha Menghidupkan; Yang Maha Mematikan; adalah mewujudkan (bila obyeknya hidup maka membuatnya disebut meng-hidupkan, sedangkan jika obyeknya mati, maka me-lakukannya disebut membunuh. Tidak ada yang menciptakan mati dan hidup kecuali Allah Swt; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Mu’izz, Al Mudzill : 1. ( Yang Maha Memuliakan, Yang Maha Menghinakan). Dia yang memberikan kekuasaan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya dan mengambil kekuasaan dari siapapun yang dikehendakinya. Kekuasaan sejati berupa bebas dari keadaan membutuhkan, kekuasaan hawa nafsu dan aibnya kebodohan. Orang yang tabir hatinya telah diangkat oleh Allah, sehingga dia dapat menyak-sikan keindahan kehadiran-Nya dan yang telah diberi olehNya keecukupan, sehingga dia dapat bebas dari makhluk-Nya dan yang ditolong-Nya dengan kekuatan dan dukungan, sehingga dia dapat mengurus sifat-sifat jiwanya : maka dia adalah orang yang dimuliakan Allah dan diberi Allah kekuasaan. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Mujahadah : 1. Perjuangan dan upaya spiritual melawan hawa nafsu dan berbagai kecenderungan jiwa rendah. Mujahadah merupakan perang terus mene-rus (jihad akbar). 2. (Syath) Memerangi nafsunya sendiri supaya, rela, patuh dan tunduk ditunggangi oleh cita-cita hati nurani, ruh dan rasanya mendekat kepada-Nya hingga sampai; 3. (Syath) Niatan me-ngubah darah (alawah) yang mengalir dalam jasad-nya supaya menjadi darah seperti yang mengalir dalam jasad Nabi Muhammad Saw, dan masuk dalam ithrati. Yang dimaksud adalah darah yang mendorong tumbuhnya watak dan pribadi seperti watak dan pribadi para Malaikat-Nya Allah Swt, sujud kepada wakil-Nya di bumi, rela mengor-bankan kehormatan harga diri dan gengsinya watak akunya, demi perintah Tuhannya memberlakukan diri kal mayyiti baina yadil ghasili.
Al Mujib : 1. Yang Maha Mengabulkan; Dia yang menjawab doa’-doa’ mereka yang memohon de-ngan membantu mereka, seruan mereka yang menyerunya dengan menjawabnya, dan menjawab janji si miskin dengan apa yang mereka butuhkan. Sesungguhnya Dia memberi rahmat kepada permohonan. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Mukaddimah : (Syath) 1. Pelataran atau tangga untuk masuk ke dalam ilmu Syaththariyah; banyaknya tujuh macam dzikir, disesuaikan dengan jumlah nafsu manusia yang juga tujuh. Sebab bercita-cita supaya dapat selamat pulang kembali bertemu dengan DiriNya Illahi harus dengan mengendarai nafsu. 2. Salah satu persiapan untuk mendapat izin dari Guru yang hak dan sah menunjukan ilmu Syaththariyah (dilatih mukaddimah).
Mukallaf : 1. (Syath) Sudah dapat menerima pengertian dan sudah dapat menyimpan rahasia (salah satu syarat untuk meminta petunjuk Ilmu Syaththariah).
Mulazimatu Dzikir : (Syath) Langgengnya dzikir; yakni mengeluarkan dari dalam hati ingatan kepada apa saja selain isi-Nya Huw.
Al Mulk : 1. Raja Yang Maha Berdaulat; Dia melak-sanakan apa yang dikehendakiNya dan Dia meng-hendakiNya, mewujudkan dan menghancurkan; me-lestarikan dan menyirnakan. Al Mulk artinya kera-jaan dan Al Malik artinya berkuasa dengan kuasa yang sempurna; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Mu’min : 1. Yang Maha Terpercaya, yang dariNya datang keselamatan dan keamanan, karena Dia memiliki sarana-sarana untuk mendapatkan kesela-matan dan keamanan, serta sarana-sarana untuk menolak bahaya. Allah Tabaraka wa Ta’âla, karena dari Dia sajalah datangnya keselamatan dan keamanan. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Mumit : (lih. Al Muhyi); Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Muqaddim, Al Muakhkhir : 1. Yang Maha Men-dahulukan, Yang Maha Mengakhirkan; Dia yang mendekatkan dan menjauhkan; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al-Muqarrabun : 1. (Syath) Dijadikan oleh Allah SWT hamba yang hidup dan matinya didekatkan (oleh Allah sendiri) kepada-Nya; hingga dijamin oleh Nya memperoleh ketentraman dan rezeki serta jannatun na’im. 2. (Syath) Orang yang imannya mencapai haqqul yakin, sehingga dalam shalatnya hatinya khusyu’ berdzikir kepada Allah; 3. (Syath) Derajat yang hanya dapat dicapai jika itba’ sepenuhnya kepada Nabi Muhammad SAW (dan atau kepada para wakilnya yang hak dan sah). Yang harus diikuti secara total adalah ucapan dan perbuatannya, Ilmu dan Amalnya, lahir dan batinnya; yang diikuti dengan rasa hati yang senantiasa nginjen-nginjen Satu-SatuNya Zat 4. Orang-orang dengan fadhal dan rahmatNya didekatkan olehNya, didekatkan kepadaNya, lalu akan memperoleh ketenteraman dan rezeki serta jannatun na’im (QS. Waqi’ah : 88 – 89).
Muqorrobuuna : 1. (Syath) HambaMu yang Engkau bentuk manjadi firmanMu di Surat. Al-Waaki’ah ayat 88 dan 89 itu. “adapun jika dia termasuk orang yang didekatkan (kepadaMu) maka dia memper- oleh ketentraman dan rizki serta jannatun na’im.”
Adalah hamba yang mengalir dalam cahaya nura-ninya, Nur Muhammad yang telah menjadi inti manusianya sendiri. Lalu mengerakkan jihadunnafsi hingga sampai saat mati karena tidak engkau bangkitkan menjadi hamba yang sebagaimana firmanMu di Surat Asy-Syu’ara ayat 89. Engkau jadikan: man atAllaha biqolbin salim. “Orang yang telah sampai kepada Allah dengan hati yang telah selamat “. sehingga ketika mati rasa nikmat yang ditemui, Engkau yakin dengan: “Wujuhun yauma idzin naadhirah, ilaa Rabbiha naadhirah”. Itulah mereka yang putih berseri wajahnya, maka mereka berada dalam rahmad Allah dan kekal di dalamnya. FirmanMu di Surat Ali Imran ayat 107.
Al Muqit : 1. Yang Maha Pemelihara; pencipta makanan bergizi dan Dia yang memberikannya kepada tubuh sebagai makanan dan kepada hati sebagai pengetahuan. Dia yang mengambil alih segalanya, Yang Maha Kuasa, karena pengambilalihan dapat terjadi melalui kekuasaan dan pengetahuan. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Muqsith : 1. Yang Mahaadil; Dia yang menuntut keadilan untuk pihak yang mendapatkan perlakuan buruk dari pihak yang memberikan perlakuan buruk; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Muqtadir : (lih. Al Qadir).
Muraqabah : 1. Latihan merenung disertai rasa takut kepada Allah; 2. Istilah yang diterapkan pada kon-sentrasi yang penuh waspada dengan segenap keku-atan jiwa, pikiran dan imajinasi, serta pemerik-sanaan yang dengan-Nya hamba mengawasi dirinya sendiri dengan cermat. 3. Buah awal dari mura-qabah adala melindungi bisikan-bisikan (kuatir) hati dan persoalan yang terbuka akibat muraqabah tersebut, disamping menjaga rasa malu menurut sifat-sifat umum maupun khusus.(lih. dasar muraqabah).
Murid : 1. Siswa, pelajar; 2. Orang yang belajar pada seorang Guru; 2. (Syath) Seseorang yang telah men-dapat berkah untuk mengamalkan ilmu Syath-thariyah; 3. (Syath) Hamba yang berkehendak ber-temu dengan Tuhannya.
Al-Musallin : 1. Orang yang melakukan shalat secara terus menerus akan tetapi mereka lupa di dalam shalatnya.
Musyahadah : 1. Penyaksian atau visi; 2. Sejenis pengetahuan langsung tentang hakikat. Penyaksian ini terjadi dalam berbagai cara.
Al Mushawwir : 1. Yang Maha Pembentuk. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ). (lih. Al Khaliq)
Mushawwifien :1. (Syath) Orang-orang yang dikehen-daki oleh-Nya menempuh jalan sufi (dalam penger-tian tashfiyatul-qalbi). Yakni membeningkan hati, sehingga hari ruh dan rasanya selalu diupayakan berada dalam satu titik temu terhadap mengingat-ingat, menghayati dan merasakan nikmatnya dzikir. Juga terhadap nikmatnya mengingat-ingat dan menghayati Isinya Huw dalam segala gerak-geriknya, tingkah lakunya dalam perbuatannya.
Al Muta’ali : 1. Yang Maha Tinggi; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Mutakabbir : 1. Yang Memiliki Kebesaran. Yang Maha Agung, yang memandang segala sesuatu ti-dak patut dipertimbankan dalam kaitannya dengan diri-Nya, yang melihat kebesaran dan kemuliaan itu hanya pada diri-Nya dan memandang yang lain seperti Raja memandang hamba sahaya-hamba sahaya atau abdi-abdinya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Muthahharuun : 1. Orang yang disucikan; 2. (Syath) Hamba yang ditarik oleh fadhal dan rahmatNya, disucikan olehNya sehingga akan menjadikan hamba yang dapat menyentuh isi kandungan Al Qur’an yang sebenarnya adalah Kalamullah = memancarnya Cahaya WajahNya yaitu bunyinya Nur Muhammad.
Muttaqien : Orang-orang yang beriman kepada Al Ghaib (Isinya Huw).
Muutu qabla antamuutu : 1. “Matilah engkau sebelum engkau mati”. 2. Carilah ilmunya mati untuk dapat dijadikan belajar mati, sebelum engkau semua mati.
Huruf N
Nabi (1): 1. Seseorang yang menerima berita dari tempat yang “tinggi”, dan memiliki hujjah yang tinggi sehingga mampu mengatai hujjah-hujjah lain yang dihadapkan kepadanya; 2. Berkonotasi hubungan seseorang dengan Tuhan secara langsung tanpa perantara manusia lainnya, atau melalui para malaikat-Nya.
Nabi (2): 1. (Syath) Seorang nabi, wali Allah yang memiliki pengetahuan unik tentang Al Ghaib; yang mengajak manusia kembali kejalan yang lurus; 2. (Syath) Asal kata nabu, derajat yang sengaja dibentuk oleh Allah Swt., dengan caraNya Sendiri. Dia perintahkan utusanNya (Malaikat Jibril) supaya (hamba yang diderajatkan nabi ini) dibacakan secara utuh dan menyeluruh perihal Al HaqNya. Yakni tentang keberadaan Jati Diri Dzat Yang Wajib WujudNya dan memperkenalkan keberadaan Ada dan WujudNya itu dengan nama Allah, Dzat Yang Al Ghaib (lih. Al Ghaib). Pembacaan ini terakhir hanya kepada hambaNya bernama Muhammad yang kemudian sebagai nabi terakhir dan penutup semua nabi-nabiNya Allah Swt. Kenabiaannya menjadi tauladan panutan. Panutan lahir dan batin. Tauladan yang utuh dan lengkap tentang bagaimana memproses diri kembali bahagia bertemu dengan Dzat Al Ghaib dan Wajib WujudNya, seperti persis yang dialami oleh Nabi sendiri. Karena itu beliau juga seorang Rasullah, lil alamin, untuk seluruh alam hingga kiamat. Sebagaimana hukum dunia yang berlaku, Nabi Muhammad Saw yang berupa jasad, wafat dan dikkuburkan layaknya sebagai manusia pada umumnya. Tetapi Nur Muhammad-Nya sebagai fitrah intinya jatidiri yang selalu bersentuhan dengan Cahaya FitrahNya Sang Jati Diri, tidak ikut mati. Sang Penunjuk tentang hal itu terus berlanjut dan tidak akan pernah berhenti hingga hari kiamat. (lih. Hak Rasullah Saw).
Nafi Itsbat : (Syath) Termasuk bagian pertama dari tujuh dzikir. Kalimah nafi itsbat (kalimah thoyyibah) adalah Laa ilaaha illallah. Dzikir ini dilakukan sebanyak mungkin dengan menghidupkan cipta angan-angan, bahwa semua hal tentang dunia dan apa saja termasuk jiwa raganya, nafi (tidak ada). Dibarengi dengan hati mengintai-intai DiriNya Illahi (IsiNya Huw). (lih. Illallah).
Nafsu : 1. Hasrat; 2. Keinginan (kecenderungan, dorong- an) hati yang kuat; 3. (Syath) Pengaruh yang da-tang dari dalam diri sendiri yang menyebabkan diri sama sekali tidak melakukan jihadunnafsi guna berbuat bagai malaikat-Nya Allah berlaku sujud (kal mayyiti baina yadil ghoosili) di hadapan wakil-Nya Allah dimuka bumi, yakni Guru Wasithah yang hak dan sah.
Nafsu Amarah : (Syath) Nafsu pertama dari tujuh macam nafsu; letaknya di dada agak sebelah kiri, tentaranya senang berlebihan, royal, angah-angah, hura-hura, jor-joran, serakah, dengki, dendam, iri, membenci, bodoh tidak tahu kewajiban, sombong, tinggi hati, senang nurut syahwat, suka marah-marah.
Nafsu Lawwamah : (Syath) Nafsu kedua dari tujuh ma-cam nafsu; letaknya ada di dalam hati sanubari di bawah susu yang kiri, kira-kira dua jari. Tentaranya: enggan, acuh, senang memuji diri, pamer, senang mencari aibnya orang lain, senang menganiaya, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
Nafsu Mulhimah : (Syath) Nafsu ketiga dari tujuh macam nafsu; tempatnya kira-kira dua jari ke arah susu yang kanan dari tengah dada. Tentaranya : suka memberi, sederhana, menerima apa adanya, belas kasih, lemah lembut, merendahkan diri, taubat, sabar dan tahan menghadapai kesulitan serta siap menanggung betapa beratnya melaksanakan kewajiban.
Nafsu Muthmainah : (Syath) Nafsu keempat dari tujuh macam nafsu; tempatnya dalam rasa kira-kira dua jari ke arah susu kiri dari tengah dada. Tentaranya : senang sedekah, tawakal, senang ibadah, senang bersyukur kepada Tuhan; ridha kepada hukum, ketentuan Allah dan takut kepada Allah.
Nafsu Radhiyah : (Syath) Nafsu kelima dari tujuh ma-cam nafsu; tempatnya di dalam rasa, dalam hati nu-rani dan seluruh jasad. Tentaranya : pribadi yang mulia, zuhud, ikhlas, wira’I, riyadhah, menetapi janji.
Nafsu Mardhiyah : (Syath) Nafsu keenam dari tujuh macam nafsu; tempatnya di alam yang samar, mengarah kira-kira dua jari ke tengah dada. Tentaranya : bagusnya budi pekerti, bersih dari segala dosa makhluk, rela menghilangkan kegelap-annya makhluk, senang mengajak dan memberi pepandang kepada ruhnya makhluk.
Nafsu Kamilah : (Syath) Nafsu ketujuh dari tujuh macam nafsu; tempatnya di alam nyamaring nyamar, mengarah di kedalaman dada yang paling dalam. Tentaranya : ilmu yakin, ainul yakin dan haqqul yakin.
Nafsul-muthmaainah : 1. (Syath) Nafsu yang mapan dikendalikan hingga dengan rela dan senang kembali kepada Allah, karena ridha dan cinta-Nya.
Nasut : 1. Sifat kemanusiaan; 2. Alam kemanusiaan dan penciptaan; 3. (Syath) Alam Lupa. Adalah hamba yang thaghut di dalam dadanya (hakekat bumi tempat tinggalnya disuburkan oleh watak iblis) se-lalu mengalir dalam darahnya. Kondisi ini hakekat-nya adalah hakekat berhala yang bergetarnya selalu berusaha membentuk pandangan hidup yang dikira baik, benar, indah; sebenarnya sama sekali tidak diridhai oleh Tuhannya (mendatang amarah-Nya) dan hal ini sama sekali tidak disadari.
Ngaji : (Syath) 1. Singkatan Ngarah Siji; 2. Ngarah = menuju kepada; Ji = Ada dan Wujud Diri-Nya Dzat Yang Maha Suwiji (yang meskipun Al-Ghaibu, Mutlak Wujud-Nya dan amat sangat dekat sekali dalam rasa hati),
NgembariAllah : (Syath) 1. Menyamai Tuhan Allah; 2. Menuhankan ujud jasadnya yang menyentral pada akunya, penyebab adanya keinginan untuk memenuhi tuntutan jasad. Padahal hakekat yang ujud hanyalah Dia semata, karena selain Dia, Tuhan Yang Asma-Nya itu disebut bangsa wujud, yang sebenarnya tidak ada dan tidak ujud. Sehingga kalau ia merasa dan mengaku ujud juga, ini sama dengan menyamai Tuhan Allah.
Nginjen-nginjen : (Syath) 1. Mengintai-intai; 2. Salah satu contoh : menyadari dan merasakan bahwa segala gerak jasad ada “sesuatu” yang meng-gerakkannya
Nubuwwah (Al-Nubuwwah) : 1. (Syath) Ilmunya semua Nabi-Nya Allah, Rasul-rasul-Nya, para wali kekasih-Nya, para Guru Washitah; 2. (Syath) Ilmu yang mempertemukan kembali rahasia inti manusianya sendiri atau firahnya sendiri, jati dirinya sendiri dengan tempat asalnya – fitrah-Nya Allah. Fitrah-Nya Allah adalah Al-Gahib-Nya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya, yaitu Nur Muhammad (lih. Nur Muhammad)
An Nur : 1. Yang Maha Bercahaya; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Nur Muhammad : 1. (Syath) Cahaya Terpuji-Nya Dzat Yang Mutlak Wujud-Nya; yang Cahaya dengan Dzat-Nya bagaikan kertas dan putihnya, bagaikan sifat dan mausufnya, bagaikan gelombang dengan samudranya, kekal menyatu menjadi satu; 2. (Syath) Nur Muhammad ini merupakan “inti” manusia atau hakikat manusia atau fitrah jati diri manusia yang disimpan oleh Allah dalam rasa manusia itu sendiri. Barang siapa yang tahu jati dirinya maka pasti tahu Tuhannya (Lih. inti manusia)..
Nyegara : 1. ki. Lapang dada; . 2. (Syath) Orang yang dapat mewadahi bermacam-macam dan beraneka- ragamnya pendapat, beragam kritikan, beragam sa-ran, beragam masukan; tetap suci dan mensucikan.
Huruf O
Orang Awam : 1. (Syath) Menurut penuturan para Wasithah dalam Risalah Ma’na Sirr Fi Bayani Ma’rifat Billah manusia dibagi tiga yakni orang awam, orang Khas (lih. orang khas) dan Khawasul – Khawas (lih. orang khawasul-khawas); 2. (Syath) Orang yang seluruh hidup dan kehidupannya dipe-rintah dan dipimpin watak akunya nafsu. Akal yang semestinya dapat menjangkau hidayah Allah, habis diperalat dan diperintah oleh watak akunya nafsu. Demikian pula cara mereka beragama (lih. Ciri-ciri orang awam). Orang yang telah berguru pada yang hak dan sah, Ilmu Syaththariah; dapat gagal atau tidak lulus karena ciri-ciri wataknya orang awam tetap kental. 3. Orang awam sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam QS. Al-Anfal 24: Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mem-beri batas (hijab) antara manusia dan hatinya.
Orang Khas : 1. (Syath) Orang yang semula orang awam, ditarik oleh hidayahNya dengan cahaya (nur) yang hanya sebesar lubang jarum yang ada di dalam otaknya (tempatnya akal berpikir), menjadikan akal budinya berfungsi sebagaimana kehendak Allah. Akal budinya bergerak untuk bertafakur mengenai adanya Kebenaran Mutlak (Al-HaqNya Allah Swt) yang dicari dengan sungguh-sungguh hingga berte-mu dengan yang hak dan sah menunjukkan (tafakur billah).
Orang Khawasul–Khawas : 1. (Syath) Semua NabiNya dan semua RasulNya

Huruf P

Pangestu : 1. Izin; 2. Perkenaan dari Guru
Pintunya mati : (Syath) pintu (gerbang) agar selamat dan bahagia pulang kembali kepada Diri Illahi adalah “Nur Muhammad” (lih. Nur Muhammad)
Pitukon : (Syath.) 1. Pembelian : amal; 2. Kerelaan me-ngorbankan harta benda guna memproses penafian akon-akon (dalam hati merasa memiliki) dunia yang kental dengan nafsu sebab dikira miliknya.
Prihatin : (lih. ahlul qurub)
Puji wali Kutub : (Syath) Salah satu mujahadah di dalam mengamalkan Syaththariyah, yang dilaksanakan pa-da dini hari sampai datang pagi dan dipimpin lang-sung oleh Wâshithah (lih.Wâsithah)

Huruf Q

Al Qabidh, Al Basith : 1. (Yang Maha Pengendali, Yang Maha Melapangkan). Dia yang mengambil ruh dari tubuh yang mati ketika meninggal dan memberikan ruh kepada tubuh ketika hidup. Dia mengambil hati dan membatasi hati dengan apa yang disingkapkanNya kepada hati tentang kemuli-an dan keagungan-Nya dan kekurangpedulianNya, sementara Dia memberikan hati dengan apa yang Dia sediakan bagi hati, berupa ketuhanan-Nya, kemurahan hati-Nya dan keindahan-Nya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Qadir, Al Muqtadir : 1. Yang Mahakuasa, Yang Maha Berkuasa; keduanya artinya adalah “Dia yang memiliki kekuasaan”, tetapi “ Yang Menentukan” adalah lebih empatik; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Qahhâr : 1. Yang Maha Menguasai. Dia yang menghancurkan punggung musuh-musuhNya yang kuat dan menundukan mereka dengan membunuh dan menghinakan mereka. Sesungguhnya tidak ada wujud yang tidak tunduk kepada dominasi keku-asaan-Nya dan mereka tidak berdaya dalam geng-gaman-Nya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Qaidah Sembilan : (Syath) Pedoman Azas – Petunjuk yang harus menjadi Dasar – Jiwa Pesantren Takeran yang merupakan amanat dari Alm. Kyai Hasan Ulama’, sebagai pedoman sehari-hari dalam menjalankan pesantren Takeran. Pedoman ini berisi sembilan kaidah. Pedoman ini selajutnya menjadi Pedoman sehari-hari Pesantren Pondok Modern Sumber Daya At Taqwa (POMOSDA) Tanjung Anom Nganjuk dan Gerakan Jamaah Lil- Muqorrobin (Gerjalibin) (lih. Gerjalibin).
Al Qaim : 1. (Syath) Penegak Kebenaran Al HaqNya Al Qur’an yang memuat ribuan ayat-ayat sebagai firman Allah Swt dimaksudkan olehNya sebagai tanda-tanda nyata terhadap keberadaan Al HaqNya. Yakni keberadaan mutlak yang tidak lain Ada dan Wujud DiriNya Dzat Yang Al Ghaib, Mutlak WujudNya, Allah AsmaNya, amat sangat dekat sekali dalam rasa hati.
Qalbun Nuraniyun : (lih. hati nurani).
Qalbun Sanubariyun : (lih. hari sanubari).
Qana’ah : 1. Merasa cukup; 2. Menerima apa adanya; (lih. dasar qana’ah)
Al Qawiyy, Al Matin : 1. Yang Mahakuat, Yang Maha-kokoh; kuat menunjukan kuasa yang sempurna, sedangkan kokoh menunjukan intensifikasi kekuat-an; 2. Dzat Yang Maha Kuat Lahir; Dzat Yang Maha Kuat Batin; 3. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Qayyum : 1. Yang Mahamandiri; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Quddus : 1. Yang Maha Suci; bebas dari setiap sifat yang dapat ditangkap indera atau yang dapat ditangkap imajinasi atau yang menjadi perhatian imajinasi secara naluriah, atau yang dapat mendorong suara hati atau yang dituntut pikiran. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Qunut Nazilah : (Syath) 1. Doa yang wajib dilaksanakan (jama’ah Syaththariyah) pada setiap sholat fardhu pada setiap raka’at terakhir setelah ruku’dengan cara seperti orang berdoa tetapi tangannya terbalik (menghadap ke bawah); 2. Qunut artinya berdiri, diam, kuat, taat, berdoa, rendah hati, serta dengan hati yang prihatin; 3. Doa untuk mengantisipasi terhadap berbagai bencana baik lahir dan bathin yang bertujuan memohon kepada Allah agar kita senantiasa dijauhkan dari temurunnya segala macam mara bahaya, bebendu dan rubeda lahir dan batin dengan hati yang pasrah bongkokan (semende guru).
Doanya, sebagaiman doa qunut pada sholat subuh ditambah : “Allahumma aksyif’anna minal balla’i wal wabaai wal amradhi wath tha’uuni warraihi wal zalzalati was sailil maai waddami wafitnatil jinni wal insi wasysyaitaani wal matharil balaai wal barqi maa laa yaksyifuhuu ghairuka”.

Huruf R

Rabbani : 1. Bersifat ketuhanan. Orang yang berdiri demi dan menegakkan keadilan disebut haqqani. Dia ditransformasikan dalam cara yang diberkahi dengan berbagai sifat Illahi. Dia menjadi Rabbani (bersifat ketuhanan). 2. (Syath) Mereka yang atas ijin Allah mempunyai ilmu yang sempurna. Yang sempurna di dunia dan akhirat ini hanya satu saja. Yakni DiriNya Dzay Al Ghaib Yang Wajib WujudNya, dekat sekali, Allah AsmaNya, amat sangat mudah diingat-ingat dan dihayati dalam hatinurani, roh dan rasa apabila secara benar (hak dan sah) ditanyakan kepada ahlinya.
Ar Rafi’ : 1. Yang Maha Meninggikan. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).(lih. Al Khafidh)
Ar-Rahman, Ar-Rahim : 1. Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pengasih. Dua nama yang berasal dari ‘kerahiman’. 2. Dua Nama Indah Allah dari sembi-lan pulih sembilan Nama Indah Allah (asmâ’ al-husnâ).
Ar-Rahman Ar-Rahim. (tafsir dari Al Faatehah) : 1. (syath) Mempertajam terbukanya kesadaran pada diri hamba yang dikehendaki sebagai al faqir yang selalu butuh kepada Diri Illahi. Karena itu selalu bertekad bulat dan dengan secara benar mengenali DiriNya Yang Al Ghaib supaya dengan mudah diingat-ingat dan dihayati sebagai tempat Yang Kekal dan Yang Abadi untuk menggantungkan diri. 2. (Syath) Ar-RahmanNya membuka cakrawala pikiran yang hatinya mengenali DiriNya Tuhan. Bahwa ia hidup didunia tidaklah sendirian. Banyak yang lain dan bermacam-macam. Untuk diketahui sebagai bacaan betapa luasnya ilmuNya Tuhan. Yang menghidupi hamba meskipun tidak taat ke-padaNya. Dan yang menjadikannya tak tergoncang terhadap tingkah mereka. Yang menjadikan dunia menjadi lahan nafsunya. Hingga emosi dan ambisi yang biasa memabukkan mereka yang menggeluti nafsunya dengan dunianya, tidak akan memahami kandungan kalimah nafi itsbat ini. Ar RahmanNya yang membuka wawasan luasnya karena hidayah yang melapangkan dadanya. Karena telah memaha-mi kalimah thayyibahNya yang tersusun dari kali-mah nafi dan kalimah itsbat ini. Menjadikan dirinya untuk mendidik diri pribadi. Bertapa di tengah-tengah praja (zuhud) dan menyendiri ditengah-tengah kalangan (uzlah). Di tengah praja berkepe-dulian membangun kerja, kerjasama dengan siapa saja. Memajukan sebagaimana layaknya kehidupan berdunia. Namun bertapa rasa hatinya. Tidak kumantil kepada semua ujud yang ada, tetapi ku-mantil kepada Diri Tuhannya. Sehingga jika berhasil membangun apa saja yang besar manfa- atnya bagi sesama, yang disyukuri bukannya wujud-nya bangunan yang melibatkannya, tetapi Diri Ilahi yang menjadikan hati ini mau. Sehingga dengan begitu, amal perbuatannya tidak akan dimakan api, bagai kayu kering yang terbakar habis-habisan, yakni takabur, ujub, ria’ dan sum’ah yang telah menjadi latah. Maka ditengah kalangan tempat kerja kerasnya mengelola garapan dunia; dengan pikiran yang dibekali ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi; tidak ditujukan sebagaimana kebiasaan hidupnya manusia berdunia. Yakni untuk berse-nang-senang dan menumpuk harta, akan tetapi menyendiri demi lakon dan pitukon guna mendekat hingga ma’rifat.
Rahmat : 1. Rahmat dan kasih sayang; 2. Rahmat dzâtiyyah; rahmat anugerah yang diberikan Allah kepada semua makhluk tanpa ada pembedaan; Rahmat khusus (khâshshah) rahmat keharusan yang diberikan Allah kepada hamba-hamba yang memang berhak menerimanya.
Rajiun : 1. (Syath) Kembali kepada Tuhan. 2. (Syath) Isim fa’il bermakna istimrar. Pelaku yang tahu secara persis bagaimana supaya hati nurani roh dan rasanya selalu dapat “ajek” (terus menerus) mengingat-ingat dan menghayati yang dituju. Karena yang dituju adalah DiriNya Tuhan, maka iapun akan dengan sebaik-baiknya menjaga hatinya supaya tidak mudah melupai DiriNya Dzat Al Ghaib yang dijadikan tujuan hidupnya itu.
Ar- Raqib : 1. Yang Maha Mengawasi; Dia yang menge-tahui dan melindungi. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Ar Rasyid : 1. Yang Maha Pandai; Dia yang rencana-rencanaNya disusun untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya menurut cara-cara bertindak yang disetujui tanpa petunjuk seorang penasihat atau arahan se-orang pengarah atau bimbingan seorang pem-bimbing; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Rasul : 1. (Syath) Orang yang diutus membawa risalah atau misi yang diberikan Tuhan kepadanya untuk disampaikan kepada sesama manusia. 2. (Syath) Orang yang selalu menyatu dengan ‘ilm al-nubuw-wah, al-hikmah dan al-kitab.
Ar Ra’uf : 1. Yang Maha Pengasih; Dia yang memiliki belas kasih dan belas kasih merupakan intensifikasi dari kerahiman. Maknanya sama dengan Ar Rahim’; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Rauhillah : 1. Ruh-Nya; (lih. Roh)
Ar Razzaq : 1. Yang Maha Pemberi Rezeki. Dia yang menciptakan sarana-sarana rezeki maupun mereka yang diberi rezeki, dan yang memberikan sarana-sarana kepada makhluk-makhluk maupun mencipta-kan bagi mereka jalan-jalan untuk menikmatikanya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Ridha : lih. dasar ridha
Riya’ : 1. Kemunafikan atau sok pamer; 2. Bagaimana (upaya) agar derajat luhurnya dapat diketahui oleh orang banyak; 3. Menampakkan atau menonjolkan amal-amal saleh, sifat-sifat terpuji atau akidah yang kuat demi memperoleh kekaguman dalam hati orang banyak dan dikenal sebagai orang baik, jujur, alim; bukan demi niat yang ikhlas dan benar; 4. (Syath) Riya’ merupakan salah satu bancana amal, yang bencana itu bagaikan api yang memakan kayu kering. Orang yang belum “merasakan” tetapi berbicara seolah-olah telah “merasakan” adalah salah karena telah melakukan salah satu bentuk riya’. Ia adalah orang munafik.
Riyâdhah : 1. Disiplin asketis atau latihan kezuhudan; Di dalam tasawuf disiplin asketis hanyalah sekedar “sarana” dan bukan “tujuan” itu sendiri.
Roaitu rabbi bi rabbi : 1. Aku melihat Tuhan dengan Tuhan. 2. (Syath) Ilmu untuk mengetahui DiriNya Tuhan juga ilmu tentang Tuhan. Demikian halnya hamba yang dikehendaki mengetahui perihal DiriNya Tuhan, adalah karena semata-mata ditarik oleh fadhal dan rahmat Tuhan, Tumbuhnya niat un-tuk rela bertanya kepada Ahlinya juga karena dige-rakkan sendiri oleh Tuhan. Demikian jua pemberi ilmu tentang DiriNya Tuhan juga Tuhan sendiri.
Ruh : 1. (Syath) Roh; Ruh Illahi (lih. Ruh Illahi) 2. (Syath) Unsur kejadian manusia yang ketiga, letaknya di dalam hati nurani. Wujudnya lebih lem-but dibandingkan hati nurani (lih. hati nurani), di-bangsakan ghaib tetapi bukan Al-Ghaib. Kewajib-an ruh adalah mencapai hakekat. 3. (Syath) Daya dan Kekuatan Tuhan yang dimasukkan ke dalam jasad manusia, ditandai dengan keluar-masuknya nafas, menjadi hidup seperti kita sekarang di dunia ini.
Ruh Illahi : (Syath) Ruh Allah SWT yang diturunkan untuk menarik hamba-hamba-Nya dipertemukan (diperkenalkan) dengan Wujud Diri-Nya Yang Al Ghaib.
Huruf S
Sabar : 1. Tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dsb); 2. Tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu; 3. Sikap berani dalam menghadapi kesulitan-kesulitan; 4. (Syath) Keta-hanan diri supaya tahan uji dalam memberlakukan diri terus menerus melakukan jihadunnafsi selama nafas masih berada dikandung badan (lih. Dasar Sabar).
As Salâm : 1. Yang Maha Sejahtera; yang Zat-Nya bebas dari kerusakan dan kecacatan, yang sifat-sifatNya bebas dari ketidak sempurnaan, yang tidakan-tindakanNya tak ternodai keburukan. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
As Sami’ : 1. Yang Maha Mendengar; Dia yang tidak ada apapun yang dapat didengar terlepas dari pen-dengaranNya, meskipun itu tersembunyi atau ghaib. Maka Dia mendengar rahasia-rahasia atau bisikan-bisikan dan bahkan lebih lembut dan lebih gaib dari ini. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Sesat jalannya (manusia) : 1. (Syath) Manusia yang ketika matinya tidak pulang ke tempat asal mula dari mana ia didatangkan, tidak selamat pulang kembali menemui Tuhannya. Matinya tidak masuk ke dalam tempat yang benar lalu akan merasakan kebahagiaan selamalamanya disisi Tuhan Yang Berkuasa. 2. (Syath) Mereka yang ketika mati wajahnya bermuram durja karena yakin akan merasakan betapa ngerinya malapetaka yang dahsyat. Yakni hidup satu tempat dan satu alam dengan wadya balanya iblis dan syaitan.
Ash Shabur : 1. Yang Maha Sabar; Dia yang tidak terburu-buru bertindak sebelum waktunya, namum memutuskan segala persoalan menurut rencana yang pasti dan mewujudkannya dengan cara-cara yang terlukiskan; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Ash Shamad : 1. Yang Maha Dibutuhkan; Dia yang di-tuju bila dibutuhkan dan Dia yang dimaksud dalam keinginan-keinginan kita, karena kekuasaan puncak ada pada Dia; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Setan : 1. Syaitan; 2. Roh jahat ( yang selalu membujuk manusia supaya berbuat jahat); 3. ki. Orang yang sangat buruk tabiatnya; 4. (Syath) Keadaan apa saja yang ada diluar jiwa raga manusia, yang membentuk pengaruh bahwa hal tersebut dipandang baik, indah, benar dan bahkan disangka ini adalah petunjuk dari Allah sehingga menyebabkan manusia tersebut sama sekali tidak butuh Wasithah.
Shalat Dâim : 1. Kondisi terus menerus dalam keadaan seperti sholat, yakni dzikir yang ada dalam shalat dibawa ke dalam seluruh aktivitas.
Shiraathallladhiina an’amta ‘alaihim. : (Syath) Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka. Nikmat mereka yang Engkau tarik menjadi muqorrobuuna. HambaMu yang Engkau bentuk manjadi firmanMu di Surat. Al-Waaki’ah ayat 88 dan 89 itu. “ adapun jika dia termasuk orang yang didekatkan (kepadaMu) maka dia memperoleh ketentraman dan rizki serta jannatun na’im.”
Adalah hamba yang mengalir dalam cahaya nuraninya, Nur Mmuhammad yang telah menjadi inti manusianya sendiri. Lalu mengerakkan jihadun-nafsi hingga sampai saat mati karena tidak engkau bangkitkan menjadi hamba yang sebagaimana firmanMu di Surat Asy-Syu’ara ayat 89. Engkau jadikan: man atAllaha biqolbin salim. “Orang yang telah sampai kepada Allah dengan hati yang telah selamat “. sehingga ketika mati rasa nikmat yang ditemui, Engkau yakin dengan: “Wujuhun yauma idzin naadhirah, ilaa Rabbiha naadhirah”. Itulah mereka yang putih berseri wajahnya, maka mereka berada dalam rahmad Allah dan kekal di dalamnya. FirmanMu di Surat Ali Imran ayat 107.
Sibghatallahi : 1. (Syath) Masuk kedalam celupanNya Allah dengan rasa jiwa yang tenteram denganNya, sekaligus memenuhi kehendak Allah sebagaimana yang difirmankan dalam QS. Ar Ruum : 30 dan 31.
Sirr atau Rasa : 1. Rasa untuk merasakan berbagai hal dan segala macam tentang dunia dan keadaan emosional batin 2. (Syath) Unsur kejadian manusia yang ke empat dan merupakan inti atau dasar (fitrah) manusia. Tugasnya merasakan kehadiran Tuhan dalam hidupnya, apabila telah sampai ajalnya dapat merasakan betapa nikmat, indah dan bahagia merasakan pertemuan dengan Tuhannya kembali (lih. martabat rasa). Tempatnya di dalam roh manusia yang paling dalam yaitu pada sap ke tujuh.
Siriling qudratullah : (lih. katut siriling qudratullah)
Sucinya jiwa raga : (Lih. Tazkiyatunnafsi)
Sufi : 1. Ahl Al Suffah; orang yang ikut hijrah bersama Nabi dari Mekah ke Madinah. Karena miskin mereka tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dan memakai pelana (suffah) sebagai bantal. Ahl Al Suffah berhati baik dan berakhlak mulia dan tidak pernah mementingkan hal-hal keduniawian. Kondisinya sebagaimana sedang menjalani lakon wara’. 2. Shaf pertama; bagai orang shalat pada shaf pertama, akan diberi Tuhan kemu-liaan dan pahala. Orang sufi akan selalu dimuliakan Tuhan karena semakin dekat rasa hatinya kepada Tuhan. 3. Sufi berarti suci; orang-orang yang berusaha dan yang telah mensucikan diri dari hal-hal tentang duniawi. 4. Sophos berarti hikmah; berkaitan dengan hal hikmah yang merupakan Tuhan. 5. Suf berarti kain yang terbuat dari bulu (wol kasar). Merupakan gambaran orang sufi tidak pernah memakai pakaian mewah dengan berbagai mode. Wol kasar merupakan simbol kesederhanaan dan kemiskinan (tidak mau ngaku dan tidak merasa memiliki apapun, karena kesadaran bahwa yang Ada dan Wujud hanyalah Allah Dzat Yang Maha Ghaib Yang Wajib Wujud-Nya.
Sum’ah : 1. (Syath) Watak agar kehebatan derajatnya dapat didengar oleh orang banyak.
Sunnatul awwalin : (Syath) ketentuan diturunkannya azab dan bebendu yang maha dahsyat akibat pen-dustaannya terhadap hak-hak Junjungan Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah untuk se-luruh umat manusia sampai hari kiamat. Mendus-takan bahwa Nabi SAW itu yang wafat hanya jasadnya saja, sedangkan tugas kerasulannya sama sekali tidak ikut putus hingga kini sampai dengan kiamat nanti. Yaitu dengan disiapkannya pengganti-pengganti oleh Allah sendiri yang kemudian satu persatu gilir gumanti diiturunkan dalam sebuah rantai silsilah yang sama sekali tidak pernah terputus.
Syahadah : 1. Penyaksian atau pengakuan; 2. Gambaran situasi di mana terjadi hubungan langsung antara manusia sebagai subyek yang menyaksikan dengan obyek yang disaksikan. Melalui penyaksian ini terjadilah pengalaman langsung yang membuat keyakinan orang tersebut mencapai tingkat haqqul-yakin.
Asy-Syahid : 1. Yang Maha Menyaksikan; maknanya menunjukan pengetahuan dengan tambahan tertentu yang khas, karena Allah Swt. adalah yang menge- tahui yang ghaib dan nyata (QS.9:94). 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Syaitan : 1. Setan, (lih. setan).
Asy-Syakur : 1. Yang Menerima Syukur; Dia yang memberi pahala berlipat-lipat bagi perbuatan bajik, yang memberikan kebahagiaan yang tidak terbatas di akhirat. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Syariat : 1. (Syath) Semua perintah Allah dan Rasul-Nya (dan juga perintah para penggantinya yang hak dan sah itu) yang dapat dikerjakan dengan anggota jasad, baik yang hablumminallah maupun yang hablumminanas.
Syaththariyah : (lih. ilmu Syathtahriyah)
Syirik : 1. Menyekutukan Allah dengan sesuatu; 2. (Syath) Wujudmu yang kamu aku dan kamu rasakan wujud, 3. (Syath) Berangkatnya dosa syirik yang sama sekali tidak ada ampunannya antara lain:
a. Diakunya keberadaan ruh-nya yang menjadikan wujud jiwa raga ada tanda kehidupan berupa keluar masuknya nafsu serta mempunyai daya dan kekuatan. Padahal semua itu adalah Daya dan KekuatanNya. Dengan demikian maka hidupnya dikendalikan oleh watak aku-nya nafsu. Wataknya benar-benar melampaui batas, memandang dirinya sendiri serba cukup. Watak berani ngembari Tuhan. Watak yang abaa was-takbara. Sehingga meskipun dihadirkan kepada mereka rasulNya Allah dengan membawa keterangan-keterangan yang benar Al HaqNya, mereka telah merasa puas dan bangga dengan ilmu yang ada pada mereka.
b. Karena tidak percaya adanya Wasilatahu, mereka lalu memotong-motong agama milikNya Allah untuk kepentingan Diri-Nya, kelompok-nya, sektenya, golongannya, dunianya menjadi beberapa potong yang masing-masing golongan bangga dengan apa yang ada pada golongannya. Islam tidak lagi ditujukan untuk menTauhidkan Dzat Sifat dan Af’al DiriNya Dzat Al-Ghaib Yang Wajib WujudNya yang apabila digurukan secara hak dan benar dapat dihayati dalam satu titik temu dalam hati nurani, roh dan rasa.
c. Mereka yang ditutup hatinya oleh Allah sehing-ga apabila dikatakan kepada mereka : “Beriman-lah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman”; mereka menjawab : “akankah ber-imankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu beriman?” Ingatlah sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS. Al Baqarah : 13)
Syuhud : 1. Pensaksian terhadap diri-Nya Al Ghaib, dalam makna Uluhiyah-Nya.
Syukur : 1. Terima kasih (Kepada Allah); 2. Mengu-capkan, mengakui dengan hati tentang segala pem-berian Tuhan yang diberikan kepadanya.

Huruf T

Tafakur : 1. Merenung; 2. Pencaharian-tahu penglihatan batin untuk mencapai tujuan yang didambakan.
Takabur : 1. Kesombongan, arogansi atau kebanggaan diri; 2. Angkuh, merasa diri mulia; 3. Memandang diri lebih luhur derajatnya dari pada orang lain.
Tarekat : 1. Jalan, jalan menuju kebenaran; 2. Perkumpulan orang yang belajar tasawuf; 3. Jalan menuju Tuhan.
Taubat (tobat): 1. Kapok, sudah bosan, jera, sudah tidak sanggup lagi; 2.Sesal atau menyesal akan dosanya dan berniat tetap memperbaiki dirinya; 3. Menyesali diri dan bertekad tidak akan melakukan perbuatan yang sama (durhaka); 4. Kembali dari alam fisik (tabiat) ke spiritualitas jiwa, setelah terbutakannya fitrah dan ruh oleh gelapnya hawa nafsu. (lih. dasar taubat).
Taqwa (takwa) : 1. Kesalehan hidup (takut kepada Tuhan dan pantang berbuat jahat); 2. Patuh dan tunduk pada Kehendak Allah; 3. Menahan atau mengekang diri sehingga tidak melanggar perintah-perintah Allah dan sehingga tidak bertentangan dengan keridhaan Allah; 4. Keberhasilan mengen-dalikan diri sepenuhnya sehingga diri ini tidak melakukan perbuatan-perbuatan haram; 5. (Syath) Bersungguh-sungguh dalam menyembah kepada-Nya (melaksanakan perintah Guru yang hak dan sah sebagai wakil/pelanjut tugas dan fungsinya Rasulullah) dengan benar dan ikhlas sehingga jika ia mati dalam keadaan (matinya) orang yang (telah sampai kepada Allah dengan hati) selamat.
Tasawuf : (Syath) ilmu yang diajarkan supaya hamba yang telah mendapat ijin memperoleh dzikir Huw yang hak dan sah itu, secara benar dapat mengerti, memahami dan melaksanakan terhadap semua dawuhnya Guru dan pituturnya Guru (terhadap semua perintah dan petunjuknya).
Tashfiatul qalbi : 1. (Syath) hati yang bening; 2. (Syath) Hati yang dilatih dan dididik agar tidak digunakan bagi munculnya cipta angan-angan dan gagasan (hiyal wahmi) yang terjadi karena mengikuti kehen-dak wataknya bangsa manusia; 3. (Syath) Hati yang terlatih hanya untuk mengingat-ingat hal-hal yang diridhai oleh Tuhan.
Tazkiyatunnafsi : 1. (Syath) Sucinya jiwa raga; yakni hamba Allah yang sangat berhati-hati agar yang dimakan adalah makanan yang halal, yang disan-dang adalah pakaian yang halal dan apa yang ditempati adalah tempat tinggal yang halal.
Tawakal : 1. Pengakuan ketidakmampuan seseorang dan penyandaran pada seseorang selain dirinya. 2. Mempercayakan segala urusan hanya kepada Allah; 3. Mempercayakan di dalam jaminan rezeki kepada-Nya. (lih. dasar tawakal).
At Tawwab : 1. Yang Maha Penerima Tobat; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Thawaf : (Syath) Dzikir pertama dari tujuh macam dzikir (Dzikir dalam Syththariah), di dalamnya ada dua dzikir, yakni mengucapkan kalimah “Laa ilaaha illallah”. Dilakukan dengan cara memutar kepala mulai dari bahu kiri; dengan dagu (simbol Pena-Nya Allah Swt. dengan tintanya Nur Muhammad) sebagai alat penunjuk; menggaris dada menuju bahu kanan, berpusat pada pusar, membentuk lam alif, dengan mengucapkan kalimah Laa ilaaha (dzikir pertama) dengan menahan nafas.
Setelah sampai pada bahu kanan, lalu menarik nafas, baru mengucapkan kalimah isbat : Illallah, yang dipukulkan (oleh dagu) ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri.
Tujuh buah jalan : (Syath) merupakan mukaddimahnya (lih. mukaddimah) ilmu Syaththariyah, tujuh buah trap yang harus dilewati untuk masuk ke dalam sibghatallahi.
Tujuh macam nafsu : (Syath) terdiri atas nafsu amarah, lawwamah, mulhimah, muthmainnah, radhiyah, mardhiyah dan kamilah. (lih. nafsu amarah, nafsu lawwamah, nafsu mulhimah, nafsu muthmainnah, nafsu radhiyah, nafsu mardhiyah dan nafsu kamilah
Tujuh Pendakian : (Syath) Tekad hidup hamba yang ditarik oleh fadhal dan rahmatNya menjadi siap didekatkan kepadaNya (dibakatkan menjadi ke-kasihNya = menjadi orang khas), melalui tujuh ma-cam pendakian. Tiga pendakian merupakan maqâm dan empat pendakian berikutnya merupakan hal. Pendakian maqam adalah pendakian yang bisa diikhtiari. Pendakian ini adalah Perlakuan Belas dan KasihNya Allah Swt kepada hambaNya menjadi hamba yang dengan ridha dibentuk olehNya men-jadi hamba yang bertaqwa kepadaNya yaitu Mujtahidun fi ibadatihi bishidqin wa ikhlashin. Pendakian berikutnya (pendakian 4, 5, 6 dan 7) me-rupakan hal, semata-mata hak Allah untuk mena-riknya.
Pendakian pertama adalah kokohnya keyakinan terhadap imannya yang telah ma’rifatun wa tashdiqun (lih. ma’rifatun wa tashdiqun). Pendakian pertama ini masih banyak kerawanannya. Masih mudah labil bila berbagai cobaan menerpa. Apalagi apabila watak akunya terhadap kebenaran yang diperoleh , dengan kuatnya di aku.
Pendakian Kedua : yang harus dijalani ini ternyata; banyak yang tidak lulus. Gagal karena tidak siapnya mental memberlakukan diri kal-mayyiti baina yadi al ghasili (lih. kal mayyiti). Karena tetap saja ngengeh (menyisakan adanya dorongan nafsu dengan watak akunya) terhadap hal-hal yan dikira dan dianggap bisa menguntungkannya sekaligus juga bisa menjadikannya dengan selamat bertemu Tuhannya. Pendakian ini rumpil dan pelik karena harus dapat dengan gamblang memahami dan mengerti terhadap semua Dawuh Gurunya.
Pendakian ketiga : bersungguh-sungguh belajar sabar hingga manggon (lih.manggon, sabar, dasar sabar)
Pendakian ke empat : Majnunullah
Pendakian ke lima : fana’ af’al
Pendakian ke enam : fana’ sifat
Pendakian ke tujuh : fana’ dzat.
Tujuh Pintu Jahanam : (Syath) 1. Jahanam sebagai tempat yang telah diancam kepada mereka (pengi-kut syaitan) semunya mempunyai tujuh pintu. Tiap pintu telah ditetapkan untuk golongan yang tertentu dari mereka; 2. Tujuh pintu ini tidak lain adalah tujuh macam nafsu manusia itu sendiri yang wataknya ada kerja sama dengan syaitan. (lih. tujuh macam nafsu)
Huruf U
Ujub : 1. Bangga pada/memuji diri sendiri atas suatu perbuatan amal; 2. Membesar-besarkan perbuatan baik seseorang dan perasaan puas karenanya, diser-tai dengan perasaan bahwa dirinya lebih unggul ba-ik untuk perbuatan lahiriah dan batiniah; 3. (Syath) Orang yang bekerja keras dengan banyak amal perbuatan, tetapi lupa kepada Sang Pemberi nikmat. Tidak butuh bertemu denganNya.
Ulil Amri : 1. Orang yang mempunyai urusan diantara kalian-kalian seperti negara ulil amrinya presiden, keluarga ulil amrinya suami (kepala keluarga); 2. (Syath) Orang yang dikehendaki oleh Allah mempunyai wewenang memerintah di antara kamu sendiri. Jika perintahnya ditaati sepenuh hati, buah dan manfaatnya juga sampai kepada Allah dengan hati yang selamat, sama persis dengan seandainya diperintah sendiri oleh Nabi Muhammad Saw; 3. (Syath) Guru Washitah.
Ulul albab : 1. Orang selalu berdzikir kepada Allah pada saat menjalankan aktivitas baik yang bersifat natural, kultural dan religi; 2. (Syath) Hamba yang segala tingkah laku perbuatannya, segala gerak dan gerik lahir dan batinnya, dimana saja, sedang apa saja, selalu mengingat-ingat-Nya.
Ummu’l-Kitaab (umm al-kitab) : 1. Kitab induk; 2. Prototipe abadi dari Kitab Wahyu. Ini adalah keda-laman tak terukur dari Tuhan dan penyingkapan tidak terbatas dari Pengetahuan Allah. Insan Kamil merupakan sebuah buku dan ringkasan buku induk (lih. martabat insan kamil); 3. Buku catatan daripada Pengetahuan Tuhan, dia dimanifestasikan sebagai dalam Kitaabu’mmubbin (buku yang nyata atau Lauhi Mahfuuzh atau buku catatan yang terpelihara).
Ummatan Wasathan : 1. (Syath) Ummat yang berwashitah; 2. (Syath) Ummat yang adil dan pilih-an. Ummat yang dipandaikan olehNya mengadili, menasehati, menegur, mengurus dan memimpin dirinya sendiri agar hidupnya tidak diperintah oleh watak akunya nafsu. Dipilih sendiri oleh Allah agar menjadi hamba yang segala tingkah laku dan perbuatannya, serta gerak-gerik lahir batinnya senantiasan murni katut siriling Qudratullah; 3. (Syath) Ummat yang ditengah-tengah kalangan mereka sendiri itu ada Rasul-Nya Allah agar selalu dapat menjadi saksi atas perbuatan mereka supaya selalu terjaga dari segala macam bujukan nafsu dan syaitan hingga harapannya akan dapat lulus menghadapi ujian dan cobaan yang beraneka demi membuktikan tujuan hidupnya untuk dapat selamat dan bahagia bertemu dengan-Nya.
Uzlah : 1. Pergi menjauh; 2. Menyendiri, menyepi; (lih. dasar uzlah)

Huruf W

Wa’bud Rabbaka hatta ya’tiyakal yakin : 1. “Sembah- lah Tuhanmu hingga datang yakin (mati)”; 2. (Syath) Menyembah Tuhan yang AsmaNya Allah dengan kesungguhan berjihadunnafsi supaya dapat lulus di dalam mengikuti watak dan jejak para malaikatul muqoorobiin. Rela sepenuh hati sujud hingga akan ditarik fadhal dan rahmatNya dapat se-yakinnya merasakan betapa nikmatnya mati karena dapat selamat bertemu dengan Diri-Nya Illahi.
Al Wadud : 1. Yang Maha Mengasihi; Dia yang ingin agar semua makhluk bahagia dan sejahtera, oleh karena itu memberi mereka karunia dan memuji mereka; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Wahhab : 1. Yang Maha Pemberi. Karunia adalah ha-diah yang bebas dari imbalan dan kepentingan. Jika karunia yang bersifat seperti ini banyak jumlahnya, maka pihak yang memberikannya disebut “pembe-ri” dan “dermawan. Dialah yang memberi setiap manusia apa yang dibutuhkannya, bukan demi mendapatkan balasan atau kepentingan tertentu, kini atau kelak. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Wahid : 1. Yang Mahatunggal; dia yang tidak dapat dibagi dan tidak dapat disamai; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Wajid : 1. Yang Mahakaya; 2. Dia yang tidak keku-rangan apa-apa; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Wakil : 1. Yang Maha Pemelihara; Yang Maha Tepercaya. Dia yang segala persoalan dipercayakan kepada-Nya (dipasrahi segala sesuatu; patut dipasrahi berbagai persoalan dan dipercaya oleh semua hati; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Wali : 1. Yang Maha Penguasa; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Wali Kutub : 1. (Syath) Kekasih Illahi, yang Allah Sendiri yang menghendaki sebagai hamba yang menyaksikan keberadaan-Nya, masuk ke dalam rahmat-Nya, menyatakan ma’rifat kepada-Nya, karena Allah telah meniadakan semua hijabnya; yang bertempat pada tiap kutub jagad raya.
Al Waliyy : 1. Yang Maha Melindungi; yang mencintai dan melindungi; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Warist : 1. Yang Maha Mewaris; adalah Dia yang menjadi tempat kembalinya milikan setelah pemi-liknya tiada. Dia adalah yang abadi setelah sirnanya ciptaan, dan segala sesuatu kembali kepada-Nya sebagai hasil akhir mereka; 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Al Wasi’ : 1. Yang Maha Luas; berasal dari keluasan (dikaitkan dengan pengetahuan jika mencapai ba-nyak obyek; juga berkaitan dengan kedermawanan dan rahmat yang tersebar luas sejauh mungkin). Jika pengetahuan-Nya dipandang, maka lautan segala sesuatu yang diketahui-Nya tak ada tepinya; lautan akan kering jika dijadikan tinta untuk menuliskan kata-kata-Nya. Jika kerahiman dan rahmat-Nya di-pandang, segala yang dilakukan-Nya tidak ada akhirnya. 2. Salah satu Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Wasilah : 1. (Syath) Jalan. Wasilah menunjukan jalan yang melaluinya manusia mendekat kepada-Nya. “Carilah jalan untuk mendekat kepada Dia (QS. Al Maidah : 35); 2. (Syath) Perantara; yang dapat dimintai ilmu tentang keberadaan Diri-Nya Yang Al Ghaibi sebagaimana yang diperingatkan oleh Allah di QS. Ali Imran 28, 30; Al Wasilata adalah perantara yang ditugasi olehNya serantara yang ditugasi olehNya smi, wakil yang tahu persis tentang keberadaan diri Sang Muwakkil Yang Al-Ghaib dan Allah Asma-Nya. Mengetahui kehendak-Nya, jalan menuju KepadaNya hingga selamat dan bahagia bertemu denganNya. Sebagaiman ditegaskan firmanNya dalam kalimat yang Isi-Nya perintah : “wattabi’ sabiila man anaaba ilaiyya” = dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. 3. Wâsithah dalam martabatnya sebagai pemegang risalah “ilm al-nubuwwah”.(lih. Wâsithah)
Wâsithah : 1. (Syath) Guru bagi orang yang menuntut/-belajar ilmu Syaththariah. 2. (Syath) Bagi kalangan ahli Syaththariah adalah “penerus tugas Rasullah dan dalam hadits Nabi disebut al-Mahdi (lih. Al-Mahdi); 3. (Syath) Guru; apa yang “dijalankan” semata-mata karena sekedar melaksanakan perintah Guru sebelumnya; 4. (Syath) Merupakan hamba Allah yang dibentuk dan dijadikan olehNya dengan hidayahNya dengan tugas pokok menunjukan “pintunya mati” (lih. pintunya mati).
Wâsithah yang hak dan sah : (Syath) seseorang yang memperoleh kewenangan mengajari ilmu untuk ma’rifat kepadaNya, dan kewenangannya itu karena telah dipersiapkan dan telah mendapat ijin dari Guru sebelumnya yang rangkaian silsilahnya tidak pernah putus terus menerus hingga lewat Sayyidina ‘Ali bin Abu Thalib Ra dari Nabi Muhammad Saw.
Was-Was : 1. Setiap pemikiran tentang masa lalu, baik kebaikan maupun keburukan dan memberatkan seseorang; 2. Segala sesuatu yang dilakukan tanpa Allah. Menginginkan dunia tetapi tidak berhasil. Sumber hakiki was-was adalah setan; 3. Bisikan dan ajakan setan yang masuk ke dalam hati manusia supaya tidak mengingat Allah.
Huruf Z
Zaluuman Jaluha : 1. Zalim dan bodoh 2. (Syath). Vonis Allah kepada manusia sejak manusia me-nyatakan siap memikul AmanahNya. Sangat zalim dan sangat bodoh (QS Al Ahzab 72). Diciptakan dari mani akan tetapi tiba-tiba menjadi pembantah yang nyata (terhadap keberadaan Al HaqNya). Berwatak layatgha (melebihi batas) karena telah memandang dirinya serba cukup (Al ‘Alaq 6-7), Oleh karena itu tegas sekali Allah menetapkan bahwa sekiranya tidak ditarik oleh fadhal dan rahmatNya kamu semua (semua manusia ini) pasti mengikuti syaitan, kecuali sedikit (yang tidak).QS. An Nisa’ 83.
Azh Zhahir, Al Bathin : 1. Yang Mahanyata, Yang Mahagaib; dua sifat yang harus dipahami secara relatif. Apa yang nyata dapat terlihat jelas dalam satu hal dan tersembunyi dalam hal lain. Namun itu tidak mungkin nyata sekaligus tersembunyi dalam segi yang sama; meskipun itu bisa nyata dalam hubungannya dengan suatu persepsi dan tersem-bunyi dalam hal lain; 2. Dua Nama Allah diantara Nama Indah Allah (asmâ al-husnâ).
Zhahir : Orang yang hanya memperhatikan bentuk-bentuk lahiriah tanpa mencari pemahaman hakikat batiniah. Salah satu contoh seorang zhahir melak-sanakan ibadah ritual secara mekanik, tanpa men-cari pengetahuan tentang simbolisme lahiriah atau makna-makna dinamika dan tak terbatas yang terkandung di dalam Kata-kata Suci yang terucap.
Zhuhµr : 1. Manifestasi atau penampakan; 2. Manifestasi diri Allah di dalam makhluk di alam semesta melalui Nama-Nya Al Zhâhir (Yang Maha Nyata)
Zhulm : 1. “Kezaliman”; gagal dalam memenuhi hak dan kewajiban. 2. Dalam penggunaan umum (istilah) berarti “meletakan sesuatu pada tempat yang tidak semestinya (salah)”. Menceritakan misteri ketuhan-an kepada yang tidak mampu menerimanya bukan hanya melakukan kezaliman, tetapi menunjukan kebodohan, ketidakmatangan spiritual, kesombong- an dan kebanggaan diri (takabbur).
Zindiq : 1. Orang yang menyimpang; 2. Karena mengucapkan kemabukan (syath) beberapa pecinta agung Allah dianggap sebagai zindiq oleh kalangan ortodoks. Pernyataan yang mereka buat – selama kemabukan spiritual, selama lebur di dalam Allah – disalah tafsirkan. Misalnya “ana’l – Haqq” (dari Al Hallaj) atau “ Maha Suci Aku” (dari Abu Yazid Busthami). Para ahli kalam dan orang-orang kebanyakan tidak dapat menerima realitas spiritual dari para pecinta Allah.
Zuhud : 1. Berpaling hati dari kesenangan duniawi dan tidak menginginkannya; (lih. dasar zuhud)
Tambahan

TAMAN SUFI

ISTILAH N – Z nafs: Diri manusia. Bila dipandang sebagai diri yang mempunyai keinginan ia dipanggil nafsu. Bila dipandang sebagai diri yang berakal ia dipanggil nafsu natiqah. Bila dipandang sebagai gabungan berbagai-bagai sifat ia dinamakan hati. Nafsu, nafsu natiqah dan hati adalah diri manusia sendiri yang dipandang melalui berbagai-bagai aspek.
nafsu ammarah: Peringkat nafsu yang paling rendah dan paling kuat dikuasai oleh syahwat, dunia dan syaitan. Hijab yang muncul melalui nafsu ini menyebabkan tertutup hubungan hati dengan Tuhan. Nafsu mengarahkan semua pancaindera dan akal kepada perkara-perkara keduniaan semata-mata. Hati yang tidak menerima cahaya iman akan menghasilkan sifat-sifat ammarah
nafsu kamaliah: Peringkat nafsu yang paling tinggi, iaitu tahap kesempurnaan nafsu. Nafsu kamaliah adalah peringkat nafsu yang paling sempurna, suci bersih dan murni.
nafsu lawwamah: Sifat nafsu yang paling rendah, iaitu ammarah, adalah ego, enggan mengakui kesalahan diri sendiri. Apabila sifat nafsu itu menjadi bertambah baik cahaya kebenaran dapat menyelinap masuk ke dalam hati dan akal. Dalam suasana yang demikian seseorang dapat melihat dan mengakui kesalahan dirinya. Suasana diri yang boleh mengkeritik diri sendiri itu dinamakan peringkat lawwamah.
nafsu mardhiah: Sifat nafsu yang luhur, yang diredai oleh Allah s.w.t.
nafsu mulhamah: Sifat nafsu sebelum memasuki kembali kepada suasana rohani yang asli.
nafsu muthmainnah: Nafsu yang bersih, tulen dan asli yang menjadi sifat nafsu yang asal kepunyaan rohani sebelum dipengaruhi oleh anasir jasad dan alam dunia. Apabila dicemari oleh anasir jasad dan dunia tahap kesucian nafsu menurun kepada mulhamah. Jika kekotoran bertambah lagi ia menurun kepada tahap lawwamah. Nafsu yang sudah banyak tercemar dan berada pada tahap yang paling hina dikenali sebagai ammarah.
nafsu radhiah: Tingkat nafsu di antara muthmainnah dan mardhiah. Kemuncak fana berlaku dalam peringkat radhiah. Orang radhiah lupa kepada dirinya dan makhluk sekaliannya. Kesedarannya hanyalah pada Allah s.w.t.
nasut: Alam benda-benda.
nisbat: Istilah yang digunakan dalam tarekat Naqsabandiyah bagi menceritakan suasana yang tidak putus ingatannya kepada Allah s.w.t.
nur: Unsur seni lagi latif yang termasuk dalam perkara Latifah Rabbaniah. Nur bukanlah cahaya seperti cahaya lampu, cahaya matahari, cahaya kilat dan lain-lain cahaya yang boleh dilihat. Kekuatan akal dan khayal tidak mampu menghuraikan hakikat nur. Apa sahaja yang dinisbahkan kepada Tuhan adalah dalam keadaan nur. Malaikat yang menjalankan perintah Tuhan adalah nur. Roh yang menjadi urusan Tuhan adalah nur. Wahyu yang diturunkan oleh Tuhan adalah nur. Taufik, hidayat dan rahmat Tuhan adalah nur juga. Ilmu juga nur. Nama-nama Tuhan, sifat-sifat Tuhan dan Hadrat Tuhan yang dirasai oleh hati adalah nur juga. Nur yang termasuk di dalam golongan kewujudan yang diperintah, seperti malaikat dan roh manusia, adalah makhluk dan menghuni ruang alam. Nur urusan Tuhan, nama-nama, sifat-sifat dan Hadrat Tuhan bukanlah makhluk dan tidak mengambil ruang. Nur yang dinisbahkan secara langsung kepada Tuhan adalah keadaan atau hal Tuhan dan dipanggil Nur Allah. Walaupun terjadi pengalaman kerohanian mengenai Nur Allah, seperti nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan Hadrat-Nya, itu bukan bermakna Nur Allah masuk ke dalam hati, fikiran atau khayalan manusia. Apa yang manusia alami hanyalah gubahan Tuhan untuk melahirkan makrifat tentang Diri-Nya. Gubahan Tuhan yang demikian membuka pengertian tentang hakikat ketuhanan yang diselubungi oleh selimut ghaib yang kukuh.
nurani: Unsur atau anasir nur. Hati yang merupakan daging segempal adalah anasir nyata dan dinamakan hati sanubari. Hati seni bukan anasir nyata. Ia adalah anasir nur dan dinamakan hati nurani. Oleh kerana hati adalah daripada anasir nur maka ia mampu menerima hal ketuhanan yang dari nur.
Nur Akal: Akal ada dua jenis, iaitu akal zahir dan akal batin. Akal zahir mengenderai otak. Akal batin adalah unsur nur. Apabila akal batin sudah diterangi oleh nur baharulah perkara ketuhanan dapat difahami. Nur bagi akal batin menerangi akal yang pada otak. Baharulah manusia dapat memikirkan tentang ketuhanan dan perkara ghaib.
Nur al-Muwaajahah: Nur al-muwaajahah berperanan membawa hamba ‘berhadapan’ dan ‘menyaksikan’ Tuhan dalam suasana “Tidak ada sesuatu yang serupa dengan-Nya”.
nurani: Unsur atau anasir nur. Hati yang merupakan daging segempal adalah anasir nyata dan dinamakan hati sanubari. Hati seni bukan anasir nyata. Ia adalah anasir nur dan dinamakan hati nurani. Oleh kerana hati adalah daripada anasir nur maka ia mampu menerima hal ketuhanan yang dari nur.
Nur Iman: Cahaya iman. Iman adalah hubungan hati dengan Allah s.w.t. Hati adalah bangsa nur atau nurani. Apa juga yang dari Allah s.w.t adalah dalam unsur nur. Iman yang terpancar di dalam hati adalah juga nur. Nur Iman yang menerangi hati nurani membuka hubungan dengan Nur Ilahi.
Nur Kalbu: Nur yang memancar di dalam hati. Nur kalbu menerangi akal. Akal yang diterangi oleh nur berguna bagi pengajian tentang perkara ghaib dan ketuhanan. Tanpa sinaran Nur Kalbu akal tidak mampu bertafakur mengenai perkara ghaib dan ketuhanan.
Nur Muhammad: Urusan Tuhan yang berada pada sisi-Nya berhubung dengan penciptaan alam makhluk. Bolehlah dikatakan bahawa sekalian alam makhluk termasuklah manusia, jika disaksikan dalam Ilmu Tuhan maka sekaliannya disaksikan sebagai Nur Muhammad. Jika dipandang sebagai hakikat maka ia adalah Hakikat Insan dan juga Hakikat Alam. Nur Muhammad adalah suasana pentadbiran Tuhan bukan makhluk yang mendiami ruang alam. Bekas alam yang menerima bakat dan keupayaan Nur Muhammad itu dinamakan Roh Muhammad.
Nur Sir: Nur Rahsia Allah s.w.t. Nur sir yang menerima sinaran Nur Allah dan nur sir memancarkannya kepada nur hati, lalu hati mengalami sesuatu hal ketuhanan. Apa yang Allah s.w.t mahu sampaikan kepada hamba-Nya disampaikan-Nya kepada sir. Sir menterjemahkan utusan Tuhan itu dalam bentuk nur dan nur tersebut dihantarkan kepada hati. Hati yang mempunyai bakat makrifat memahami perutusan nur yang dihantarkan oleh sir itu.
nur tawajjuh: Hati hanya boleh menghadap dan menghampiri Tuhan kerana peranan nur. Nur yang berperanan demikian dinamakan nur tawajjuh.
Nurullah: Nur Allah s.w.t.
Nur Zikir: Ibadat yang dilakukan oleh seseorang hamba melahirkan nur. Wuduk melahirkan nur. Sembahyang melahirkan nur. Zikir juga melahirkan nur. Syarat bagi melahirkan nur dalam ibadat itu ialah ikhlas kerana Allah s.w.t semata-mata. Setiap nur yang lahir daripada ibadat itu mempunyai fungsinya masing-masing dalam membantu seseorang hamba mendekati dan mengabdikan diri kepada Tuhan. Nur zikir melahirkan ingatan, kasih sayang dan kerinduan kepada-Nya. Zikir yang sudah melahirkan nur akan menambahkan kekuatan seseorang hamba dalam pengabdiannya kepada Tuhannya dan dia memperolehi kelazatan dalam berbuat demikian.
Nyawa Insan: Jasad hidup kerana Roh Haiwani dan Roh Haiwani pula memperolehi penghidupan daripada Roh Insan atau Nyawa Insan yang dinamakan juga Latifah Sir.
Pembimbing Hakiki: Di dalam pengajian ketuhanan tidak ada istilah kebetulan. Tidak ada yang berlaku secara kebetulan, tanpa dirancang atau ditadbir. Semua yang berlaku adalah di bawah tadbir Allah s.w.t. Jika secara tiba-tiba seseorang itu mendapat sesuatu pengetahuan atau terbuka kepadanya sesuatu jalan, ianya berlaku bukanlah secara kebetulan tetapi menurut tadbir Tuhan. Oleh kerana hal tersebut berlaku secara tiba-tiba sumber kedatangannya tidak diketahui dengan jelas tetapi diyakini bahawa al-Haq, iaitu Tuhan yang Maha Mengasihani memberi taufik dan hidayat kepada hamba-Nya yang berkenaan. Apabila pengajaran tersebut dinisbahkan kepada al-Haq atau Tuhan, ia diistilahkan sebagai Pembimbing Hakiki. Orang yang menerima bimbingan secara demikian dapat merasakan bahawa pengetahuan yang sampai kepadanya adalah secara terancang bukan secara kebetulan. Kehadiran Pembimbing Hakiki tersebut, walaupun tidak diketahui hakikatnya, menambahkan keyakinan kepada hamba yang sedang berjalan pada jalan Tuhan itu.
Pembimbing Rohani: Sama seperti Pembimbing Hakiki.
Penglihatan Mutlak: Penglihatan Allah s.w.t yang bersifat Mutlak. Penglihatan Allah s.w.t tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan. Jika dikatakan Allah s.w.t Melihat makhluk-Nya, maka Dia Melihat makhluk-Nya itu sejak azali, sebelum makhluk diciptakan. Dia Melihat makhluk-Nya tatkala makhluk itu diciptakan. Dia Melihat makhluk-Nya sesudah makhluk diciptakan dan sampailah kepada keabadian. Dia Melihat perbuatan makhluk sebelum makhluk melakukan perbuatan itu, ketika makhluk melakukannya dan sesudah makhluk melakukannya. Dia Melihat yang awal dan yang akhir, yang zahir dan yang batin. Pada setiap perbuatan dan kejadian ada Penglihatan-Nya. Pada setiap penglihatan makhluk ada juga Penglihatan-Nya. Oleh yang demikian makhluk tidak dapat melakukan dan melihat sesuatu tanpa Allah s.w.t Melihatnya.
Penyaksian Hakiki: Penyaksian Hakiki mata hati adalah suasana hati yang sentiasa menyaksikan sesuatu tentang Tuhan, pada setiap masa dan semua kejadian.
Perbendaharaan Yang Tersembunyi: Rahsia-rahsia ketuhanan atau hakikat-hakikat yang berada pada sisi Tuhan. Kumpulan hakikat-hakikat tersebut dinamakan Hakikat Muhammadiah.
Perintah Batin: Hati nurani dinamakan juga Diri Batin. Nur dari alam ghaib diterima oleh hati nurani atau Diri Batin itu. Nur yang dari alam ghaib mempunyai kekuatan menguasai hati nurani. Perutusan yang disampaikan oleh nur tersebut diterima oleh hati nurani seumpama menerima perintah, tidak berupaya mengingkarinya. Hati kemudian memaksa pancainderanya untuk melakukan menurut perutusan yang telah diterimanya. Hal yang demikian dinamakan perintah batin. Orang yang menerima perintah batin ini sering melakukan sesuatu yang pada zahirnya kelihatan tidak munasabah bagi orang ramai. Namun begitu orang berkenaan tidak ragu-ragu melakukan perkara yang telah disampaikan kepada Diri Batinnya itu sekalipun dipandang remeh oleh orang lain.
Petunjuk Ilmu: Hati nurani adalah unsur nur dan ilmu juga unsur nur. Nur ilmu memancar kepada nur hati. Pancaran nur ilmu mengwujudkan sesuatu suasana di dalam hati. Hati memahami perutusan yang dibawa oleh nur ilmu itu. Hal yang demikian dinamakan petunjuk ilmu.
Petunjuk Laduni: Apabila nur dari alam ghaib dinisbahkan kepada pekerjaan atau urusan Tuhan ia dinamakan Petunjuk Laduni. Ia adalah bimbingan yang Allah s.w.t sampaikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.
Qadak : Urusan atau suasana Pentadbiran Tuhan mengenai sesuatu perkara. Ia boleh juga dikatakan sebagai hakikat bagi kejadian Tuhan ataupun suasana ilmu Tuhan yang mengenai makhluk-Nya. Apa juga yang Tuhan berkehendak menciptakan sudah ada pada sisi-Nya, dalam Ilmu-Nya sebagai Pentadbiran-Nya dan dipanggil hakikat-hakikat yang menguasai segala kejadian.
Qadar: Apa yang terzahir atau berlaku menurut Qadak yang pada sisi Tuhan atau menurut kehendak yang ada pada Ilmu-Nya atau menurut hakikat-hakikat yang menguasai. Qadak berada pada sisi Tuhan dan Qadar adalah yang ‘keluar’ menurut Qadak tersebut. Qadak adalah ilmu Tuhan dan Qadar adalah perbuatan-Nya menurut Ilmu-Nya. Boleh juga jika maksud yang dijelaskan mengenai Qadak digunakan untuk Qadar dan maksud untuk Qadar digunakan untuk Qadak. Sebahagian ulama mentafsirkan Qadar sebagai suasana ilmu Tuhan dan Qadak pula suasana perbuatan Tuhan. Kedua-dua bentuk pentafsiran tersebut boleh diguna-pakai.
Qurbi Faraidh: Suasana kerohanian di mana seseorang itu berubah kesedaran dan sifatnya. Dalam suasana yang demikian seseorang itu melihat ketidak-upayaan dirinya dan dia hanya menumpang daya dan upaya yang dari Allah s.w.t. Dia melihat apa sahaja yang keluar daripadanya adalah di bawah kekuasaan dan perbuatan Tuhan secara langsung tanpa dia ikut campur sedikitpun.
Qurbi Nawafil: Suasana kerohanian di mana seseorang melihat dirinya sebagai bekas yang Tuhan letakkan bakat-bakat dan keupayaan serta dia diizinkan menggunakan bakat-bakat serta keupayaan tersebut. Orang yang demikian melihat dirinya sebagai pengurus yang diberi kuasa untuk mentadbir apa yang dibekalkan kepadanya.
Qutubul Aqtab: Ketua Agung sekalian wali-wali.
radhiah: Nafsu radhiah.
raghib: Orang yang dilalaikan oleh dunia, syaitan dan dorongan hawa nafsu yang rendah. Akalnya tidak terbuka untuk memikirkan tentang kebesaran dan kemurahan Tuhan Hatinya hanya dipenuhi oleh tuntutan hawa nafsu, tidak ada selira untuk mengingati Tuhan atau beribadat kepada Tuhan.
Rahsia: Rahsia atau Sir adalah ‘perantara’ yang kerananya penciptaan makhluk menjadi mungkin. Ia menjadi pemangkin atau hijab kepada kewujudan makhluk. Rahsia atau Sir inilah yang memungkinkan ada hubungan makhluk dengan Tuhan. Hakikatnya hanya Allah s.w.t sahaja yang mengetahuinya.
Rahsia Allah s.w.t: Sama seperti Rahsia.
Roh Allah s.w.t: Hakikat Roh. Urusan Tuhan yang berhubung dengan roh-roh. Ia dinamakan Roh Allah, iaitu hakikat yang berada pada sisi Allah s.w.t yang menguasai semua roh-roh.
Roh Insan: Latifah Sir.
Roh Muhammad: Roh yang paling latif yang menjadi penjana kepada sekalian kehidupan.
Roh Mutlak: Roh Allah s.w.t.
Roh Tuhan: Roh Allah s.w.t.
Rububiah: Suasana Pentadbiran Tuhan mengenai makhluk.
salat daim: Sembahyang yang berkekalan. Ada beberapa pengertian mengenai salat daim. Pertama, ia bermaksud sembahyang yang dilakukan secara berkekalan, iaitu tidak meninggalkan sebarang sembahyang fardu. Kedua, ia bermaksud hati sentiasa terikat dengan sembahyang, samada sedang melakukan sembahyang atau sedang menunggu untuk mengerjakan sembahyang sebelum masuk waktu sembahyang. Ke tiga, ia bermaksud suasana Latifah pada tahap kesedaran sir. Dalam kesedaran tersebut muka hati sentiasa menghadap kepada Allah s.w.t, tanpa diganggu oleh kesibukan pekerjaan atau kehadiran makhluk yang perlu dilayani. Keadaannya samalah seperti keadaan orang yang sedang berpuasa. Kesibukan dalam urusan harian tidak menghilangkan suasana berpuasa pada hati orang berkenaan. Pada tahap kesedaran sir setiap perbuatan dan perkataan menjadi ibadat.
salihin: Orang salih, iaitu orang beriman yang berjalan sesuai dengan peraturan syariat.
salik: Orang yang memasuki bidang latihan kerohanian.
salikin: Sama seperti salik.
sama’ah: Menceritakan kebaikan yang dilakukan bagi tujuan mendapatkan puji-pujian.
Samad: Salah satu daripada nama-nama Allah s.w.t yang menceritakan tentang hal-Nya. As-Samad membawa maksud bahawa Allah s.w.t jualah tempat makhluk berhajat dan bergantung. Makhluk tidak mungkin bebas daripada pergantungan kepada-Nya. As-Samad juga membawa maksud bahawa Allah s.w.t sahajalah yang berkuasa menerima permohonan hamba dan memperkenankannya. Selain itu as-Samad juga membawa maksud bahawa Allah s.w.t adalah penghujung segala sesuatu. Segala doa, hajat, harapan, cita-cita, khayalan dan sebagainya, walaupun dituju kepada sesiapa sahaja namun, kesudahannya sampai kepada Dia juga. Tidak ada perkataan, perbuatan, niat dan lain-lain yang terlepas daripada Allah as-Samad.
siddik: Salah satu daripada sifat-sifat yang wajib bagi Rasulullah s.a.w. Siddik bererti benar, iaitu Rasulullah s.a.w adalah benar dalam penyampaian baginda s.a.w. Baginda s.a.w hanya menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. Baginda s.a.w tidak mengada-adakan cerita dan tidak pula menyembunyikan sebarang perkhabaran yang disampaikan oleh Allah s.w.t.
Sifat Hakiki: Sifat Allah s.w.t yang melampaui penyifatan dan ibarat.
Sir: Rahsia, iaitu Rahsia Allah s.w.t yang menghubungkan makhluk dengan-Nya. Hakikat hubungan tersebut tidak diketahui oleh makhluk.
Suara Hakiki: Perintah batin, petunjuk ilmu, petunjuk laduni atau nur dari alam ghaib diterima oleh hati nurani. Nur yang demikian sampai kepada hati dengan membawa sesuatu perutusan dan pengertiannya ditanamkan kepada hati seumpama menanam sebiji benih. Hati adalah umpama bumi yang menumbuhkan benih tersebut. Setelah benih itu tumbuh maka pokoknya menjadi nyata. Sehubungan dengan itu hati berperanan menterjemahkan perutusan segumpal yang diterimanya. Dalam berbuat demikian hati seolah-olah menerima pengajaran dan tutur-kata yang menghuraikan perutusan nur yang diterimanya. ‘Tutur-kata’ yang didengar atau difahami oleh hati itu dinamakan Suara Hakiki. Ia adalah suara hati bukan suara manusia berkata-kata secara nyata.
suhuf: Catatan wahyu yang diturunkan kepada nabi-nabi yang sedikit bilangannya dinamakan suhuf sementara yang lebih banyak dinamakan kitab.
syariat: Hukum dan peraturan Tuhan mengenai sesuatu perkara yang wajib dipatuhi oleh manusia. Syariat diturunkan kepada nabi-nabi dan mereka menyampaikannya kepada umat manusia.
syariat batin: Peraturan syariat yang berhubung dengan amalan hati seperti niat, iman, tawakal dan sebagainya.
syariat zahir: Peraturan syariat yang berhubung dengan amalan zahir seperti cara-cara mengerjakan sembahyang, haji dan lain-lain.
syurgawi: Nikmat, kesejahteraan dan keselamatan yang ada di syurga.
syuhud: Penyaksian dengan mata hati. Walaupun perkataan penyaksian digunakan namun, syuhud bukanlah melihat semata-mata. Syuhud menggabungkan penyaksian, pendengaran dan perasaan hati. Dalam syuhud apa yang disaksikan itu jugalah yang didengar dan dirasakan. Gabungan bakat-bakat yang ada pada hati itulah dinamakan syuhud.
syirik: Melanggar sempadan yang memisahkan ketuhanan daripada kehambaan. Syirik terjadi apabila taraf ketuhanan diturunkan sehingga menyamai taraf kehambaan dan juga apabila taraf kehambaan dinaikkan sehingga menyamai taraf ketuhanan. Syirik bukan sahaja terjadi dalam perkara penyembahan malah perkara-perkara lain juga boleh menyebabkan syirik, seperti pemujian, penyayangan, ketaatan dan sebagainya. Jika berlaku pemujian, penyayangan dan ketaatan kepada makhluk sehingga membelakangi hak ketuhanan Allah s.w.t, maka terdapatlah syirik padanya.
syuhada: Orang yang mati syahid, iaitu orang yang mati dalam peperangan pada jalan Allah s.w.t.
syuhudi: Penyaksian dengan mata hati. Walaupun perkataan penyaksian digunakan namun, syuhud bukanlah melihat semata-mata. Syuhud menggabungkan penyaksian, pendengaran dan perasaan hati. Dalam syuhud apa yang disaksikan itu jugalah yang didengar dan dirasakan. Gabungan bakat-bakat yang ada pada hati itulah dinamakan syuhud.
syurgawi: Sifat-sifat yang ada dalam syurga seperti keselamatan dan kelazatan.
tabligh: Salah satu daripada sifat-sifat yang wajib bagi Rasulullah s.a.w. Tabligh bermaksud menyampaikan, iaitu Rasulllah s.a.w menyampaikan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t, tanpa menyembunyikan atau meminda sesuatu.
tafakur: Proses pengambilan ilmu oleh akal zahir daripada akal yang bersuluhkan nur. Proses ini berlaku sebagai perbincangan dengan diri sendiri. Diri sendiri yang menjadi penanya dan penjawab. Bantuan nur membuka kefahaman terhadap perkara-perkara yang tidak difahami sebelumnya. Aspek diri yang bertanya mendapat jawapan yang memuaskan daripada aspek diri yang menjawab.
tajalli: Hal ketuhanan yang Allah s.w.t gubahkan bagi memperkenalkan Diri-Nya dan gubahan tersebut dihantarkan-Nya kepada hati hamba-Nya.
tajalliyat: Tajalli.
tajalli ilmu: Pembukaan terhadap pengetahuan mengenai pengalaman kerohanian yang telah dilalui dan hasilnya tercapailah makrifat.
tajalli Rahmani: Pembukaan mengenai hal-hal ketuhanan yang dipengaruhi oleh Tarikan ketuhanan secara langsung. Dalam tajalli Rahmani salik mencapai fana dan ikut hancur adalah ego dirinya. Apabila salik kembali kepada kesedaran semula dia kembali dengan tawaduk, tanpa ego diri, sombong atau takbur.
tajalli roh: Pembukaan mengenai perkara ghaib berlandaskan kekuatan Roh Haiwani yang dihijabkan oleh sifat-sifat nafsu yang rendah. Tajalli roh mendorong kepada penyaksian terhadap ketuhanan roh. Orang yang menerima tajalli roh menjadi semakin ego, merasakan ketuhanan diri dan membuang syariat.
tajalli rohani: Sama seperti tajalli roh.
tajrid: Suasana hati yang melihat sesuatu perkara dari sumbernya, iaitu Tuhan. Kepantasan mata hati memandang kepada Tuhan menyebabkan hukum sebab musabab tidak mempengaruhinya. Hati yang demikian kuat berserah dan bergantung kepada Tuhan, bukan kepada makhluk. Walaupun tindakan menurut hukum sebab musabab diambil namun, keberkesanan diletakkan kepada Tuhan dan ketentuan-Nya, bukan pada sebab musabab tersebut.
takwa: Sempadan hukum dan peraturan Tuhan yang perlu dijaga oleh seseorang hamba. Hamba yang bertakwa memelihara dirinya agar tidak terdorong untuk keluar dari sempadan tersebut. Dalam berbuat demikian hati dikuasai oleh rasa taat, merendah diri, takut, harap dan sebagainya kepada Tuhan. Gabungan sifat-sifat kehambaan tersebut merupakan sifat takwa.
tanzih: Keadaan Tuhan yang melampaui penyifatan.
taqarrub: Mendekati Allah s.w.t.
tarekat: Jalan, cara atau sistem yang digunakan bagi tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan.
tarekat Islam: Peraturan syariat zahir dan syariat batin.
tarekat kehidupan harian: Menyesuaikan kehidupan yang dijalani harian dengan peraturan syariat zahir dan syariat batin.
tarekat sufi: Jalan kesufian.
tarekat tasauf: Pendekatan diri kepada Tuhan melalui cara tasauf menurut kaedah yang dibentuk oleh guru-guru tasauf yang telah mencuba sendiri sesuatu kaedah itu.
tarekat ujian bala: Ujian bala seperti penyakit, kesusahan mencari rezeki, kemalangan dan lain-lain adalah merupakan proses latihan kepada jiwa agar ia kembali kepada Tuhan.
tasauf: Satu aliran ilmu dan kefahaman agama yang menitik-beratkan soal hati, penyuciannya dan hubungannya dengan Tuhan.
tasybih: Keadaan Tuhan yang boleh disifatkan.
taubat
nasuha: Taubat yang sebenar-benarnya. Taubat jenis ini adalah seumpama mencabut rumput dengan akarnya sekali agar rumput tersebut tidak berpeluang tumbuh kembali. Orang yang melakukan taubat nasuha bukan sahaja berhenti melakukan kesalahan malah faktor-faktor yang boleh membuka pintu kepada kesalahan tersebut juga dihapuskan.
taufik: Pertolongan Tuhan.
tauhid syuhudi: Penyaksian satu wujud oleh mata hati, dinamakan wahdatul syuhud.
tauhid wujudi: Keyakinan atau kepercayaan tentang satu wujud, dinamakan wahdatul wujud.
tawaduk: Merendah diri, terutamanya dengan Allah s.w.t.
tawajjuh: Salah satu suasana kerohanian di mana berlaku ‘lonjakan’ kesedaran daripada kesedaran kebendaan kepada kesedaran hakikat yang membawa hati merasakan kehampiran Allah s.w.t.
tawakal: Meletakkan harapan, pergantungan dan penyerahan hanya kepada Allah s.w.t. Tawakal beserta setiap amalan, di sepanjang amalan itu, bukan hanya datang sesudah amalan dibuat. Tawakal yang menemani setiap langkah pekerjaan membuat hati sentiasa memandang kepada Allah s.w.t, melihat Kudrat dan Iradat-Nya, Haula dan Kuwwata-Nya serta Qadak dan Qadar-Nya. Hamba tidak terlepas daripada berhajat dan bergantung kepada Allah s.w.t walau satu detik pun. Allah s.w.t memiliki sifat iftiqar yang mewajibkan hamba memerlukan-Nya. Di atas kefaqiran terhadap Allah s.w.t itulah hamba tidak putus bertawakal kepada-Nya.
tawasul: Mengadakan perantaraan bagi menyampaikan seseorang kepada Allah s.w.t. Ada murid yang bertawasul kepada gurunya bagi mendekatkan dirinya dengan Tuhan. Ada orang yang bertawasul kepada amalan baiknya bagi menyampaikan hajatnya kepada Tuhan. Ada juga orang yang bertawasul kepada arwah orang yang sudah meninggal dunia bagi sesuatu maksud.
ubudiah: Suasana kehambaan, iaitu wujud yang diperintah dan tertakluk kepada hukum ketentuan Tuhan.
ukhrawi: Perkara atau suasana akhirat.
Uluhiyah: Suasana ketuhanan, iaitu Wujud yang memerintah dan mentadbir. Sekalian makhluk berhajat dan bergantung kepada-Nya.
uns: Hati yang telah merasai jalinan hubungan dengan Allah s.w.t dan lahir rasa kasih terhadap-Nya.
uzlah: Pengasingan diri di tempat yang sunyi bagi tujuan menyucikan hati, membuang sifat-sifat yang tercela, menambahkan ibadat kepada Tuhan dan seterusnya mendekati-Nya.
Wahadiyyah: Suasana ketuhanan yang dinamakan nama-nama Tuhan. Nama-nama Tuhan yang banyak memperincikan keadaan Tuhan Yang Satu. Secara hakikat suasana yang demikian dinamakan Hakikat Insan.
Wahdat: Suasana ketuhanan yang dipanggil sifat-sifat Tuhan. Suasana sifat menceritakan keadaan nama-nama yang terkumpul, tidak diperincikan. Semuanya berada dalam satu kesatuan. Satu nama Tuhan menceritakan satu keadaan Tuhan tetapi nama Allah menceritakan keseluruhan aspek Tuhan. Wahadiyyah menceritakan aspek Tuhan secara satu-satu. Wahdat pula menceritakan aspek Tuhan Yang Satu iaitu Allah s.w.t, tetapi ia bukanlah Allah s.w.t. Wahadiyyah dan Wahdat hanyalah keadaan atau perihal Allah s.w.t tetapi bukanlah Dia. Suasana Wahdat ini dinamakan Hakikat Muhammadiah, yang menerima maklumat yang lengkap daripada Allah s.w.t. Maklumat Hakikat Muhammadiah itu kemudiannya disalurkan kepada cabang-cabang hakikat.
wahdatul ma’abud: Fahaman dan kepercayaan kepada satu Tuhan yang wajib disembah, ditaati dan segala pengabdian hanyalah untuk-Nya. Syariat mengajarkan wahdatul ma’abud, tidak ada Tuhan melainkan Allah s.w.t.
wahdatul syuhud: Menyaksikan satu wujud. Penyaksian tersebut berlaku dalam pengalaman kerohanian.
wahdatul wujud: Doktrin yang membawa fahaman dan kepercayaan bahawa hanya satu wujud sahaja yang ada iaitu wujud Tuhan. Wujud makhluk dan wujud Tuhan adalah wujud yang sama. Wujud hamba dan wujud Tuhan bersatu pada satu wujud.
wahyu: Petunjuk dan ajaran yang Allah s.w.t turunkan kepada nabi-nabi melalui beberapa cara, cara yang paling terkenal adalah wahyu yang dibawa oleh Jibrail. Wahyu tahap pertama diterima oleh Alam Hijab dalam peringkat Alam Arasy. Tidak ada makhluk mengetahui keadaan nur wahyu yang pada Alam Hijab itu. Nur Arasy menghalang makhluk alam bawah daripada menghampirinya. Sebagaimana Jibrail tidak dapat menghampiri Nur Arasy begitu jugalah Jibrail tidak mampu bertahan menerima nur wahyu yang pada Alam Hijab. Allah s.w.t membaluti nur wahyu itu dengan rahmat-Nya dan ia dibawa turun kepada Jibrail yang menanti di luar Alam Hijab. Rahmat Allah s.w.t menyelamatkan Jibrail daripada hancur apabila menanggung nur wahyu. Rahmat Allah s.w.t sentiasa menemani nur wahyu itu melalui setiap peringkat alam sehingga ia sampai kepada nabi yang ditakdirkan menerima wahyu tersebut. Tidak diketahui bagaimanakah hakikat nur wahyu yang sebenarnya, tetapi rahmat Allah s.w.t mempermudahkannya sehingga wahyu yang sampai kepada nabi itu menjadi boleh diterima, ditanggung, dibaca dan difahami oleh manusia. Walaupun begitu di dalam bungkusan rahmat Allah s.w.t itu tetap ada nur wahyu yang asli yang mampu meleburkan Jibrail. Apabila Allah s.w.t berkehendak memperkenalkan Kalam-Nya Yang Hakiki, disingkap-Nya sedikit tabir yang menutupi nur wahyu itu. Tatkala itu hati yang berhadapan dengannya menjadi hancur, fana. Setelah sedar semula hamba itu mendapat makrifat tentang Kalam Tuhan. Bagaimana mungkin kewujudan alam ini bertahan menanggung hal-hal ketuhanan yang menguasainya? Semuanya adalah kerana rahmat Allah s.w.t.
Wajibul Wujud: Wujud Yang Wajib iaitu Wujud Tuhan.
wali: Hamba yang kembali kepada taraf amr Tuhan dan diletakkan-Nya di bawah payung pemeliharaan serta penjagaan-Nya. Seseorang wali melakukan sesuatu perkara bukan dengan kehendak dirinya sendiri tetapi dengan kehendak dan izin Allah s.w.t. Walaupun demikian seseorang wali masih juga mungkin melakukan kesalahan-kesalahan tetapi pemeliharaan Allah s.w.t cepat menariknya kembali kepada jalan yang benar.
wali kecil: Tahap seseorang hamba dipelihara, dijaga dan ditadbir secara sepenuhnya oleh Allah s.w.t, seumpama seorang bayi di tangan ibunya. Semua perkara dilakukan oleh si ibu, bayi hanya menanti. Si bayi tidak mampu menguruskan dirinya sendiri. Begitulah keadaan wali kecil yang diuruskan sepenuhnya oleh Allah s.w.t. Apabila dia meningkat lagi Allah s.w.t kembalikan bakat-bakat dan keupayaan mengurus kepada dirinya sehingga dia menjadi khalifah yang mampu menguruskan kehidupan di dalam dunia ini.
Wali Qutub: Wali peringkat tinggi.
warak: Sifat orang yang beriman, iaitu cermat di dalam segala pekerjaan. Orang yang beriman menjaga batas hukum. Perkara yang halal adalah jelas dan perkara yang haram juga jelas. Di antara yang halal dengan yang haram itu ada daerah yang samar-samar, yang dikatakan mungkin halal dan mungkin haram. Orang beriman yang warak meninggalkan perkara yang samar-samar dan meragukan itu. Semakin jauh daerah yang meragukan itu ditinggalkan semakin selamatlah iman seseorang.
warid: Kurniaan Allah s.w.t kepada hati iaitu sinaran Nur-Nya yang dengan itu hati merasai atau mengalami sesuatu hal mengenai ketuhanan.
waridah: Warid.
wirid: Amal ibadat seperti sembahyang, puasa dan zikir yang dilakukan secara teratur dan berterusan mengikut satu pola tertentu.
wisal: Penyerapan yang berkekalan terhadap sesuatu hal ketuhanan. Hal tersebut menguasai hati secara terus menerus dan terbentuklah sesuatu keperibadian dan sifat khusus pada orang berkenaan yang dipakainya sehingga ke akhir hayatnya.
Wujud Hakiki: Wujud Tuhan, iaitu Wujud mutlak.
Wujud Mutlak: Wujud Tuhan. Wujud Mutlak adalah wujud yang tidak boleh disifatkan. Istilah wujud itu sendiri tidak menepati maksud Wujud Mutlak. Bila dikatakan wujud maka ada lawannya iaitu tidak wujud. Tidak ada sekutu atau lawan bagi Allah s.w.t. Dia melepasi wujud atau tidak wujud. Dia tidak ada perkaitan dengan Wajibul Wujud atau mumkinul wujud. Jika perkataan wujud mahu digunakan maka Wujud-Nya adalah Mutlak, iaitu melampaui wujud. Sifat yang boleh dikatakan tentang Allah s.w.t adalah “Laisa kamithlihi syaiun – tidak ada sesuatu sebanding dengan-Nya”.
wusul: Biasanya hamba mengingati Allah s.w.t melalui nama-nama-Nya.. Jika tidak ada sebutan nama-Nya atau tidak ada ingatan hati kepada nama-Nya, maka hati berpaling atau terlepas daripada mengingati-Nya. Dalam perjalanan makrifat ada tahap di mana ingatan kepada Allah s.w.t bukan lagi melalui nama. Ia adalah dalam keadaan hati ‘memandang’ kepada-Nya tanpa mengingati nama-Nya. Hamba menyaksikan bahawa nama tidak mempunyai kekuatan apa-apa, malah nama itu juga bergantung kepada-Nya. Hamba yang sampai kepada makrifat tahap ini merasakan kehadiran Allah s.w.t tanpa dihijab oleh sebarang nama. Ingatannya kepada Allah s.w.t adalah rasa jelira, mesra dan lazat berhadapan dengan-Nya. Suasana yang demikian dinamakan wusul atau sampai, iaitu sampai kepada-Nya. Suasana tersebut adalah pengalaman kerohanian bukan sampai secara nyata.
wisal: Penyerapan yang berkekalan terhadap sesuatu hal ketuhanan. Hal tersebut menguasai hati secara terus menerus dan terbentuklah sesuatu keperibadian dan sifat khusus pada orang berkenaan yang dipakainya sehingga ke akhir hayatnya.
zauk: Pengalaman rasa yang dialami oleh hati yang berhubung dengan Tuhan. Melalui pengalaman tersebut hati mengenali Tuhan.
zauk hakikat: Pengalaman rasa mengenai sesuatu perkara atau suasana pada sisi Allah s.w.t yang menjadi sumber kepada kewujudan sesuatu perkara dan suasana tersebut.
zikir: Hubungan fikiran dan perasaan dengan Allah s.w.t. Zikir meliputi ucapan, perbuatan dan perasaan. Ucapan nama-nama dan sifat-sifat Allah s.w.t adalah zikir. Melakukan sesuatu amalan kerana mentaati perintah Allah s.w.t adalah zikir. Merenung dan memikirkan tentang kebesaran dan kebijaksanaan Allah s.w.t yang ternyata pada kerapian ciptaan alam maya ini adalah juga zikir. Merasai keagungan dan keindahan Allah s.w.t adalah juga zikir. Apa juga yang beserta ‘kerana Allah Ta’ala’ adalah zikir.
zikir daim: Zikir yang berkekalan. Apabila suasana ‘kerana Allah Ta’ala’ tidak putus, seseorang hamba itu sentiasa berada di dalam zikir, samada zikir ucapan atau zikir perbuatan atau zikir perasaan ataupun gabungan kesemuanya. Keadaan ini diperolehi setelah mencapai tahap penyaksian hakiki mata hati, iaitu mata hati menyaksikan Allah s.w.t pada setiap masa, semua keadaan dan segala kejadian. Allah s.w.t disaksikan pada dua perkara yang berlawanan dengan sekali pandang. Kerenah makhluk dan simpang siur perjalanan sistem sebab musabab tidak menyambar pandangan mata hati daripada menyaksikan sesuatu tentang Tuhan yang Hadrat-Nya meliputi segala sesuatu.
zindik: Kumpulan yang tidak mempercayai agama tetapi berpura-pura menganut fahaman keagamaan. Kumpulan ini muncul di Makkah, seperti kumpulan munafik muncul di Madinah. Puak munafik berpura-pura menyertai Islam kerana pada ketika itu agama Islam mempunyai kekuatan di Madinah. Puak zindik berpura-pura menganut fahaman agama berhala kerana pada ketika itu agama berhala mendapat tempat di kalangan orang Makkah.
zuhud: Suasana hati yang tidak dikuasai atau dipengaruhi oleh dunia, walaupun kemewahan dan kesenangan keduniaan dimilikinya.
SUMBER :http://tamansufi.tripod.com/istilahnz.html