Thursday, July 22, 2010

Kisah Islamnya Syeikh Yusuf Estes bekas pendakwah Kristian




Awalnya ia bekerja sebagai ahli muzik di gereja sekaligus pendakwah Kristian. Namun kini, ia berkeliling dunia dan telah banyak mengislamkan orang. Di bawah ini adalah kisah hidupnya.

Yusuf Estes lahir tahun 1944 di Ohio, AS. Tahun 1962 hingga 1990 ia bekerja sebagai ahli muzik di gereja, pendakwah Kristian sekaligus mengelola bisnes alat muzik piano dan organ. Awal 1991 ia terlibat urusan dengan seorang pengusaha Muslim asal Mesir bernama Muhammad Abd Rahim. Awalnya ia bermaksud meng-Kristiankan pemuda Mesir itu. Namun akhirnya ia justru memeluk Islam diikuti oleh isteri, anak-anak, ayah serta mertuanya. Ia menguasai bahasa Arab secara aktif, demikian juga ilmu Al-Quran selepas belajar di Mesir, Moroko dan Turki. Sejak 2006, Yusuf Estes secara tetap tampil di PeaceTV, Huda TV, demikian pula Islam Channel yang bermarkas di England. Ia juga muncul dalam siri televisyen Islam untuk anak-anak bertajuk “Qasas Ul Anbiya” yang bercerita tentang kisah-kisah para Nabi.

Yusuf terlibat aktif di berbagai aktiviti dakwah. Misalnya, ia menjadi imam tetap di markas tentera AS di Texas, da'i di penjara sejak tahun 1994, dan pernah menjadi delegasi PBB untuk perdamaian dunia. Syekh Yusuf telah meng-Islam-kan banyak kalangan, dari birokrat, guru, hingga pelajar. Berikut kisah Syekh Yusuf sebagaimana dituturkannya di situs www.islamtomorrow.com.

Nama saya Yusuf Estes. Saat ini diberi kepercayaan untuk memimpin sebuah organisasi bagi Muslim asli Amerika. Kini sepanjang hidup saya berikan untuk Islam. Saya mengelilingi dunia untuk memberikan ceramah dan berbagi pengalaman bagaimana Islam hadir dalam diri saya. Organisasi kami terbuka untuk berdialog dengan berbagai kalangan. Misalnya para pemuka agama seperti pendeta, rabi (ulama kaum Yahudi-red) dan lainnya dimanapun mereka berada.

Kebanyakan medan kerja kami adalah kawasan institusional seperti pusat ketenteraan, universiti, hingga penjara. Tujuan utama adalah untuk menunjukkan Islam yang sebenarnya dan memperkenalkan bagaimana hidup sebagai seorang Muslim. Meskipun Islam saat ini berkembang sebagai salah satu agama terbesar kedua setelah Kristian, namun masih banyak saja terjadi salah faham tentang Islam. Misalnya Islam selalu diidentikkan dengan hal berbau Arab.

Banyak orang bertanya pada saya bagaimana mungkin seorang pendita atau pastur Kristen boleh masuk Islam. Padahal tiap hari kami menyampaikan kebenaran Kristian. Belum lagi dengan berita-berita negatif tentang perilaku buruk Islam di media. Pasti tidak ada orang yang tertarik dengan Islam. Pernah seorang pemuda Kristian bertanya pada saya melalui e-mail kenapa dan bagaimana saya meninggalkan Kristian dan masuk Islam. Saya berterima kasih pada semua yang bersedia mendengar kisah saya berikut ini. Semoga Allah ridha.

Gambar Syeikh Yusuf Estes semasa muda


Keluarga Kristian taat

Saya lahir di Ohio, besar dan bersekolah di Texas. Dalam tubuh saya mengalir darah Amerika, Ireland dan German hingga sering disebut WASP (white anglo saxon protestant). Keluarga kami adalah penganut Kristian yang sangat taat. Tahun 1949, ketika masih di bangku Sekolah Rendah kami pindah ke Houston, Texas. Saya dan keluarga sering hadir secara rutin ke gereja. Malah saya dibaptis pada usia 12 tahun di Pasadena, masih Texas.

Sebagai seorang remaja, saya punya keinginan untuk dapat berkunjung ke banyak gereja di berbagai tempat guna menambah pengalaman dan pengetahuan Kristiann. Kala itu saya benar-benar haus untuk mempelajari ajaran Kristian. Tidak hanya ajaran Kristian, bahkan ajaran Hindu, Budha, Yahudi,hingga Metafizik juga saya pelajari. Hanya satu ajaran yang saya tidak begitu serius dan bahkan tidak menaruh perhatian sama sekali, yakni Islam.

Saya suka musik terutama klasik. Hingga saya sering dapat undangan menyanyi di berbagai gereja. Di sekitar tahun 1960-an saya mengajar musik dan tahun 1963 punya studio sendiri di Laurel, Maryland yang saya beri nama “Estes Music Studios.” Hingga tahun 1990 atau hampir 30 tahun lamanya saya bersama dengan ayah mengelola bisnes entertainment. Kami juga punya kedai alat muzik piano dan organ di Texas, Oklahoma hingga Florida.

Ayah dulu pernah aktif dalam aneka kegiatan gereja. Dari sekolah minggu hingga aktiviti penyeliaan dana bagi pengembangan sekolah Kristen. Dia sangat menguasai Bibel dan juga terjemahannya. Melalui ayah pula saya belajar Bibel dalam berbagai versi dan terjemahan.

Ayah saya, seperti kebanyakan pendeta lainnya, selalu mendapat pertanyaan:”Apakah Tuhan yang menulis Bibel?” Biasanya jawabannya adalah: “Bibel adalah rangkaian kata inspirasi seorang lelaki yang berasal dari Tuhan.” Itu bermakna, menurut saya, manusialah yang menulis Bibel. Tentu saja, selama bertahun-tahun, jawaban itu menimbulkan banyak tanggapan bahkan penolakan. Namun ayah selalu menambahkan,”Akan tetapi (Bibel) itu tetap kata dari Tuhan yang diilhamkan kepada manusia.” Begitulah.

Mencari Tuhan

Beranjak dewasa dan memiliki usaha sendiri, akhirnya saya “menyerah”. Saya tidak mungkin jadi seorang pendeta. Saya takut bermental hipokrit. Saya belum dapat menerima tentang konsep Tuhan itu satu namun pada saat yang sama Dia menjadi “Tiga” atau Trinitas. Saya selalu bertanya-tanya, jika Dia “Tuhan Bapa” bagaimana mungkin pada saat yang sama juga menjadi “Anak Tuhan?”

Selama bertahun-tahun saya mencuba mencari Tuhan dengan berbagai cara. Saya pelajari dan mengkaji dalam agama Budha, Hindu Metafizika, Taoisme, Yahudi dan banyak lagi. Bertahun-tahun saya pelajari hingga mendekati usia ke-50 saya belum menemukan siapa Tuhan yang sebenarnya. Lalu saya mencuba bergaul dengan banyak kalangan, termasuk dengan para pendakwah Kristian yang punya pengalaman di berbagai tempat dan negara. Kami sering melakukan perjalanan jauh. Namun tidak ada jawaban yang memuaskan. Tidak ada yang mau menjawab siapa yang menulis Bibel sebenarnya, kenapa Bibel banyak versi padahal bukunya sama, kenapa banyak sekali terdapat kesalahan versi terkini dengan versi terdahulu. Dan, bahkan, dalam berbagai versi Bibel, saya tidak menemukan satupun kata “Trinitas.”

Rakan saya akhirnya tidak mampu meyakinkan saya. Mereka lelah mencari jawaban yang tepat atas pertanyaan-pertanyaan “tak berjenis” tersebut. Sampai akhirnya datanglah satu kejadian yang merupakan awal perjumpaan saya dengan Islam. Kejadian yang akhirnya meruntuhkan semua konsep-konsep dan keyakinan-keyakinan yang telah membebani saya selama bertahun-tahun. Penyelesaian dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya datang justru dengan cara, yang menurut saya, aneh dan ganjil.

Jumpa pemuda Mesir

Ceritanya, awal 1991 ayah mencuba menjalin bisnes dengan seorang pengusaha dari Mesir. Ia meminta saya untuk bertemu dengan pemuda Mesir itu. Bagi saya inilah kali pertama mengadakan perhubungan bisnes internasional. Yang saya tahu tentang Mesir adalah piramid, patung Sphinx, dan sungai Nil. Hanya itu. Lalu ayah menyebut bahawa pemuda itu seorang Muslim.

Apa? Islam? Saya tidak percaya dengan apa yang saya dengar. Menjalin hubungan dengan orang Islam? Spontan batin saya menolak. Tidak, no way! Saya mengingatkan ayah agar membatalkan kontak dengan pria itu dengan menyebut hal-hal negatif tentang orang Islam. Orang Islam teroris, perampas pesawat, penculik, pengebom, dan entah apa lagi. Saya sebut juga mereka (orang Islam) tidak percaya dengan Tuhan, tiap hari kerjanya mencium tanah lima kali sehari, dan menyembah kotak hitam di tengah padang pasir (maksudnya Ka’bah-red.). Tidak! Saya tidak mau jumpa orang itu.

Ayah tetap mendesak. Ia menyebut orang itu sangat ramah dan baik hati. Akhirnya saya menyerah dan bersedia bertemu dengan pengusaha Islam tersebut. Tapi untuk pertemuan tersebut saya buat semacam “aturan” khusus. Antara lain; saya mau bertemu dengannya pada hari Minggu setelah kegiatan di gereja, sehingga punya “kekuatan” kala bertemu nanti. Saya mesti bawa Bibel, pakai baju jubah dan kopiah/peci ala gereja bertuliskan “Jesus Tuhan Kami.” Isteri dan kedua anak perempuan saya juga harus datang di saat pertemuan pertamakali dengan orang Islam itu.

Tibalah hari tersebut. Ketika saya masuk kedai, langsung saya tanya pada ayah mana orang Islam itu. Ayah menunjuk seorang laki-laki di dekatnya. Mendadak saya dilanda kebingungan. Ah sepertinya pria itu bukan si Islam yang dimaksudkan. Hati saya berfikir. Penampilannya tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Laki-laki asal Mesir itu tidak berjanggut, bahkan tidak punya rambut sama sekali alias botak. Ia tidak berserban dan tidak pula berjubah. Malah pakai baju kot.



Spontan saya mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Mengamati orang-orang yang hadir. Saya mencari-cari orang yang pakai jubah dengan serban melilit di kepalanya, berjanggut lebat serta alis mata tebal. Khas orang Arab. Namun tidak ada seorangpun yang memenuhi kriteria saya. Yang lebih mengejutkan, pria itu malah menegur saya dengan sangat ramah. Ia menyambut dan menjabat tangan saya dengan mesra. Namun saya tidak terkesan dengan tingkahnya itu. Hanya ada satu fikiran, yakni bagaimana meng-Kristenkan pria Mesir itu.

Bertanya Soalan

Selepas perkenalan singkat, saya pun mulai “bersoal-jawab” pria Mesir tersebut. Anda percaya dengan Tuhan? tanya saya mengawali. Pria itu menjawab ya. Saya mencocornya lagi dengan rentetan pertanyaan lain seperti keyakinan Islam kepada Nabi Adam, Ibrahim. Musa, Daud, Sulaiman hingga Isa Al-Masih. Saya dibuat terpegun kala mendengar jawabannya. Ia menjelaskan Islam percaya dengan Nabi-Nabi yang saya sebut tadi. Bahkan makin ternganga kala diberitahu Islam juga beriman dengan salah satu Kitab Allah yakni Injil dan Nabi Isa adalah salah satu utusan-Nya. Fantastik!

Yangmembuatkan saya kagum adalah tatkala mengetahui ternyata Islam juga percaya dengan Almasih (baca: Nabi Isa). Dalam Islam ternyata Isa diimani; sebagai utusan Tuhan dan bukan Tuhan, lahir tanpa seorang ayah, ibunya adalah Maryam. Ini sudah lebih dari cukup bagi saya untuk mempelajari Islam lebih lanjut. Ah padahal sebelumnya saya sangat benci dengan Islam. Kini saya harus mempelajarinya? Bagaimana mungkin?

Akhirnya kami jadi sering bertemu dan berdiskusi terutama tentang keimanan. Pria ini sangat lain. Ramah, tenang, dan tampaknya pemalu. Ia mendengar dengan serius setiap kata-kata saya dan tidak menyela sedikitpun. Lama kelamaan saya jadi menyukai pria itu. Namun waktu itu yang masih terfikir oleh saya adalah mencari cara untuk mengajaknya masuk Kristian. Orang ini sangat berpotensi menurut saya.

Menjadi rakan bisnes

Saya akhirnya setuju untuk menjalin bisnes dengan pengusaha Mesir itu. Kami sering mengadakan perjalanan bisnes di sepanjang kawasan Utara Texas. Sepanjang hari kami justru banyak berdiskusi hal keyakinan Islam dan Kristian ketimbang masalah bisnes. Kami bicara tentang konsep Tuhan, arti hidup, maksud penciptaan manusia dan alam serta isinya, tentang Nabi, dan banyak lainnya lagi.

Satu ketika saya dapat kabar Muhammad bermaksud pindah rumah. Selama ini ia tinggal bersama dengan seorang temannya. Ia merancang untuk tinggal di masjid selama beberapa waktu. Saya dan ayah mengajaknya tinggal di rumah kami saja. Ia pun setuju.

Satu ketika salah seorang teman saya –seorang pendeta- mengalami serangan jantung. Kami membawanya ke rumah sakit terdekat dan tinggal beberapa saat disana. Saya pun mesti menjenguknya beberapa kali dalam seminggu. Muhammad sering saya ajak serta. Rupanya teman saya itu tidak begitu suka. Bahkan ia dengan nyata menolak berdiskusi apapun tentang Islam. Hingga satu hari datang pesakit baru. Seorang pria yang kemudian tinggal satu bilik di rumah sakit dengan teman saya. Ia menggunakan kerusi roda. Saya berkenalan dengan pria itu. Sekilas tampaknya pria itu seperti sedang kemurungan berat.

Pria di kerusisi roda mencari Tuhan

Akhirnya saya tahu pria itu kesepian dan kemurungan berat serta perlukan teman dalam hidupnya. Jadilah saya mencuba mengingatkan dia tentang Tuhan. Saya kisahkan tentang Nabi Yunus yang hidup dalam perut ikan. Sendirian dalam gelap namun masih ada Tuhan bersamanya.

Selepas mendengar kisah itu, pria berkursi roda itu mendongakkan kepalanya seraya meminta maaf. Ia menceritakan bahawa ada sedikit masalah yang melandanya. Selanjutnya ia ia ingin mengakuinya kesalahannya itu di hadapan saya. Saya berujar bahawa saya bukan seorang pendeta. Pria itu justru menjawab; “Sebenarnya saya dulu seorang pendeta.”

“Apa? Saya barusan menceramahi seorang pendeta ? Saya benar-benar terkejut kala itu. Kenapa jadi begini? Apa yang terjadi dengan dunia ini sebenarnya?

Rupanya pendeta itu –namanya Peter Jacobs- adalah bekas misionaris (Khatolik) yang telah berkeliling Amerika Latin dan Mexico selama 12 tahun. Kini ia malah masih murung dan perlukan istirehat. Saya menawarkannya untuk tinggal di rumah kami. Dalam perjalanan ke rumah, saya berdiskusi dengan Peter tentang Islam. Saya sungguh terkejut kala diberitahu para pendeta Kristen juga belajar tentang Islam dan bahkan sebagiannya ada yang doktor di bidang itu. Ini hal baru bagi saya tentunya.

Sejak itu, Muhammad, Peter dan saya sering terlibat diskusi hingga larut malam. Satu ketika masuk ke masalah kitab-kitab suci. Saya takjub kala Muhammad menceritakan bahawa dari pertama diturunkan hingga saat ini atau selama 1400 tahun Al-Quran hanya ada satu versi. Al-Quran dihafal oleh jutaan Muslim di seluruh dunia dengan satu bahasa yaitu Arab. Sungguh mustahil. Bagaimana mungkin kitab suci kami boleh berubah-ubah dengan berbagai versi sementara Al-Quran tetap terpelihara?

Sang pendeta masuk Islam!

Satu hari pendeta Peter Jacobs ingin melihat apa yang dilakukan orang Islam di Masjid. Ia pun ikut Muhammad. Sepulang dari sana saya bertanya pada Peter ada kegiatan apa di sana. Peter menyebut tidak ada acara apa-apa di masjid. Mereka (orang Islam) cuma datang dan solat saja. Tidak ada acara seremoni apapun. Apa? tidak ada ceramah atau nyanyian apapun?

Beberapa hari kemudian Peter minta ikut lagi ke masjid. Namun kali ini lain. Mereka tidak pulang-pulang hingga larut malam. Saya khawatir sesuatu terjadi terhadap mereka. Akhirnya Muhammad kembali dengan seorang pria berjubah. Saya sungguh terkejut dengan laki-laki yang datang bersama Muhammad itu. Ia mengenakan jubah dan topi putih. Ah rupanya si Peter. Ada apa dengan kamu menanyai saya. Jawaban Peter bak petir di siang hari. Ia menyebut sudah bersyahadah. Oh Tuhan! Apa yang terjadi? Pendeta masuk Islam?

Saya benar-benar terkejut dan semalaman tidak dapat tidur memikirkan hal itu. Saya ceritakan kejadian tersebut kepada isteri. Isteri saya justru menyatakan ia juga ingin masuk Islam, kerana itulah yang benar. Oh Tuhan! Saya benar-benar tidak percaya.

Saya turun ke bawah dan membangunkan Muhammad seraya minta waktu diskusi dengannya. Sepanjang malam hingga subuh kami bertukar pendapat. Muhammad minta izin solat Subuh. Ketika itu saya mendapat firasat, kebenaran telah datang. Saya harus membuat pilihan. Lalu saya keluar rumah. Persis di belakang rumah, saya memungut sepotong papan. Lalu saya letakkan papan itu menghadap ke arah orang Islam solat. Saya pun bersujud menghadap kiblat dan meminta petunjuk-Nya.

Sekeluarga masuk Islam

Pagi itu, pukul 11, saya bersyahadah di hadapan dua orang saksi, bekas pendeta Peter Jacobs dan Muhammad Abd. Rahman. Alhamdulillah, di usia ke-47 saya jadi seorang Muslim. Beberapa minit kemudian isteri saya juga ikut bersyahadah. Ayah baru memeluk Islam beberapa bulan kemudian. Sejak itu saya dan ayah sering ke masjid terdekat di kota kami. Ayah mertua saya akhirnya juga mengikuti kami. Di usianya yang ke-86 ia memeluk Islam. Mertua saya meninggal persis beberapa bulan selepas bersyahadah. Semoga Allah ampuni dia. Amiin.

Adapun anak-anak saya pindahkan dari sekolah Kristian ke sekolah Islam. Setelah sepuluh tahun bersyahadah, mereka telah mampu menghafal beberapa juz Al-Quran.

Sejak itu saya habiskan waktu hanya untuk Islam. Saya berdakwah ke mana-mana, hingga ke luar Amerika. Banyak sudah yang memeluk Islam. Baik dari kalangan birokrat, guru, dan pelajar dari berbagai agama. Dari Hindu, Katolik, Protestan, Yahudi, Rusia Orthodok, hingga Atheis. Saat ini saya juga mengelola sebuah website yakni Islamalways.com yang punya motto terkenal, " where we're always open 24 hours a day and always plenty of free parking." (kami buka 24 jam sehari dan banyak tempat 'parking' percuma).

Islam telah mengubah cara saya melihat kehidupan ini dengan lebih bermakna. Semoga Allah pelihara hidayah yang sudah ada pada kita dan sebarkan hidayah itu ke seluruh alam.


Amin.

No comments:

Post a Comment